Penelitian-penelitian sebelumnya tentang komunikasi orang tua-remaja dengan perilaku seksual remaja menunjukkan beberapa hasil yang tidak konsisten. Studi metaanalisis ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut. Perilaku seksual yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup pengetahuan tentang seksualitas dan reproduksi (perilaku seksual sehat, kesehatan reproduksi dan perilaku seksual berisiko), sikap terhadap seksualitas, intensi dan perilaku seksual (pacaran, hubungan intim, dan kehamilan), dan juga self-efficacy dan self-control untuk menghindari hubungan seksual. Studi metaanalisis dilakukan pada studi primer yang dipublikasikan pada tahun 2001-2015 dan diperoleh melalui akses daring pada situs penyedia jurnal ilmiah, antara lain EBSCO, ProQuest, Science Direct, Taylor & Francis, Willey, dan Sage Publication. Remaja yang dimaksud merujuk pada konsep WHO yang menetapkan remaja berada pada rentang usia young people yaitu usia 10-24 tahun. Berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan diperoleh 121 artikel dan ditetapkan 20 artikel yang terdiri atas 55 studi untuk dianalisis. Hasil metaanalisis menunjukkan komunikasi dengan orang tua berperan terhadap perilaku seksual remaja (r=0,08). Komunikasi memiliki peran yang lebih kuat terhadap perilaku seksual remaja ditinjau dari penilaian orang tua (r=0,62) bila dibandingkan dengan penilaian remaja (0,43) atau orang tua-remaja (0,48). Oleh karenanya, dengan mempertimbangkan keterbatasan penelitian ini maka penelitian selanjutnya dapat menentukan batasan perilaku seksual remaja yang lebih spesifik dan melakukan analisis perbedaan budaya dan gender. Kata kunci: keluarga, kesehatan reproduksi remaja, komunikasi orang tua-remaja, metaanalisis, perilaku seksual

The aims of the study are to explore personal, social and control factors that determined promoting ARH. To construct belief-basedof attitude, subjective norms and perceived behavioral control on intention to promoteadolescent's reproductive health (ARH) based on theory of planned behaviour. Participants were community health promoters in center of integrated service (kader pos pelayanan terpadu/ posyandu) of Tengger from 3 villages at Sukapura District, Probolinggo Regency, and East Java, Indonesia. The research conducted in two phases. Phase 1: conducted with 20 public health promoters (females; mean age= 34 years, SD=8.75). We used opened-ended question form and focused group discussion to elicit behavioral (advantages and disadvantages), normative (referents who have significant role for them) and control (certain personal or situational factors) beliefs related in promoting ARH. Based on content analysis, it was identified 15 beliefs from public health promoters. Phase 2: conducted with 14 public health promoters (females; mean age= 34 years, SD=8.75). By using two questionnaires to measure beliefs strength and evaluation toward the beliefs. The result has been identified that 10 salient beliefs from health promoters. Increasing knowledge, communication skills and self confidence in promoting ARH were the most salient behavioral beliefs for the two groups. Health officers and partner in organization were the significant referent who support them to promote ARH. The availability of media that can be used in promoting ARH was the most situational factor that facilitate them in performing promotion.Conclusions: Theory of planned behavior provided useful and systematic framework to explore salient beliefs in promotingARH. Identified salient beliefs is basis for constructing attitude, subjective norms and perceived behavioral control as determinants of intention to promote ARH. The identified beliefs in this research can be used to develop and design program for health promoters in promoting ARH.