Penyebaran disinformasi yang disebabkan oleh anonimitas dan keterbukaan yang ada dalam jaringan media sosial menjadi semakin mudah. Munculnya industri anti-disinformasi di media sosial dapat menjadi aktor yang melawan penyebaran tersebut dengan kemampuan menganalisis penyebaran berita palsu dengan menggunakan kemampuan Artificial Intelligence sehingga dapat menjadi komoditas industri yang menjadi primadona di media sosial, termasuk Twitter. Studi ini mengadopsi pendekatan kualitatif campuran untuk mengeksplorasi bagaimana pengguna Twitter menyikapi penyebaran disinformasi serta meningkatnya industri anti-disinformasi yang berperan sebagai pemeriksa kebenaran yang muncul sebagai aktor dalam melawan penyebaran disinformasi di media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) beberapa disinformasi yang terjadi di Twitter menyebabkan pengguna Twitter membutuhkan kehadiran pihak ketiga untuk memberikan pandangan berbasis data (2) terdapat nilai yang berusaha ditampilkan oleh fact-checker diantaranya objektif, independen, transparan, dan akuntabilitas (3) kritik dari pengguna atas hasil yang diberikan oleh fact-checker. Penelitian ini menyarankan bahwa munculnya sebuah tren atau fenomena yang dapat dikonsumsi oleh seluruh pengguna Twitter harus didampingi dengan kehati-hatian dalam membagikan informasi dalam memilah informasi agar tidak dibajak untuk kepentingan lain. Penelitian ini berusaha mengisi kekosongan di penelitian komunikasi politik dengan memberikan bukti empiris dan terkini mengenai disinformasi dan pemeriksa kebenaran di Indonesia.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.