Pengetahuan mengenai kapan terjadinya puncak pertumbuhan merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan kapan pertumbuhan aktif berakhir, sehingga akan diperoleh keberhasilan perawatan pasien ortodonti. Usia skeletal dapat menjadi pilihan yang paling tepat dalam menentukan kapan terjadinya puncak pertumbuhan tersebut. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara usia skeletal dengan puncak pertumbuhan pada pasien usia 10-14 tahun di RSGM Unsyiah. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan teknik pengambilan sample adalah total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu foto sefalometri lateral dan rekam medik, serta menggunakan metode Bacceti dkk. untuk menentukan maturasi cervical stage pasien. Penelitian ini dianalisis dengan uji Chi-Square yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia skeletal dengan puncak pertumbuhan pada pasien usia 10-14 tahun di RSGM Unsyiah dengan nilai p=0,159 (p>0,05). Namun, terdapat hubungan pada perempuan jika dianalisis berdasarkan jenis kelamin.Kata kunci: usia skeletal, puncak pertumbuhan.
Objective The aim of this study was to explore the types of orthodontic treatment provided by Indonesian orthodontists and to analyse their perspectives on the ideal time to initiate orthodontic treatment. Materials and Methods A cross‑sectional survey was conducted using the Google Drive questionnaire template. This electronic questionnaire was sent to a sample of orthodontists across different regions of Indonesia. The participants were asked to report the stage at which they would start orthodontic treatment, as well as answer questions about occlusal abnormalities and functional problems. Descriptive statistics for all variables were determined, including both practice characteristics and orthodontic treatment timing. Results A total of 152 orthodontists agreed to participate in the study, of which 64.5% were female and 35.5% were male. Indonesian orthodontists prefer two-phase orthodontic treatment. Sucking habits and open bite were found to be the most frequent indications for treatment in the primary dentition. Anterior crossbite was found to be the most frequent indication for treatment during the early mixed dentition stage. Severe Class II was found to be the most frequent indication for treatment during the late mixed dentition stage. Indonesian orthodontists are more concerned about impacted canines and midline diastema than other occlusal deviations in the permanent dentition. Conclusion Based on the results of this study, we can conclude that Indonesian orthodontists favor two-phase orthodontic treatment. They also prefer to treat sucking habits and open bite in the primary dentition, anterior crossbite in the early mixed dentition, and severe Class II during the late mixed dentition stage.
Usia puncak pertumbuhan anak merupakan masa peralihan antara masa anak-anak hingga menuju masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional. Maloklusi adalah suatu anomali yang menyebabkan gangguan fungsi oral dan estetika serta memerlukan perawatan jika sudah mengganggu fisik dan emosional. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa remaja pada usia puncak pertumbuhan yang mengalami maloklusi gigi anterior akan berdampak negatif terhadap status psikososial remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak karakteristik maloklusi gigi anterior terhadap status psikososial (studi kasus pada usia puncak pertumbuhan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Banda Aceh dengan menggunakan indeks PIDAQ). Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri dengan total subjek 279 siswa. Subjek diberikan kuisioner PIDAQ untuk mengetahui dampak karakteristik maloklusi gigi anterior terhadap status psikososial. Hasil uji Wilks’ Lamda menunjukkan dampak signifikan karakteristik maloklusi gigi anterior terhadap status psikososial pada usia puncak pertumbuhan, diperoleh nilai p=0,003 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya dampak karakteristik maloklusi gigi anterior berdasarkan tingkat keparahannya terhadap status psikososial pada usia puncak pertumbuhan.Kata kunci: maloklusi, protrusif, PIDAQ
AbstrakEstetika pada wajah dapat menentukan persepsi pada diri sendiri dan dapat mempengaruhi kualitas hidup. Pada remaja ketertarikan fisik merupakan faktor penting yang mempengaruhi hubungan sosial. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan penilaian persepsi estetika dan prevelensi tingkat maloklusi pada usia 16-17 tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Banda Aceh. Metode crosssectional yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan 100 siswa-siswi di banda Aceh. Data yang dikumpulkan berupa umur, jenis kelamin, status maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index (DAI), dan persepsi estetika oral berdasarkan Oral Aesthetic Subjective Index Scale (OASIS). Chi-Square tes digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara DAI dan OASIS. Uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi estetika dan keadaan maloklusi p=0,037 (p<0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian persepsi estetika OASIS dan keadaan maloklusi DAI. Hal ini menunjukkan hubungan signifikan antara kondisi maloklusi dan tingkat kepedulian remaja terhadap keadaan estetikanya. Faktor usia pada penderita maloklusi tidak mempengaruhi kondisi persepsi estetika yang dimilikinya. Sebaliknya faktor jenis kelamin terhadap persepsi estetika menunjukkan remaja wanita cenderung lebih peduli terhadap keadaan gigi-giginya. Kata Kunci: Persepsi Estetika, Maloklusi, OASIS, DAI. AbstractAesthetic on the face can determine self perception and can affect quality of life. In adolescent, physical attraction is an important factor that can affecting social relationship. This study was conducted to examine the realationship of aesthetic perception assessment and the prevelance of malocclusion at age 16-17 at Banda Aceh state High School. The cross-sectional method used in this study involved 100 students in Banda Aceh. Data collected were age, sex, malocclusion status based on Dental Aesthetic Index (DAI), and oral aesthetic perception based on Oral Aesthetic Subjective Index Scale (OASIS). Chi-Square tests are used to see whether there is a relationship between DAI dan OASIS. Chi Square test showed a significant correlation between aesthetic perception and malocclusion p=0,037 (p<0,05). There is significant relationship between assestment aesthetic OASIS and malocclusion using DAI. This shown there is a significant correlation between the level of malocclusion and the awareness the teenagers to the state of aesthetic. Age factor in the malocclucion condition does not have significant change on aesthetic perception. Meanwhile gender, have significant role, and woman aldolescent have more concern to malocclusion condition.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.