<p class="IABSTRAK"><strong>Abstract:</strong> During adolescence, individuals experience various changes physically, psychologically, and socially, which may bring issues that can potentially disrupt adolescents’ psychological well-being. The aim of this study was to analyze the influence of a tendency for being present in the moment, or trait mindfulness, on psychological well-being among adolescents. The sample for this study was 200 adolescents living in Greater Area of Jakarta, collected by incidental sampling. This study used an adapted Child and Adolescent Mindfulness (CAMM) Scale to measure trait mindfulness and an adapted Scale of Psychological Well-being (SPWB) to measure six dimensions of psychological well-being. Data is analyzed by regression analysis. Regression results indicated that trait mindfulness has positive and significant contribution in every dimension of psychological well-being in adolescents, specifically on environmental mastery. The implication of this research will be discussed in the end of the paper.</p><p class="IKEYWORDS"><strong>Abstrak: </strong>Remaja mengalami perbedaan dan perubahan secara fisik, psikis, maupun sosial sehingga, dapat memunculkan beberapa masalah-masalah yang dapat mengganggu kesejahteraan psikologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari kemampuan untuk memberi perhatian penuh, yang disebut sebagai <em>mindfulness,</em> terhadap kesejahteraan psikologis pada remaja. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 orang remaja di wilayah Jabodetabek, yang dipilih dengan menggunakan teknik incidental sampling. Penelitian menggunakan adaptasi skala <em>Child and Adolescent Mindfulness Measure</em> (CAMM) untuk mengukur <em>mindfulness</em> dan adaptasi skala <em>Scale of </em><em>Psychological Well-being</em> (SPWB) untuk mengukur keenam dimensi kesejahteraan psikologis. Data dianalisa menggunakan uji regresi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa <em>mindfulness</em> berperan positif dan signifikan terhadap setiap dimensi kesejahteraan psikologis pada remaja, khususnya pada dimensi penguasaan lingkungan. Implikasi dari hasil penelitian akan dijelaskan di bagian akhir.</p>
Abstract- Keywords: gratitude scale; assessmentAbstrak-Bersyukur memiliki keuntungan secara emosi dan interpersonal.Dengan melihat dan merasakan penderitaan sebagai sesuatu yang positif, maka seseorang akan bisa meningkatkan kemampuan coping barunya baik secara sadar maupun tidak. Pembuatan alat ukur bersyukur diharapkan dapat membantu penelitian, pemeriksaan, atau intervensi terkait rasa syukur pada populasi di Indonesia. Subjek penelitian berjumlah 264 orang terdiri dari 90 orang pria (34%) Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 2. No. 2 / Desember 2015, hlm. 473-496 474 dan 174 orang wanita (66%). Rentang umur responden dari 20 sampai 75 tahun. Berdasarkan uji psikometri yang dilakukan melalui konsistensi internal dan uji validitas konstruk, skala bersyukur versi Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Skala ini dapat mengukur satu kontruk yang sama secara konsisten, dapat membedakan individu dengan rasa syukur tinggi dan rendah, dan valid untuk mengukur konstruk bersyukur melalui tiga faktor, yaitu sense of appreciation, perasaan positif, dan ekspresi rasa syukur. Dengan standar psikometri yang sudah baik, maka skala bersyukur versi Indonesia yang dipaparkan dalam penelitian ini sudah dapat digunakan untuk mengukur rasa syukur dalam konteks penelitian maupun intervensi klinis pada populasi di Indonesia.Kata Kunci: skala bersyukur; penilaian PENDAHULUANManusia akan selalu menghadapi masalah dalam hidup. Masalah yang dihadapi manusia itu sering membuat manusia merasa bingung, tertekan, dan putus asa. Namun demikian, Peterson dan Seligman (2004) melihat bahwa di tengah ketidakberdayaannya, manusia selalu memiliki kesempatan untuk melihat hidup secara lebih positif. Salah satu keutamaan (virtues) yang dimiliki individu untuk bisa memandang hidup secara lebih positif adalah melalui bersyukur.Berdasarkan American Heritage Dictionary of the English Language (2009), bersyukur (gratitude) berasal dari bahasa Latin, yaitu gratus atau gratitude yang artinya berterima kasih (thankfulness) atau pujian (pleasing). Dalam Bahasa Indonesia, rasa terima kasih bisa dipadankan dengan rasa syukur. Kata syukur itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yang bermakna 'pujian atas kebaikan' dan 'penuhnya sesuatu'. Dalam terminologi Bahasa Arab, kata syukur memiliki dua makna dasar terkait rasa berterima kasih. Pertama adalah pujian karena kebaikan yang diperoleh, yakni merasa ridha dan puas sekalipun hanya sedikit. Ibaratnya adalah kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan rumput yang sedikit. Kedua adalah adanya perasaan telah dipenuhi kebutuhan kita dan disertai ketabahan. Dengan demikian, makna-makna dasar itu menjelaskan arti bersyukur bahwa siapa yang merasa puas dengan sedikit maka ia akan memperoleh yang lebih banyak (Amin, 2009).Makna syukur dari bahasa Arab tampak sejalan dengan bersyukur (gratitude) menurut Peterson dan Seligman (2004), yakni perasaan berterima kasih dan bahagia sebagai respon atas suatu pemberian, entah pemberian tersebut merupakan keuntungan yang nyata dari orang tertentu ataupun momen kedamaian ya...
Mahasiswa merupakan individu yang berada dalam masa dewasa transisi sehingga dibutuhkan<em> </em>kesejahteraan psikologis yang optimal dalam menghadapi tugas perkembangannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dimensi-dimensi rasa kesadaran (<em>mindfulness</em>)<em> </em>terhadap kesejahteraan psikologis<em> </em>pada mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 orang mahasiswa dari wilayah Jabodetabek, yang dipilih dengan menggunakan teknik <em>convenience sampling</em>. Penelitian menggunakan adaptasi skala <em>Five Facet Mindfulness Quisionare (FFMQ) </em>untuk mengukur rasa kesadaran<em> </em>dan adaptasi skala <em>Scale of Psychological Well-Being (SPWB) </em>untuk mengukur kesejahteraan psikologis. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa rasa kesadaran<em> </em>memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan psikologis<em>, </em>yaitu pada dimensi penerimaan diri dan penguasaan lingkungan. Dimensi rasa kesadaran yang berpengaruh terhadap penerimaan diri adalah mengamati<em> </em>dan tidak menghakimi pengalaman internal, sedangkan dimensi rasa kesadaran yang berpengaruh terhadap penguasaan lingkungan adalah mengamati. Dengan demikian, menjadi penting untuk mahasiswa mengembangkan rasa kesadaran dengan menerima dan mengamati berbagai pengalaman internal maupun eksternal agar lebih mampu menerima diri sendiri dan menguasai tantangan hidup sehari-hari.
First-year university students experienced various demands and problems, such as developmental tasks, role transition processes, academic's demands, and anxieties. To be more resilient when facing those demands and problems, increasing quality and quantity of social connection are needed; therefore, they need social intelligence. This research examined the role of social intelligence on resilience. 177 college freshmen in Jakarta were chosen with incidental sampling technique. This study used adaptation of Tromso Social Intelligence Scale to measure social intelligence and adaptation of Connor Davidson -Resilience Indicator Scale to measure resilience. Simple regression analysis shows that social intelligence contributes in about 16% on resilience. Multiple regression analysis shows that social information processing has the most significant role among other dimensions of social intelligence. This dimension describes the ability to understanding various (social) messages in social environment. Thus, social intelligence development is imperative for enhancing the resilience of first year students in the university.
Remaja merupakan masa kritis karena dihadapkan pada berbagai tugas perkembangan yang merupakan transisi menuju dewasa. Kegagalan remaja dalam mencapai tugas perkembangan membuat remaja rentan mengalami gangguan psikologis seperti depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana resiliensi dan empati berpengaruh terhadap gejala depresi pada remaja. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif eksplanatori dengan desain cross-sectional. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan adaptasi skala Center for Epidemiologic Studies Depression Scale Revised-10 (CESDR-10) untuk mengukur depresi, adaptasi skala resiliensi Connor & Davidson, serta Basic Empathy Scale (BES) dari Jollife & Farrington. Sampel yang digunakan berjumlah 230 orang remaja berusia 12-20 tahun berdomisili di Jakarta yang diambil dengan teknik sampling convenience sampling. Hasil analisis statistik menggunakan uji regresi sederhana menunjukkan bahwa resiliensi berpengaruh secara bermakna terhadap gejala depresi dengan sumbangan efektif sebesar 1,8%. Empati juga memiliki pengaruh terhadap gejala depresi secara bermakna dengan kontribusi efektif sebesar 2%. Saat dilakukan uji regresi berganda, yaitu resiliensi dan empati menjadi variabel prediktor secara bersama-sama, maka ditemukan bahwa empati dan resiliensi dapat mempengaruhi kemunculan gejala depresi secara bermakna dengan total sumbangan efektif sebesar 5,5%. Dalam hal ini, tingginya empati berpengaruh terhadap tingginya gejala depresi, namun sebaliknya, resiliensi yang tinggi berpengaruh terhadap gejala depresi yang lebih rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa resiliensi dan empati berpengaruh signifikan terhadap gejala depresi pada remaja.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.