Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji korelasi antara karakteristik morfologi bibit terhadap pertumbuhan tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L) umur dua tahun setelah tanam di Parungpanjang, Bogor. Tiga kelompok benih dikumpulkan dari Carita, Purworejo, dan Pangandaran ditumbuhkan di persemaian dengan umur berbeda (4 bulan dan 6 bulan). Bibit dicampur dan dikelompokkan menurut karakteristik morfologi bibit (ukuran tinggi dan diameternya). Setiap kelompok bibit dibagi ke dalam 5 kelas tinggi dan setiap kelas tinggi dibagi ke dalam 2 kelas diameter, sehingga secara keseluruhan terdapat 10 kelas morfologi bibit. Parameter bibit yang diamati adalah indeks kekokohan, berat kering, panjang akar, rasio pucuk akar dan jumlah daun. Bibit-bibit tersebut ditanam dalam rancangan acak lengkap berblok (tiga asal benih, 10 kelas morfologi, tiga blok, 30 bibit per blok). Persen hidup, tinggi, dan diameter bibit dikaji pada umur dua tahun setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi morfologi bibit nyamplung berpengaruh nyata terhadap persen hidup, pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman nyamplung umur dua tahun. Tinggi dan diameter bibit berkorelasi nyata dengan parameter mutu bibit lainnya dan juga berkorelasi nyata dengan pertumbuhan tanaman bibit nyamplung umur dua tahun. Nyamplung umur tahun tahun di lapangan dapat tumbuh dengan baik jika kita menggunakan bibit dengan ukuran tinggi di atas 31 cm dan diameter lebih dari 5,1 mm. selain itu rasio tinggi dan diameter (kurang dari 6) dan indeks mutu bibit (lebih dari 4,5) menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan bibit.
Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) is one of native tree species in peatland forest and has high economical values. Sufficient amount in time of qualified seedlings is needed to support peatland rehabilitation program, and it can be achieved by tissue culture. The objective of the research was to find out the best modification medium of MS based on concentration of nitrogen and BAP for induction and multiplication of adventitious shoot from leaves. The protocol of tissue culture consisted of preparation of plant material, adventitious shoots induction, shoots multiplication, shoots elongation, rooting and seedling acclimatization. The results showed (1) addition of BAP 1.5 ppm on MS medium (80 mmol N) induced adventitious shoots from leaves; (2) addition of BAP 0.1 ppm on MS medium (80 mmol N) stimulated the highest multiplication of shoots; (3). clone 2 was the best explant on elongation and rooting stage; (4). clone 4 was the best explant in acclimatization stage.Keywords : Fagraea fragrans, tissue culture, medium, organogenesis ABSTRAK Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) merupakan jenis pohon yang mampu tumbuh di hutan rawa gambut dan bernilai ekonomi tinggi. Untuk mendukung program rehabilitasi lahan gambut, maka diperlukan bibit yang berkualitas, jumlah yang cukup dan tepat waktu. Upaya yang diperlukan dalam menyediakan bibit tersebut adalah perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan. Tujuan penelitian adalah mendapatkan komposisi media tumbuh MS dan zat pengatur tumbuh yang tepat dalam pembentukan dan perbanyakan tunas adventif dari daun tembesu. Metode penelitian terdiri dari persiapan bahan tanaman, induksi tunas adventif, perbanyakan tunas adventif, elongasi, pengakaran dan aklimatisasi. Penelitian menunjukkan bahwa hasil yang terbaik yaitu (1) untuk menginduksi tunas adventif diperlukan media MS (80 mmol N) dengan penambahan BAP 1,5 ppm; (2) untuk perbanyakan tunas adventif diperlukan media MS (60 mmol N) dengan penambahan 0,1 ppm BAP; (3) pada tahap elongasi dan pengakaran lebih baik menggunakan tunas adventif dari klon 2; dan (4) pada tahap aklimatisasi lebih baik menggunakan tunas adventif klon 4.
The problem faced by meranti balau (Shorea seminis (de Vriese) Sloot) seed is the recalcitrant seed character so that the viability of the seeds rapidly decreases during the storage. The purpose of this research was to determine the best storage technique for meranti balau seed. This research was used factorial randomized complete design with three factors, namely the storage container factor (calico cloth and calico cloth in a wooden box), the storage room factor (ambient and AC), and the storage period factor (0 day, 3 days, 6 days, 9 days, 12 days, 15 days and 18 days). Each treatment consisted of 25 seeds, repeated 4 (four) times. The observed responses in this research were moisture content, germination percentage, and germination value. The results showed that the container, the storage room, and period of storage influenced the seed moisture content, germination percentage and germination value. The best storage technique is to use a container of calico cloth in a wooden box inserted into the ambient room condition. The interaction of the container of calico cloth in a wooden box with the ambient room can reduce the rate of meranti balau seed deterioration during storage.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.