Chronic Kidney Disease merupakan kumpulan sindrom klinik dengan penurunan fungsi ginjal progresif. Prevalensi fatiguetinggi pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasienyang menjalani hemodialisis. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidakada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan (p= 0,732; α= 0,05), status dukungan (p= 0,679; α= 0,05), jenis kelamin (p=0,914; α= 0,05), frekuensi (p= 0,676; α= 0,05), jarak fasilitas (p= 0,149; α= 0,05), komplikasi (p= 0,062; α= 0,05), merokok(p= 0,062; α= 0,05), alkohol (p= 0,075; α= 0,05), riwayat penyakit (p= 0,42; α= 0,05), dan status nutrisi (p= 0,168; α= 0,05).Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik (p= 0,027; α= 0,05), lama menjalani hemodialisis (p= 0,019; α= 0,05), kadarhemoglobin (p= 0,029; α= 0,05), penghasilan (p= 0,07; α= 0,05), dan pendidikan (p= 0,040; α= 0.05). Faktor dominan adalahpenghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisikdan memberikan asuhan keperawatan holistik.
Purpose Indonesia is facing an increasing occurrence of non-communicable diseases (NCDs) every year. We assessed the modifiable, non-modifiable, and physiological risk factors of NCDs among the Indonesian population. Methods Secondary data was analyzed from the 2018 Indonesian basic health research (RISKESDAS). The national survey included participants aged 15–54 years and obtained 514,351 responses. Linear systematic two-stage sampling was conducted by RISKESDAS. Furthermore, chi-square and binary logistic regression were utilized to explore the determinant of NCDs with a significance level of 95%. Results We found that almost 10% respondents in Indonesia had NCDs. We observed that depression has a higher odd (aOR: 2.343; 95% CI: 2.235–2.456) contributed to NCDs and followed other factors such as no education (aOR: 1.049; 95% CI: 1.007–1.092), passive smoking (aOR: 0.910; 95% CI: 0.878–0.942), fatty food (aOR: 1.050; 95% CI: 1.029–1.073), burnt food (aOR: 1.033; 95% CI: 1.005–1.062), food with preservatives (aOR: 1.038; 95% CI: 1.002–1.075), seasoned food (aOR: 1.057; 95% CI: 1.030–1.084), soft drinks (aOR: 1.112; 95% CI: 1.057–1.169), living in an urban area (aOR: 1.143; 95% CI: 1.119–1.168), living in central Indonesia (1.243; 95% CI: 1.187–1.302), being female (aOR: 1.235; 95% CI: 1.177–1.25), and obese (aOR: 1.787; 95% CI: 1.686–1.893). Conversely, people in Indonesia who undertook vigorous activity (aOR: 0.892; 95% CI: 0.864–0.921), had employment (aOR: 0.814; 95% CI: 0.796–0.834), had access to improved sources of drinking water (aOR: 0.910; 95% CI: 0.878–0.942), and were aged 35–44 years (aOR: 0.457; 95% CI: 0.446–0.467) were less likely to develop NCDs. Conclusion Modifiable, non-modifiable, and physiological risk factors have a significant influence on NCDs in Indonesia. This finding can be valuable information for Indonesian Government to arrange a cross-collaboration between government, healthcare workers, and society through advocacy, partnership, health promotion, early detection, and management of NCDs.
Latar Belakang: Asma bronkial adalah penyakit inflamasi saluran napas yang dapat menyerang semua kelompok umur. Asma ditandai dengan serangan berulang sesak napas dan mengi. Sehingga menyebabkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif yang ditandai dengan sesak napas, batuk dan peningkatan produksi mucus pada saluran pernapasan. Penelitian ini bertujuan membandingkan kedua masalah keperawatan Asma Bronkial kedua pasien dalam pemenuhan kebutuhan bersihan jalan napas. Metode: jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan sudi kasus untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien Asma bronkial dalam pemenuhan kebutuhan bersihan jalan nafas. Subjek dalam studi kasus ini dua orang pasien dengan inisia; Ny A yang berusia 57 Tahun dan pasien kedua Ny.S berusia 60 tahun, Asuhan keperawatan dilakukan di ruang penyakit dalam di rumah sakit pemerintah di Kota Palembang. Pengabilan data pada pasien satu dilakukan tanggal 15 – 17 April 2021 dan pasien 2 pada 22 – 24 April 2021. Analisa data yang digunakan dalam studi ini adalah analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang terkumpul dan membuat kesimpulan yang disajikan dalam bentuk narsi. Hasil: kedua pasien mengeluh sesak napas, mengi dan batuk, Kedua responden memiliki Riwayat asma bronkial, Implementasi Keperawatan asma bronkhial dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif yang dilakukan adalah batuk efektif dan posisi semifowler. Kedua pasien dilakukan Nebulizer dan hsul observasi pasien tenang dan tidak sesak. Kesimpulan : Batuk efektif perlu dikalukan secara rutin dan penting untuk diajarkan kepada keluarga.
Latar belakang: Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh yang tidak diketahui, karena penderita tidak tahu bahwa dirinya menderita hipertensi. Banyak macam terapi komplementer yang dapat diterapkan untuk mengobati hipertensi, salah satunya pijat refleksi. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pijat refleksi terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di Klinik ATFG-8 Palembang. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah pra-eksperimen dengan menggunakan rancangan one group pre-test post-test. Sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan pasien hipertensi yang tidak mengkonsumsi obat penurun tekanan darah dan berkunjung untuk melakukan terapi pijat refleksi pada bulan 17 April s.d 17 Mei 2018. Penentuan sampel dengan metode purposive sampling sebanyak 18 subjek penelitian. Hasil: Hasil yang diperoleh adalah rata-rata usia sampel 54,22 tahun (± 7,216), tekanan darah sistolik sebelum 148,44 mmHg (± 4,527) dan setelah pijat refleksi 143,78 mmHg (± 8,633). Hasil paired sample T test menunjukkan efek pijat refleksi pada tekanan darah sistolik (p = 0,026) dan diastolik (p = 0,001) Kesimpulan: Terjadi penurunan tekanan darah secara statistik, namun secara substansi tidak bermakna. Peneliti berikutnya diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan sampel dan menggunakan kelompok kontrol.
The community service activities that have been performed were aimed at increasing the community knowledge, especially cadres and patients with diabetes mellitus, in diabetic foot care. Increasing trends of diabetes cases will also increase the incidence of foot ulcers. Therefore, it is important for cadres and community members to understand diabetic foot care. This community service activity consists of several stages; preliminary survey, implementation of activities, and evaluation. This activity involved health workers at the Puskesmas, five cadres, and 21 people with diabetes. Participants were very enthusiastic in answering and asking questions in educational activities. The patient also gets foot and wound care during this activity. This activity needs to be conducted continuously to prevent further complications from diabetes.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.