Abstrak -Teknologi augmented reality berdasarkan metode pelacakan (tracking) terbagi menjadi dua yaitu marker based tracking dan markerless. Kedua metode ini memiliki persamaan yaitu dipengaruhi oleh jarak pendeteksian dan intensitas cahaya dalam keberhasilannya memunculkan suatu objek. Akan tetapi belum diketahui berapa jarak yang tepat dan kondisi intensitas cahaya yang ideal bagi kedua metode tersebut. Penelitian ini diusulkan untuk menganalisis pengaruh jarak pendeteksian serta integritas cahaya terhadap metode marker based tracking dan markerless. Variasi jarak yang digunakan adalah 5cm, 10cm, 20cm, 30cm, 40cm, 50cm, dan 80cm sebagai sub indikator jarak pendeteksian kemudian untuk mendapatkan variasi besarnya intensitas cahaya digunakan sumber cahaya matahari, lampu berwarna kuning, merah, hijau, biru, dan putih (terang). Metode pengujian yang digunakan yaitu menentukan jarak minimum dan jarak maksimum pendeteksian serta menentukan besarnya intensitas cahaya untuk memunculkan suatu objek. Hasil pengujian ini adalah jarak minimum dan maksimum pendeteksian serta intensitas cahaya yang didapatkan untuk kedua metode yang diusulkan yaitu marker based tracking memiliki rata-rata jarak minimum 7.5 cm dan maksimum 80.5 cm. Sedangkan markerless rata-rata jarak minimum 3.8 cm dan maksimum 300 cm. Sistem dapat memunculkan objek pada intensitas 97 lux -1605 lux.Kata kunci -Augmented Reality, Marker Based Tracking, Markerless, Jarak Pendeteksian, Intensitas Cahaya.Abstract -Augmented reality technology based tracking method (tracking) is divided into two marker-based tracking and Markerless. Both of these methods have in common is affected by the detection distance and the intensity of light in its success led to an object. But unknown what the exact distance and light intensity conditions were ideal for both methods. This study proposed to analyze the effect of distance detection and integrity light on the methods of marker-based tracking and Variations distance used is 5cm, 10cm, 20cm, 30cm, 40cm, 50cm, and 80cm as sub-indicators within the detection later to get variations in the magnitude of the intensity of the light used light source sun, light yellow, red, green, blue, and white (light). Testing methods were used that determines the minimum distance and maximum distance detection and determine the amount of light intensity to bring an object. The results of this testing is the minimum and maximum distance of detection and light intensity are obtained for both the proposed method, the marker-based tracking has average minimum distance of 7.5 cm and a maximum of 80.5 cm. Markerless while the average minimum distance of 3.8 cm and a maximum of 300 cm. The system can give rise to an object on the intensity of 97 lux -1605 lux
Multimedia interaktif merupakan media pembelajaran yang memanfaatkan teknologi untuk memudahkan proses pembelajaran. Beberapa sekolah maupun lembaga pendidikan mulai menggunakannya sebagai media pembelajaran, salah satunya Teaching Factory Manufacturing of Electronics (TFME) Politeknik Negeri Batam menggunakan TFME Interactive Learning Media sebagai media pembelajaran interaktif. Tujuan penelitian ini adalah membuat media pembelajaran interaktif berbasis website dan mengetahui kualitas pengalaman pengguna terhadap TFME Interactive Learning Media. Implementasi produk menggunakan model perancangan ADDIE dengan lima tahapan yaitu analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berdasarkan user experience questionnaire (UEQ) yang mempunyai enam skala utama yaitu novelty, perspicuity, dependability, efficiency, attractiveness, dan stimulation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk tersebut dapat menjadi media pembalajaran interaktif bagi mahasiswa dan semua aspek UEQ memiliki nilai rata-rata > 0.8 yaitu novelty (1.03), perspicuity (1.09), dependability (1.18), efficiency (1.15), attractiveness (1.23), dan stimulation (1.20).
Seiring kemajuan teknologi saat ini dan perkembangannya dari waktu ke waktu, muncul teknologi yang disebut augmented reality. Augmented reality (AR) merupakan suatu upaya untuk menggabungkan dunia nyata dan dunia virtual yang dibuat melalui komputer sehingga batas antara keduanya menjadi sangat tipis karena teknologi ini mengizinkan penggunanya untuk berinteraksi secara real-time dengan sistem. Teknologi AR memerlukan suatu penanda atau yang biasa disebut dengan marker sebagai acuan sistem dalam memunculkan objek 3D. Penggunaan marker ini merupakan salah satu metode yang berkembang dalam teknologi ini yaitu metode marker based tracking. Adapun parameter-parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan marker dalam memunculkan objek antara lain parameter jarak terhadap pixel dan jarak terhadap warna. Penelitian ini menggunakan variasi jarak 5cm, 10cm, 20cm, 30cm, 40cm, 50cm sebagai sub indikator jarak pendeteksian kemudian menggunakan resolusi 32x50px, 64x100px, 96x150px sebagai sub indikator pixel lalu menggunakan filter RGB sebagai sub indikator warna dengan metode pengujian menentukan jarak minimum dan maksimum terhadap pixel dan warna. Hasil dari pengujian membuktikan bahwa jarak pendeteksian dipengaruhi resolusi pixel serta warna marker yang diterima oleh sistem.
Saat ini penggunaan animasi 3D semakin populer, karena dapat diaplikasikan ke berbagai aspek, dan memiliki berbagai manfaat. Dalam proses pembuatannya, animasi 3D memiliki beberapa kelemahan, yaitu banyaknya sumber daya, waktu, dan usaha yang dibutuhkan serta terdapat beberapa human error yang fatal pada proses pembuatan animasi 3D, seperti pada bagian lighting dan rendering. Salah satu solusi untuk masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan MEL script. Penelitian ini menggunakan beberapa shot dan scene pada film animasi 3D sebagai sampel pengujian. Metode pengujian yang digunakan terdiri dari penghitungan kecepatan proses pengerjaan lighting dan render settings, analisa grafik kestabilan warna, analisa jumlah human error yang terjadi, serta survey pengguna tentang interface MEL script yang digunakan. Hasil dari pengujian membuktikan bahwa metode MEL script dapat membuat proses pengerjaan animasi 3D dari sisi lighting dan render settings menjadi lebih efektif.
Motion grafis merupakan teknik yang banyak digunakan dalam teknologi pembuatan animasi, termasuk dalam pembuatan iklan layanan masyarakat (ILM). Alasan utama para editor menggunakan motion grafis adalah karena lebih menarik dan lebih murah dibandingkan teknik lainnya. Dalam penelitian ini, teknologi motion grafis digunakan untuk membuat animasi ILM dan menyampaikan pesan dari bahaya merokok. Metode semiotika Peirce digunakan dalam analisis data guna memahami bagaimana pesan dalam ILM dapat ditangkap oleh penonton. Selain itu, dalam perancangan ILM, ada beberapa obyek yang digunakan untuk melakukan analisis berdasarkan beberapa aspek, seperti tipologi sebuah simbol yang memiliki fitur icon, index, dan simbol disetiap desain obyek. Dari penelitian ini ditemukan bahwa icon bisa digunakan untuk menjelaskan penyakit-penyakit yang ditimbulkan dari merokok, index memiliki fungsi sebagai penanda dari sebuah desain obyek dalam animasi bahaya merokok, dan simbol berguna untuk memperjelas sebuah desain animasi tersebut.Kata kunci: Semiotika, metode Peirce, motion grafis, iklan layanan masyarakat, merokok, icon, index, symbol
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.