Objective: To determine differences in the height of the mandibular cortical bone in patients with bruxism and those who were not. Material and Methods: This study used an analytic method with a cross-sectional approach. Samples taken were divided into two groups, each with 30 digital panoramic radiograph samples of people with bruxism and those not with bruxism. The study was conducted by measuring the height of the mandibular cortical bone on digital panoramic radiograph based Gonion Index (GI) and Antegonial Index (AI) using Image J application.Results: Bruxism patients aged 21-30 years were 27 people and aged 31-40 years were 3 people, with 12 male samples, and 18 female samples. Samples of non-bruxism patients aged 21-30 years were 28 people and aged 31-40 years were 2 people, with 15 male samples and 15 female samples. Conclusion: There was no difference in the height of the mandibular cortical bone in patients with bruxism and non-bruxism patients based on GI and AI.
Pasien tidak bergigi lengkap yang sudah terlalu lama, umumnya mengalami perubahan anatomi dalam rongga mulut seiring bertambahnya usia, termasuk perubahan pada relasi maksilomandibula, sehingga keadaan ini akan menambah tingkat kesulitan dalam perawatan. American College of Prosthodontic telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi untuk membantu dalam menyusun rencana perawatan gigi tiruan lengkap yang terdiri dari beberapa kriteria diagnostik utama salah satunya adalah relasi maksilomandibula. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi klasifikasi relasi maksilomandibula pada rahang tidak bergigi lengkap pada pasien di Klinik Prostodonsia RSGM FKG Universitas Padjadjaran (Unpad). Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan teknik survei. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian didapat dari 20 artikulator yang sudah dipasang model kerja rahang tidak bergigi lengkap atas dan bawah. Relasi maksilomandibula didapat dari pemeriksaan artikulator gigi tiruan lengkap secara langsung yang sedang dikerjakan oleh ko-ass atau residen. Hasil: Klasifikasi relasi maksilomandibula kelas I ditemukan sebanyak 12 responden (60%), kelas II sebanyak 2 responden (10%), dan kelas III sebanyak 6 responden (30%). Simpulan: Klasifikasi relasi maksilomandibula kelas I sebanyak 12 responden (60%) merupakan relasi yang paling banyak ditemukan pada pasien rahang tidak bergigi lengkap di RSGM FKG Unpad.
Introduction: The Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders (RDC/TMD) has become the most widely used diagnostic protocol for research in temporomandibular disorders (TMD). The invalidity of RDC/ TMD in clinical application causes the revision of RDC/TMD to be the Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorder (DC/TMD). The purpose of this study was to determine the differences in diagnosis of TMD between RDC/ TMD examination and DC/TMD Axis I on students of Faculty of Dentistry, Padjadjaran University. Method: The type of this research was comparative survey approach using clinical examinations and questionnaires. The sample was collected from 48 people using random sampling techniques. The diagnosis of TMD was obtained by filling in the symptom questionnaire and clinical examination based on RDC/TMD Axis I and DC/TMD Axis I, which is then entered into the RDC/TMD diagnosis algorithm and DC/TMD decision tree. Results: The results showed that from 48 samples there were 36 (75%) people with the same diagnosis of RDC/TMD and DC/TMD, and 12 (25%) people with different diagnoses between RDC/TMD and DC/TMD. Conclusions: Based on the results of the study, the diagnosis of TMD based on RDC/TMD were still categorized the same as the diagnosis based on DC/TMD.
Dowel crown restoration is a restoration which is often performed by dentists in daily practice ABSTRAKPerawatan dengan mahkota pasak merupakan salah satu restorasi yang sering dilakukan oleh para dokter gigi dalam praktek sehari-hari. Gigi memerlukan restorasi mahkota pasak karena beberapa faktor penyebab di antaranya kerusakan mahkota yang sudah sangat parah. Restorasi mahkota pasak biasanya terdiri dari dua bagian, yaitu pasak berikut intinya dan restorasi mahkota di atasnya. Inti harus cukup tinggi dalam arah serviko-oklusal untuk mendapatkan retensi yang cukup bagi perlekatan mahkota di atasnya.Pada beberapa kasus hal ini tidak dapat dipenuhi karena jarak servikooklusal gigi yang pendek akibat pergerakan ekstrusi. Pada artikel laporam kasus ini akan dibahas tentang pembuatan restorasi mahkota pasak pada gigi premolar kedua rahang atas yang jarak serviko-oklusalnya pendek. Berbeda dengan cara yang biasa, pada kasus ini dihasilkan suatu restorasi mahkota pasak tuang yang dikonstruksi satu unit. Teknik pembuatannya merupakan kombinasi antara teknik direct dan indirect. Dengan cara ini dihasilkan suatu restorasi mahkota pasak yang akurat, retentif dan nilai estetik yang baik. Kata kunci: konstruksi satu unit, pasak tuang, mahkota pasak Koresponden: Setyawan Bonifacius, Komplek Pasirlayung Asri Blok A6, Kel. Pasirlayung, Kec.Cibeunying Kidul, Bandung, Indonesia. E-mail: prosto.fkg@unpad.ac.id PENDAHULUANPerawatan dengan mahkota pasak merupakan salah satu jenisrestorasiyangseringdilakukan dalam praktek dokter gigi sehari-hari. Gigi memerlukan restorasi mahkota pasak biasanya karena kerusakan yang cukup luas dan memerlukan perawatan saluran akar, sehingga dikhawatirkan tidak cukup kuat jika hanya ditambal atau hanya dibuatkan mahkota jaket. Pemasangan mahkota jaket pada gigi non-vital merupakan tindakan yang tidak tepat karena adanya peningkatan kerapuhan dentin dan karena hilangya dentin pendukung akibat akses yang diperlukan untuk perawatan saluran akar. Pada situasi demikian mahkota pasak merupakan perawatan pilihan yang baik. 1Martanto menyatakan bahwa struktur mahkota gigi-gigi anterior yang telah mengalami perawatan saluran akar melemah karena kontinuitas dentin terputus akibat pembuangan jaringan di permukaan lingual saat perawatan atau karena adanya karies yang besar sehingga dentin akan menjadi rapuh.Gigi posterior non vital yang telah mengalami kerusakan berat, restorasinya sering menjadi sulit, jika ruangan mahkota memendek karena ekstrusi gigi antagonis. Penggantian konvensional dengan membuat mahkota penuh yang disemen pada suatu inti berpasak seringkali gagal oleh karena ruangan yang sedemikian pendek itu, tidak memungkinkan pembuatan inti yang dapat memberikan pegangan yang cukup pada mahkota. 2Artikel laporan kasus ini membahas mengenai pembuatan restorasi mahkota pasak pada gigi premolar kedua rahang atas dengan ruang servikooklusal pendek. Pada kasus ini restorasi dibuat menggunakan desain mahkota pasak konstruksi satu unit, dengan teknik pembuatan pola mahkota pasak secara direct-indire...
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.