Kosmetik adalah zat yang diaplikasikan pada bagian luar tubuh manusia untuk meningkatkan atau mengubah penampilan, memperbaiki bau badan atau memelihara tubuh agar tetap pada kondisi baik. Masa kini, remaja putri menggunakan kosmetik untuk terlihat menarik dan menutupi kekurangannya. Penggunaan kosmetik yang salah dapat menyumbat kelenjar pilosebaseus dan menyebabkan timbulnya Akne Vulgaris. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penggunaan kosmetik siswi SMAN di Samarinda yang menderita Akne Vulgaris. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kategorik dan sampel dipilih dengan menggunakan teknik cluster sampling. Sampel terdiri dari 118 responden yang merupakan siswi yang berasal dari 3 SMAN di Samarinda yang menderita Akne Vulgaris. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden yang menderita Akne Vulgaris terhadap penggunaan kosmetik dalam kategori baik sebesar 79.70%. Sikap responden terhadap penggunaan kosmetik dalam kategori cukup sebesar 83.90%. Perilaku penggunaan kosmetik responden menunjukkan membersihkan wajah <3x/sehari sebesar 56.80%, menggunakan 1 perangkat membesihkan wajah (75.42%), menggunakan krim wajah secara rutin (72.90%), menggunakan tabir surya (71.20%) dan yang menggunakan bedak padat (18.60%). Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya terkait penggunaan kosmetik terutama bagi penderita akne sehingga tidak menimbulkan masalah baru di kulit atau memperparah akne yang diderita.
Hipertensi menurut WHO ( World Heald Organization ) adalah peningkatan tekanan persesten pada pembuluh darah arteri, dimana tekanan darah sistolik sama dengan atau diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau diatas 90 mmHg. Tujuan : Mengetahui Pengaruh Brisk Walking Exercise Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Puncang Gading Semarang. Metode :Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, populasi dari penelitian ini sebanyak 29 sampel perlakuan dengan intervensi menggunakan latihan Brisk Walking Exercise dengan intervensi menggunakan sfigmomanometer kemudian dianalisa untuk mengetahui pengaruh dari hasil penelitian yang dilakukan. Hasil : Berdasarkan analisa dengan menggunakan Uji Wilcoxon didapatkan p value bernilai 0,000 (<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan tekanan darah sebelum dilakukan dan sesudah di lakukan tindakan Brish Walking Execise Kesimpulan : Terdapat pengaruh yang signifikan Frekuensi tekanan darah sebelum Brish Walking Exercise rata-rata pada 161,21 / 11,312 mmHg. Frekuensi tekanan darah sesudah Brisk Walking Exercise rata-rata pada 140,34 / 8,010 mmHg. Ada perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah Brisk Walking Exercise dengan p-value 0,000.Saran :Hasil penelitian ini dapat dijadikan cara penanganan lansia yang mengalami hipertensi, dengan cara memberikan Brisk Walking Exercise sehingga mengurangi ketergantungan terhadap obat. Kata Kunci : Brisk Walking Exercise,Tekanan Darah, Lansia
Obtaining a booster dose of coronavirus disease 2019 (COVID-19) vaccine is required to maintain the protective level of neutralizing antibodies and therefore herd immunity in the community, and the success of booster dose programs depends on public acceptance. The aim of this study was to determine the acceptance of a booster dose of COVID-19 vaccine and its drivers and barriers in Indonesia. A cross-sectional survey was conducted in the provinces of Indonesia between 1 and 15 August 2022. Individuals who completed the primary series of the COVID-19 vaccine were asked about their acceptance of a booster dose. Those who refused the booster dose were questioned about their reasons. A logistic regression was used to determine the determinants associated with rejection of a booster dose of COVID-19 vaccine. A total of 2935 respondents were included in the final analysis. With no information on the efficacy and safety of the COVID-19 vaccine, 95% of respondents agreed to receive a booster dose if it were provided for free by the government. This acceptance was reduced to only 50.3% if the vaccine had a 75% efficacy with a 20% chance of side effects. The adjusted logistic regression analysis indicated that there were eight factors associated with the rejection of the booster dose: age, marital status, religion, occupation, type of the first two vaccines received, knowledge regarding the importance of the booster dose, belief that natural immunity is sufficient to prevent COVID-19 and disbelief in the effectiveness of the booster dose. In conclusion, the hesitancy toward booster doses in Indonesia is influenced by some intrinsic factors such as lack of knowledge on the benefits of the booster dose, worries regarding the unexpected side effects and concerns about the halal status of the provided vaccines and extrinsic determinants such as the effectiveness and safety of the vaccine. These findings suggest the need for more campaigns and promotions regarding the booster dose benefits to increase its acceptance.
Aim:A high expression of epidermal growth factor receptor (EGFR) is found in most human epithelial tumors, including nasopharyngeal carcinomas (NPC). The overexpression of EGFR has been shown to play an influential role in tumorigenesis and the progression of malignant tumors. Therefore, blocking EGFR might be a potential targeted treatment for NPC. Nimotuzumab is an anti-EGFR monoclonal antibody that exhibits remarkable anti-proliferative, anti-angiogenic, and pro-apoptotic effects. Methods: Here we report five patients with loco-regionally advanced NPC, treated with nimotuzumab 100 mg i.v./week for 8 weeks in combination with radiotherapy in a total dose of 70-74 Gy. Results: A computed tomography evaluation of all five patients showed that the primary tumor volume was reduced, ranging from 64.1 to 98% and the nodal volume was reduced by 90.7-100%. No severe adverse events related to nimotuzumab were observed. Conclusion: The use of nimotuzumab in combination with radiotherapy was potentially beneficial and safe for patients with advanced NPC.
Ulkus kaki diabetik adalah luka kronik pada daerah di bawah pergelangan kaki, yang meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan mengurangi kualitas hidup pasien. Prevalensi penderita diabetes melitus dengan ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15% dan angka amputasi penderita ulkus kaki diabetik 30%. Dengan mengontrol kadar HbA1c, perkembangan neuropati diabetik dan penyakit arteri perifer yang merupakan faktor risiko amputasi ektremitas dapat dicegah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penyakit arteri perifer dan kadar HbA1c dengan tindakan amputasi ekstremitas pada pasien ulkus kaki diabetik di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Desain penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional potong lintang dengan pendekatan retrospektif. Sampel dipilih secara acak sederhana sebanyak 49 sampel. Data sampel diperoleh dari data rekam medis di RSUD Abdul Wahab Sjarharnie tahun 2017-2020. Uji statistik yang digunakan adalah uji fisher dan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan amputasi pada pasien ulkus kaki diabetik memilki hubungan yang signifikan secara statistik dengan penyakit arteri perifer (p = 0,022; PR = 2,925; 95%CI = 1,316 – 6,501) dan kadar HbA1c (p = 0,024; PR = 4,138; 95%CI = 1,037 – 16,519).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.