Untuk meningkatkan jumlah penjualan batik di Kampung Batik Kauman maka perlu diupayakan adanya variasi jenis produk dan efisiensi dalam pembuatannya. Salah satunya dengan membuat produk kain printing/cap bermotif batik dengan zat warna alam yang mudah dan cepat dalam pembuatannya sehingga biaya produksinya lebih murah. Produk kain cap ini lebih diminati dan memiliki daya saing di pasar domesti dan global karena produk yang dihasilkan bersifat ramah lingkungan. Selain itu dalam produksinya dapat mengurangi pencemaran, khususnya lingkungan perairan mengingat Kampung Batik Kauman berada ditengah-tengah pemukiman dan di jantung kota Surakarta. Untuk itu pada kegiatan PkM dilakukan pelatihan pembuatan kain cap yang diikuti 20 pengerajin batik dari Kampung Laweyan. Pelatihan dimulai dengan penjelasan oleh mahasiswa mengenai bahan, peralatan, resep, dan tahapan dalam pencapan kemudian dilanjutkan dengan praktek proses persiapan pada kain yang akan dicap, pembuatan pasta cap, dan proses pencapan pada kain. Diakhir pelatihan, peserta diberikan kuesioner untuk membuktikan keberterimaan ketrampilan pencapan yang telah diperoleh dalam pelatihan. Hasil pengisian kuesioner menunjukkan 100% peserta menyatakan pelatihan yang diikuti dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya. 100% menyatakan hasil pelatihan dapat diterapkan untuk pengembangan usaha dan 89% peserta pelatihan dapat melakukan sendiri pembuatan kain cap. Hasil pencapan dinilai sebagian besar pengerajin kualitasnya belum memuaskan karena dari hasil penilaian peserta hanya 32% saja yang menyatakan kualitas hasil pencapannya baik dan 68% peserta yang menilai ketuaan warna hasil pencapan cukup tua. Untuk itu masih perlu dilatihkan kepada pengerajin cara peningkatan kualitas hasil pencapan agar pembuatan kain cap zat warna alam benar-benar dapat diterapkan dalam pengembangan usahanya.
Proses pencelupan zat warna alam sampai saat ini kurang diminati oleh pengerajin batik untuk digunakan dalam proses pewarnaan kain batik. Ini karena hasil pencelupan yang diperoleh masih belum sesuai yang diharapkan. Hasil pencelupan yang kurang tua dan ketahanan lunturnya yang kurang baik menjadi salah satu alasan mengapa pemanfaatan zat warna alam kurang diminati. Untuk itu para pengerajin batik perlu diberikan pengetahuan dan praktek cara pewarnaan zat warna dengan benar agar dapat diperoleh hasil pencelupan yang lebih baik. Pada pelatihan diajarkan pencelupan dengan menggunakan resep dan metode standar yang dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil pencelupan zat warna alam alam sehingga pengerajin mengetahui hasilnya dan mau menerapkannya pada proses produksinya. Resep dan metode standar pencelupan dapat menjadi pedoman teknis pencelupan zat warna alam bagi pengerajin batik. Prosesnya yang sederhana, singkat, biaya murah dan hasil yang optimal, tentu menjadi daya tarik bagi pengerajin batik dalam meningkatkan penggunaan zat warna alam. Kemudahan proses pencelupan zat warna alam dengan resep dan metode standar baru ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan zat warna sintetis sehingga pencemaran lingkungan oleh limbah pewarnaan batik dapat berkurang. Selain itu pengerajin dapat menghasilkan produk eco-batik yang berkualitas dan ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing produk batik Indonesia di pasar global.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.