Analisis usahatani terhadap 10 responden yang melakukan usahatani kentang memberikan gambaran bahwa biaya produksi terbesar didapat pada biaya pembelian bibit sebesar Rp. 5.800.000,- atau 29,04 % dari jumlah biaya produksi. Penggunaan bibit berkisar antara 1795 kg – 3125 kg/ha atau rata-rata 2566 kg/ha. Tingginya kebutuhan bibit persatuan luas erat hubungannnya dengan ukuran umbi bibit yang digunakan, dimana ada kecendrungan semakin besar ukuran umbi bibit maka jumlah bibit yang dibutuhkan per hektarnya semakin banyak. Edi., (2005) menyatakan bahwa ukuran umbi bibit kentang yang ideal adalah + 45 gram/umbi atau setara dengan 1500 – 2000 kg/ha. Secara umum sumber bibit yang digunakan petani barasal dari; (1) hasil guliran tanaman sendiri, (2) dibeli dipasaran yang berasal dari petani atau pedagang hasil tanaman dari Kerinci, (3) dibeli dipasaran yang berasal dari luar Kerinci, dan (4) dibeli di BBIK Kayu Aro dan telah ditanam beberapa generasi. Pada umumnya semua bibit yang digunakan tidak jelas lagi asal usulnya terutama generasi dari bibit tersebut. Hal ini mendorong petani memberikan pemupukan dan pengendalian hama serta penyakit diatas dosis anjuran sehingga biaya produksi menjadi tinggi. Sejalan dengan arahan kebijakan pembangunan pertanian akhir-akhir ini yang lebih mengarah kepada peningkatan pendapatan petani, maka penerapan konsep analisis usaha bagi setiap pelaku produksi harus dilakukan. Melalui penerapan konsep ini petani produsen dapat mempertimbangkan jenis usaha yang menghasilkan keuntungan tertinggi berbagai alternatif yang tersedia. Analisis finansial diversifikasi teknologi budidaya komoditas sayuran total biaya saprodi dan tenaga kerja Rp. 27.920.000,- dengan total penerimaan sebesar Rp. 81.909.650,- petani memperoleh keuntungan Rp. 53.989.650,- dengan R/C ratio 2,93 (>1) dan B/C ratio 1,93 (>1) nilai ini menunjukkan bahwa penerimaan kotor 2,93 kali lipat biaya yang dikeluarkan. Angka R/C ratio 2,93 berarti bahwa setiap Rp. 100,- yang dikeluarkan petani dalam berusahatani memperoleh penerimaan sebesar Rp. 293,- atau B/C ratio 1,93 berarti bahwa setiap Rp. 100,- yang diinvestasikan akan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 193,-.
Kebutuhan terhadap jagung semakin meningkat, baik untuk pangan, pakan ternak, maupun bahan baku industri. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah dalam peningkatan produksi jagung menuju swasembada berkelanjutan. Varietas unggul merupakan salah satu komponen yang dapat meningkatkan hasil dengan nyata, varietas hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi dibanding komposit sehingga penggunaan benih jagung hibrida mampu meningkatkan hasil jagung persatuan luas panen. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menghasilkan varietas-varietas jagung hibrida dengan potensi hasil yang tinggi, yang tidak kalah bersaing dengan jagung hibrida swasta lainnya, hanya saja belum terdiseminasi dengan baik. Guna memperoleh nilai tambah bagi petani dan terdesiminasinya benih jagung Balitbangtan, maka dilakukan rintisan penangkaran benih jagung hibrida tingkat petani. Penelitian dilaksanakan di Desa Rawa Medang, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat tahun 2017 seluas 1 ha. Rintisan ini dikemas dalam Model Sekolah Lapang Kedaulatan Pangan Terintegrasi Desa Mandiri Benih Jagung. Hasil penelitian diperoleh benih jagung sebanyak 1 ton/ha. Usahatani perbanyakan benih jagung hibrida ini layak dan menguntungkan secara ekonomi, hal ditunjukkan oleh nilai R/C 1,69, TIP 591 kg/ha dan TIH Rp 14.775/kg. dilihat dari biaya produksi maka biaya tenaga kerja lebih tinggi 14,8 % dibandingkan biaya untuk pembelian saprodi.
Intercropping is an alternative that should be developed especially to make maximum use of the land. Aromatic plants such as celery contain essential oils which, among other things, act as pest repellents. Therefore, celery plants can be used as a way of controlling pests by intercropping with chili plants as the main crop. This study aimed to determine the cultivation technology and analysis of the intercropping farming of red chilies with celery at the farmer level. The research was conducted at the Mekar Sari Farmer Group, Paal Merah Village, Paal Merah District, Jambi City, Jambi Province in October 2018. The data collected included primary data in the form of information from farmers as well as secondary data and conditions of the research area, social and economic potential. Primary data were collected using survey techniques, namely interviews with farmers and key information using a questionnaire. Samples were randomly assigned to a population of 15 farmer cooperator farmers who were intercropping red chili and celery at the study site. The data analysis technique included tabulation analysis which was used to understand the farmers' financial farming conditions, and the economic feasibility analysis uses the R/C ratio. The results of the research on the intercropping of red chili and celery, without considering the labor costs in the family, showed that this business was profitable with a total profit of 20,553,500,-IDR This farming has benefited from the production of celery as much as 405 kg, production of red chilies as much as 585 kg, and BEP prices of 15,495,-IDR/kg of celery and 14,143,-IDR/kg of red chilies. The R/C ratio value of 2.
Pengkajian Proses Komunikasi Dalam Penerapan Teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) Padi Di Tingkat masyarakat tani Di Kecamatan Sarolangun adalah sebagai berikut : Proses komunikasi yang terjadi dalam penerapan teknologi PTT terjadi dalam 3 aktifitas yang terjadi yaitu ceramah, diskusi, dan praktek. Dalam proses komunikasi tersebut terdapat 2 model komunikasi yaitu secara linear atau satu arah pada sesi ceramah dan praktek dan dua arah/multi arah pada sesi diskusi dan pertemuan dengan masyarakat tani. Sementara tingkat penerapan 10 komponen teknologi PTT masih rendah dengan persentase 45,6% untuk tanaman padi sawah dan 37,5% untuk tanaman padi ladang, komunikasi yang berlangsung dalam penerapan teknologi PTT tidak efektif. Proses komunikasi yang efektif dalam penerapan teknologi PTT padi ditingkat masyarakat tani, apabila teknologi disampaikan secara langsung dilapangan baik teori maupun demontrasi.
Pada era globalisasi ini pelaksanaan pembangunan perkebnan harus memperhatikan kelestarian ekosistem dan memberdayakan masyarakat sekitar sehingga tidak akan mengakibatkan terjadinya degradasi lahan maupun permasalahan sosial yang lain. Karena pada dasarnya program pembangunan pertanian berkelanjutan (berwasan lingkungan) berawal dari permasalahan pokok tentang bagaimana mengelola sumberdaya lahan secara bijaksana sehingga bisa menopang kehidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat dan generasi penerus. Kelembagaan petani perlu dikuatkan melalui pelatihan dan pendampingan petani serta memperbanyak petugas pendamping di lapangan. Kemitraan usaha antara industri/eksportir dengan petani/kelompok tani perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan. Kemitraan usaha yang diharapkan adalah kemitraan yang profesional saling menguntungkan dan tidak terbatas dan hanya pemasaran hasil tetapi termasuk teknis budidaya dan peningkatan mutu. Meningkatkan kualitas ekspor kakao dari kakao biji menjadi kakao bubuk atau produk olahan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.