Asthma is a major health problem affecting millions of children worldwide. The prevalence of asthma in children tends to increase annually in the world. Therefore, identification of the prognostic factors for episodic asthma is important to perform early prevention of asthma attacks in children. The study was performed to identify the prognostic factors for frequent episodic asthma in children. This was a retrospective cohort study involving asthmatic children who attended the Emergency Unit or Outpatient Clinic of the Department of Pediatrics, Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta. The inclusion criteria were asthmatic children aged over 7 years, suffering from asthma over 2 years and getting agreement from their parents as expressed by signed an informed consent. The exclusion criteria were children with other chronic obtructive pulmonary diseases beside asthma and children with cardiovascular diseases. Subjects were grouped into two groups i.e. Case Group and Control Group. The Case Group was children with frequent episodic asthma while the Control Group was children with infrequent episodic asthma. Prognostic factors for episodic asthma were then gathered by giving a questionnaire to their parents. Regression analysis was used to evaluate the relationship between prognostic factors and episodic asthma. A total of 94 subjects comprising 37 (36.4%) subjects with frequent episodic asthma and 57 (63.6%) subjects with infrequent episodic asthma were involved in the study. Furthermore, response to initial theraphy was significantly associated with frequent episodic asthma (RR= 8.64; 95%CI= 0.47-2.50; p=0.001). Whereas, nutritional status, patients age when asthma diagnosed, exclusive breastfeeding, maternal education, exposure of secondhand smoke and welfare were not (p>0.05). In conclusion, the initial therapy is prognostic factors for frequent episodic asthma in children. ABSTRAKAsma merupakan masalah kesehatan utama yang mempengaruhi jutaan anak di dunia. Prevalensi asma pada anak cenderung naik setiap tahun di dunia. Oleh karena itu identifikasi faktor prognostik terjadinya serangan asma penting untuk melakukan tindakan pencegahan dini terhadap serangan asma pada anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji faktor prognostik terjadinya asma pada anak. Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang melibatkan anak penderita asma yang berkunjung ke Unit Kedaruratan atau Klinik Rawat Jalan, Bagian Anak, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Kriteria inklusi adalah anak penderita asma lebih dari 7 tahun, menderita asma lebih dari 2 tahun dan mendapatkan persetujuan dari orang tuanya dengan menandatangani surat pernyataan persetujuan. Kriteria eksklusi adalah anak pederita asma dengan gangguan paru obstruktif dan kardiovaskuler. Subjek dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol. Kelompok Kasus adalah anak yang sering mendapatkan serangan asma dan Kelompok Kontrol adalah anak yang jarang mendapatkan serangan asma. Faktor prognosis diperoleh melalui kuesioner terhad...

Latar belakang. Pemberian antibiotik sangat penting untuk menurunkan angka kematian pasien demam neutropenia. Di sisi lain, penggunaan antibiotik jangka panjang akan mengubah pola patogen dan uji sensitivitas terhadap antibiotik.Tujuan. Mencari pola patogen, menilai sensitivitas cefotaxime dan gentamicin sebagai antibiotik lini pertama, dan mendapatkan antibiotik alternatif pada demam neutropenia.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada anak demam neutropenia yang dirawat di Bangsal Onkologi Anak RSUP Dr. Sardjito periode Januari 2004 sampai Desember 2009. Kriteria inklusi adalah demam (didefinisikan sebagai suhu tubuh ≥38,3oC atau ≥38,0oC pada dua kali pengukuran selang 1 jam), neutropenia (absolute neutrophil count/ANC <500 sel/mm3 atau <1000 sel/mm3 yang diperkirakan akan turun menjadi <500 sel/mm3 dalam 48 jam), dan hasil biakan positif. Uji sensitivitas dinilai dengan menggunakan disc diffusion method.Hasil. Terdapat 205 episode neutropenia dari 188 subjek, 135 episode di antaranya mengalami demam neutropenia (rerata ANC 520/mm3). Biakan positif 42 (31%) subjek, 30 (70%) dari biakan yang positif merupakan bakteri Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa (19%) dan Escherichia coli (19%) merupakan patogen terbanyak dijumpai pada biakan. Hasil uji sensitivitas antibiotik invitro, gentamicin sensitif pada 45% biakan sedangkan cefotaxime 29%.Kesimpulan. Bakteri Gram negatif merupakan penyebab utama demam neutropenia. Sensitivitas cefotaxime lebih rendah apabila dibandingkan dengan antibiotik yang lain. Cefpirome, cefepime dan ampicillin-sulbactam direkomendasikan untuk menggantikan cefotaxime sebagai obat yang dikombinasikan dengan gentamicin pada pengobatan demam neutropenia.

Summary Cultures of six bacterial isolates (Staph. aureus, Str. pyogenes, C. diphtheriae, L. monocytogenes type 3, L. monocytogenes type 4 and B. subtilis) were subjected to an in vitro sensitivity test to penicillin‐G, oxytetracycline and chloramphenicol. These organisms showed a high sensitivity towards penicillin‐G, and moderate and least sensitivity to oxytetracycline and chloramphenicol, respectively. With combinations of diethylstilboestrol with these antibiotics, a synergistic action was found with both chloramphenicol and oxytetracycline, especially against Staph. aureus and B. subtilis. On the other hand, all the organisms tested were less sensitive towards a diethylstilboestrol‐penicillin combination. Zusammenfassung Der Einfluß von Diäthylstilbóestrol auf die antibakterielle Aktivität von Antibiotika in vitro Bakterienkulturen von Staph, aureus, Str. pyogenes, C. diphtheriae, L. monocytogenes Typ 3, L. monocytogenes Typ 4 und B. subtilis wurden in vitro einer Sensibilitätsprüfung gegenüber Penicillin‐G, Oxytetracyclin und Chloramphenicol unterzogen. Alle Mikroben zeigten eine hohe Empfindlichkeit gegenüber Penicillin‐G, eine geringere Empfindlichkeit gegenüber Oxytetracyclin und eine sehr kleine Empfindlichkeit für Chloramphenicol. Kombinationen von Diäthylstilböstrol mit Chloramphenicol und Oxytetracyclin wirkten synergistisch gegen Staph. aureus und B. subtilis. Hingegen waren alle Mikrobenarten weniger empfindlich für eine Kombination von Diäthylstilböstrol und Penicillin. Résumé Influence du diéthylstilboestrol sur l 'activité antibactérienne des antibiotiques in vitro On a testé la sensibilité in vitro à la pénicilline G, à l'oxytétracycline et au chloramphénicol de cultures de Staph. aureus, Str. pyogenes, de C. diphteriae, de L. monocytogenes type 3 et 4 et de B. subtilis. Tous les germes ont montré une forte sensibilité à la pénicilline G, une sensibilité plus faible à l'oxytétracyline et une très faible sensibilité au chloramphénicol. Une combinaison de diéthylstilboestrol avec du chloramphénicol et de l'oxytétracycline a agi synergétiquement contre Staph. aureus et B. subtilis. Tous les germes furent par contre moins sensibles à une combinaison de diéthystilboestrol et pénicilline. Resumen El influjo de dietilestilbestrol sobre la actividad antimicrobiana de antibióticos in vitro Se sometieron cultivos bacterianos de Staph. aureus, Str. pyogenes, C. diphtheriae, L. monocytogenes tipo 3, L. monocytogenes tipo 4 y B. subtilis in vitro a una prueba de sensibilidad frente a penicilina G, oxitetraciclina y cloramfenicol. Todos los microbios mostraban una sensibilidad grande frente a la penicilina G, una sensibilidad menor frente a la oxitetraciclina y una muy escasa con arreglo al cloramfenicol. Las combinaciones de dietilestilbestrol con cloramfenicol y oxitetraciclina actuaban de manera sinergística contra Staph. aureus y B. subtilis. Por otro lado, todas las especies microbianas restantes eran menos sensibles para una combinación de dietilestilbestrol y penicilina.