Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologis maupun non fisiologis yang secara klinis menimbulkan gejala yang disebut ikterus (kuning). Pada neonatus, kadar serum bilirubin indirek yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan tidak dapat disembuhkan. Fototerapi dan transfusi tukar adalah dua strategi terapeutik utama untuk mencegah kerusakan otak akibat bilirubin pada neonatus. Bilirubin, yang merupakan target fototerapi ini menyerap sinar secara maksimal pada rentang spektrum biru (460-490 nm). Namun, literatur lain mengatakan spektrum panjang gelombang yang berbeda, yaitu pirus (497 nm) juga sama efektifnya dalam menurunkan kadar bilirubin. Eligibilitas dari metode penelitian ini berdasarkan Participant, Intervention, Comparison, and Outcomes (PICO) dan penggunaan Boolean Operator. Berdasarkan seleksi studi dan penilaian kualitas, didapatkan 9 artikel yang dapat dianalisa. Pada bagian pembahasan didapatkan fototerapi lampu hijau dengan panjang gelombang (500nm) memiliki efektifitas yang sama dengan fototerapi gelombang biru dalam penurunan total serum bilirubin, sehingga dapat digunakan sebagai fototerapi alternatif. Fototerapi LED tidak lebih unggul dalam efektifitas penurunan total serum bilirubin jika dibandingkan dengan fototerapi konvensional. Hal ini dikarenakan iradiasi dalam keadaan normal fototerapi LED lebih tinggi dibandingkan dengan fototerapi konvensional sehinnga meningkatkan efektifitas dari fototerapi LED.
Apendisitis akut merupakan suatu keadaan tersering yang memerlukan tindakan bedah pada anak. Ketepatan untuk menentukan diagnosis dan intervensi bedah berhubungan erat dengan luaran akhir. Diagnosis apendisitis akut dengan keluhan yang tidak spesifik sering membingungkan. Pendekatan diagnosis seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium rutin tidak selalu akurat. Pemeriksaan diagnostik pencitraan seperti ultrasonografi (USG) dan computed tomography scan (CT-scan) sering digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. Tujuan pemeriksaan pencitraan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis apendisitis akut serta menentukan apendisitis tanpa atau dengan komplikasi. Keterlambatan menentukan diagnosis berhubungan erat dengan meningkatnya angka kesakitan, angka kematian, dan biaya perawatan. Komplikasi dapat berupa perforasi, abses abdominal, atau kematian. Perforasi umumnya terjadi pada usia anak dan remaja dengan angka kejadian berkisar 17-40%. Secara umum angka kematian akibat apendisitis kurang dari 1% dan meningkat 5-15% pada anak dan remaja. Pemeriksaan USG memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama baiknya dengan pemeriksaan CT-scan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.