Abstrak Sekalipun tidak menjadi andalan, Kabupaten Bintan memiliki potensi dalam sektor pertanian. Sejumlah masyarakat mengolah lahan pertanian secara kelompok maupun pribadi. Hasil pertanian tersebut biasanya langsung dijual mentah. Hal itu kemudian menjadi salah satu alasan untuk melakukan pengabdian pada beberapa titik di Bintan dengan sasaran para petani, seperti petani jagung, singkong dan pisang. Pengabdian ini membimbing petani untuk mengolah hasil perkebunan mereka sendiri sebelum dijual. Pengolahan hasil pertanian menjadi penganan merupakan salah satu upaya yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, sebab hasil pertanian yang sudah diolah akan memiliki nilai jual lebih tinggi dibanding dijual mentah. Pengabdian ini dilakukan dengan dengan menggunakan metode Asset Based Communities Development (ABCD). Masyarakat yang menjadi sasaran dalam pengabdian ini sudah mulai mengelola hasil pertanian mereka menjadi penganan dan memasarkan secara luring maupun daring. Mengembangkan lahan pertanian untuk beberapa komoditi serta mengolah hasil tersebut menjadi produk makan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian. Abstract Even tho it’s not a mainstay, Bintan Regency farming sector has a promising potential. A number of people cultivate agricultural land individually or in groups. These agricultural products are usually sold raw. This then became one of the reasons for carrying out community service at several points in Bintan with the target of farmers, such as corn, cassava and banana farmers. This service guides farmers to process their own plantation products before they are sold. The processing of agricultural products into snacks is one of the efforts that are expected to be able to improve the community's economy, because agricultural products that are processed will have a higher selling value than being sold raw. This service is carried out using the Asset Based Communities Development (ABCD) method. The people who have been targeted in this service have started to manage their agricultural products into snacks and market them offline and online. Developing agricultural land for several commodities and processing these products into food products is one of the efforts that can be made by the community to improve the economy
Penguatan literasi pada anak perlu ditanamkan sedini mungkin dan harus mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak, lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Arus globalisasi yang melaju pesat memaksa negeri ini menerima suatu perubahan besar yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat, dikarenakan adanya perkembangan teknologi, telekomunikasi, transportasi, ilmu pengetahuan dan aspek lainnya. Pengabdian ini dilakukan menggunakan pendekatan Asset Based Comunity Development (ABCD). Metode ABCD merupakan metode yang bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dalam masyarakat sebagai sarana pengembangan berkelanjutan yang memuat proses untuk melihat potensi apa saja yang dimiliki masyarakat. Tujuan dari pengabdian ini adalah menanamkan budaya literasi pada anak-anak di Desa Kuala Sempang Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Penulis berupaya memberikan bantuan dengan optimalisasi perkembangan anak-anak, sehingga mengurangi hambatan dalam persoalan pembelajaran yang dianggap mereka sulit dipahami. Sejumlah program penguatan literasi yang dilakukan adalah optimalisasi pemanfaatan taman bacaan Al-Ilmi, penguatan literasi agama bagi pelajar TPQ, penguatan literasi budaya serta memberi bimbingan belajar bagi siswa sekolah dasar.
Kondisi geografis Semenanjung Melayu sebagai lalu lintas perdagangan kawasan Asia bagian Tenggara membuat daerah ini menjadi tujuan pelayaran dari berbagai etnis di Nusantara maupun dari belahan dunia lain, termasuk Orang Bugis yang berasal dari daratan Sulawesi bagian selatan. Dalam perkembangannya, selain untuk mencari penghidupan, lambat laun mereka mulai masuk ke dalam struktur pemerintahan Kerajaan Johor-Riau-Lingga-pahang. Kehadiran orang Bugis dalam struktur pemerintahan tersebut mengalami dinamika tersendiri terhadap kerajaan yang kelak berubah nama menjadi Kerajaan Riau Lingga. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan fokus pada dinamika politik dan eksistensi orang Bugis dalam Kerajaan Melayu pada rentang abad ke-17 hingga 18. Selain merubah struktuur pemerintahan, posisi sebagai Yang Dipertuan Muda yang dijabat keturunan juga membawa perubahan terhadap perkembangan kerajaan tersebut. Sekalipun demikian, Yang Dipertuan Muda juga harus menghadapi konflik internal dalam kerajaan akibat dominasi mereka dalam usrusan pemerintahan. The geographical conditions of the Malay Peninsula as the trade traffic in the Southeast Asian region make this area a destination for shipping from various ethnic groups in the archipelago as well as from other parts of the world, including the Bugis people from the southern Sulawesi mainland. In its development, in addition to make a living, they gradually begin to join the government structure of the Johor-Riau-Lingga-Pahang Kingdom. Bugis existence in the government structure experiences its own dynamics towards the kingdom which later changes its name to the Kingdom of Riau Lingga. This research is a historical study with a focus on the political dynamics and the existence of Bugis in the Malay Kingdom in the 17th to 18th century. Besides changing the structure of government, the position as the Crown Prince, which was held by descendants also gives changes to the development of the kingdom. Even so, the Crown Prince must face internal conflicts in the kingdom due to their dominance in the government administration.
ABSTRAK Upu Daeng lima Bersaudara berikut keturunannya tercatat memiliki pengaruh luar biasa di Kerajaan Riau Lingga. Mereka adalah anak Daeng Rilakka yang merupakan keturunan dari La Maddusila, seorang Raja Luwu di tanah Bugis. Silsilah atau ranji keturunan mereka disebut dalam sejumlah sumber, termasuk sumber-sumber Melayu. Setidaknya terdapat dua sumber Melayu yang bercerita tentang asal usul mereka, yaitu naskah Tuhfat Al-Nafis dan Silsilah Melayu Bugis yang ditulis pada abad ke-19 oleh Raja Ali Haji. Pada artikel ini terdapat dua isu penting, pertama adalah menganalisa silsilah Upu Daeng Lima Bersaudara dari kedua sumber, serta kedua menganalisa penulisan silsilah tersebut dari sudut pandang historiografi. Rangkaian penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang dimulai dari heuristik, verifikasi sumber, iintreprestasi dan historiografi. Secara umum, Tuhfat Al-Nafis dan Silsilah Melayu Bugis sudah mulai ditulis dengan menggunakan metode penulisan sejarah, hanya saja hal tersebut belum diterapkan secara konsisten untuk seluruh narasi, terutama terkait silsilah. Sekalipun demikian, perbedaan jumlah nama dalam silsilah pada kedua kitab itu mengindikasikan Raja Ali Haji dalam Tuhfat al-Nafis mulai menerapkan verifikasi terhadap sumber yang digunakan. Kata Kunci: historiografi, Melayu-Bugis, Raja Ali Haji, silsilah, Tuhfat al-Nafis, ABSTRACT Upu Daeng Lima Bersaudara and their descendants were noted to have an extraordinary influence in the Riau Lingga Kingdom. They are the children of Daeng Rilakka who is a descendant of La Maddusila, a King of Luwu in the land of Bugis. Their genealogy is mentioned in some of Malay sources. There are at least two Malay sources telling about their origins that are the Tuhfat Al-Nafis and the Silsilah Melayu Bugis manuscripts written in the 19th century by Raja Ali Haji. In this article, there are two important issues. The first is to analyze the genealogy of Upu Daeng Lima Bersaudara from both sources and the second is to analyze the writing of the genealogy from a historiographical perspective. The historical research method was used in this research starting from heuristic, source verification, interpretation and historiography. In general, Tuhfat Al-Nafis and Silsilah Melayu Bugis have been written by using the historical writing method, but the method itself has not been applied consistently for all narration, especially those related to genealogy. However, the difference in the number of names in the genealogy of the two books indicated that Raja Ali Haji in Tuhfat al-Nafis began to verify to the sources used. Keywords: historiography, genealogy, Malay-Bugis, Raja Ali Haji, Tuhfat Al-Nafis
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.