Penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah kehadiran jemaat dalam kelas-kelas pembinaan seperti Sekolah Minggu. Kurang tertariknya jemaat terhadap kelas-kelas tersebut membawa dampak terhadap kehidupan, pertumbuhan iman dan kesaksian jemaat. Hal yang hampir serupa juga dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia. Paulus Lie, dalam prawacana bukunya, mengatakan banyak guru yang mengeluhkan kurang menariknya acara yang digelar di Sekolah Minggu sehingga minat anak untuk datang ke Sekolah Minggu menurun. Masalah ini coba dijawab oleh banyak gereja dengan menggunakan metode yang kreatif. Oleh karena itu banyak gereja berupaya untuk men-training guru-guru Sekolah Minggu agar dapat mengajar dengan lebih kreatif. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah metode yang kurang kreatif menjadi dasar permasalahannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini mencoba untuk memaparkan apa yang terjadi di dalam kelas, menganalisa apa yang menjadi dasar permasalahannya, serta mengajukan hal-hal yang perlu diperhatikan gereja di dalam mengemban tugas pengajaran.
Pembentukan iman pada remaja dan kaum muda merupakan hasil interaksi mereka dengan orang tua, baik ayah maupun ibu, juga teman. Masa remaja dan kaum muda merupakan masa pencarian keyakinan (iman) di berbagai aspek kehidupan. Namun, belum ada pengukuran mengenai sejauh mana remaja dan kaum muda menganggap orang tua dan teman sebagai teladan iman dirinya. Studi ini bertujuan untuk mengadaptasi skala Perceived Faith Support – Parents and Friends menjadi Skala Dukungan Iman. Penelitian dilakukan dengan teknik convenience sampling dan melibatkan 1,390 partisipan dari tiga pulau besar di Indonesia. Hasil adaptasi ini terbukti reliabel dengan metode konsistensi internal, khususnya Cronbach’s Alpha dan valid dengan metode faktor analisis. Validasi dengan kriteria usia terbukti pada dukungan iman dari ayah dan ibu, namun tidak dengan teman. Skala Dukungan Iman ini siap digunakan dalam konteks penelitian maupun praktis. Pengembangan dan aplikasi skala ini dibahas lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian yaitu ada atau tidaknya hubungan antara kelekatan pemuda-orang tua dan dukungan iman orang tua dengan religiositas intrinsik pada pemuda di gereja-gereja injili di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan penyebaran kuesioner kepada 226 pemuda-pemudi usia 18-29 tahun dan belum menikah di 8 gereja injili di Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kelekatan pemuda-ibu dengan religiositas intrinsik pada pemuda. Kelekatan pemuda-ayah tidak ditemukan berhubungan dengan religiositas intrinsik, demikian juga dengan dukungan iman orang tua. This study aims to find answers to research questions, namely whether or not there is a relationship between youth attachment to their parents and the support of parents' faith with intrinsic religiosity of youth from evangelical churches in Bandung. The research method used is quantitative by distributing questionnaires to 226 youth aged of 18-29 years and not married in 8 evangelical churches in Bandung. The results showed a significant relationship between youth-mother attachment with intrinsic religiosity of youth. Youth-father attachment was not found to be related to intrinsic religiosity, nor was parental support of faith.
Based on his academic, personal, and professional background, Paver proposes "theological reflection as a method of integration, and pastoral supervision as a vehicle for facilitating theological reflection" (3) as the answers to how to integrate theory and practice in a theological education context. He admits that theological reflection and pastoral supervision are not new concepts. They have been included for many years in theological curricula. However, Paver criticizes these two concepts as having not been fully understood and recognized for their contribution in helping students to do integration. Thus, he explains in detail the theoretical basis and the practical application of these two concepts (chapters 2 and 3). Paver emphasizes the importance of experience in the process of theological reflection. The summary of Paver's own reflection is outlined in Appendix 1. Paver's intention, in this book, is not solely to clarify, but also to implement his claims in a formal education setting. He develops a course, the Theological Reflection Seminar, as a way to prove his claims (chapter 4). Then, he expands his scope to the area of developing new curriculum that accommodates the integration of theory and practice (chapter 5). The whole presentation of this book is centered on helping theological students to form their own theology as a way to deal with their current personal and ministry situations and to get them involved in "ongoing discovery when [their] circumstances change" (144). With its title "Setting the Scene," the first chapter portrays the "scene," which the whole proposal of the book attempts to address. It starts with a dis
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.