AbstrakArtikel ini dimaksudkan untuk menjelaskan gerakan PKI di Sulawesi Selatan tahun 1950 sampai 1965. Pokok persoalan dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika gerakan PKI di tengah buruknya situasi politik dan keamanan regional? Apakah terdapat interelasi hubungan yang dinamis dan saling memberi pengaruh antara PKI dengan kelompok politik lainnya? Bagaimana PKI mengimbangi kekuatan-kekuatan lokal sehingga mampu bertahan sebelum kehancurannya tahun 1965? Penelitian ini penting untuk melihat perubahan dan hubungan kekuasaan di tengah dinamika politik di daerah Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah kritis dengan melakukan analisis sumber dokumentasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa munculnya pemberontakan DT/II Kahar Muzakkar dan Permesta memengaruhi ritme gerakan PKI. PKI tidak dapat mengembangkan organisasinya di daerah pedalaman karena penetrasi DI/TII di daerah pedalaman menyebarkan agitasi bahwa PKI anti agama. Sementara di daerah kota, PKI mendapat tantangan dari militer dan elit birokrat yang umumnya dikuasai oleh bangsawan. Akibatnya, PKI gagal mendapatkan dukungan di Sulawesi Selatan pada pemilu 1955. Setelah DI/TII dan Permesta ditumpas gerakan PKI berkembang pesat dan mendapat dukungan luas dari para petani. Terdapat interelasi hubungan yang dinamis, berfluktiatif, saling memberi pengaruh antara PKI dengan kelompok politik lain dari satu periode ke periode lainnya. AbstractThis article is intended to explain PKI movement in South Sulawesi in 1950 – 1965. The main subject in this research is to know how the dynamics of the movement of the PKI in the middle of the bad political situation and regional security. Is there any dynamic interrelation relationship and mutual influence between the PKI with other political group? How does PKI offset local forces so that they can withstand before its destruction in 1965? This reasearch is important to overview the changes and the power relations in the middle of dynamics politics of South Sulawesi. The research method that is used in this rearch is critical history method with doing documentation source analysis and in depth interview. The result found that the rebellion of DT/II of Kahar Muzzakars and Permesta affected the rhytm of PKI movement. PKI could not evolve the organization in rural areas because of the penetration of DI / TII in the countryside that was spreading anti-religious agitation of PKI. Meanwhile in the city, PKI got challenged from the military and elite bureaucrats who were generally dominated by nobles. As a result, PKI failed to gain support in the South Sulawesi in 1955 elections. After DI / TII and Permesta exterminated, the PKI movement was growing rapidly and had a wide support from the peasants. There is a dynamic relationship interrelation, fluctuating, mutual influence between PKI with other political groups from one period to another period.
The political shift from the New Order regime to the reform era has basically given the ex-political prisoners (Tapol) wider space to reproduce traumatic memory in a formal form. In the New Order, the ex-Tapols produced their memory only in the family, and in the reform era, they transmitted their memory to the post-memory in a more open way. This article aims to examine the production and reproduction of memory by taking the case of two families of ex Tapols of PKI (Indonesian Communist Party) in South Sulawesi. By using historical methodology and emphasizing the process, this study proves that memory production of political prisoners was expressed through daily records, letters, and sketches. The memory was transmitted to the generation of post-memory through family stories, pictures and daily behavior. Furthermore, the generation of post-memory reproduces and re-translates the memory inheritance amid socio-political changes. This constellation indicates that during the New Order period, the memory of ex-Tapols only became part of domestic memory, then turned into public memory which was articulated openly in the reform era. However, there are different ways for political prisoners to produce and transmit their memory. The background of ex-tapol; education, family life, and activity in the past, has a significant influence on choices in determining the memory transmission model. ABSTRAKPergeseran politik dari rezim Orde Baru ke era reformasi pada dasarnya telah memberi ruang gerak lebih luas kepada eks tapol untuk mereproduksi memori trauma dalam bentuk formal. Jika era Order Baru produksi memori eks tapol hanya dalam lingkunga keluarga, maka di era reformasi mereka mentransmisikan memori ke post-memori dengan cara lebih terbuka. Artikel ini mencoba untuk melihat produksi dan reproduksi memori dengan mengambil kasus dua keluarga eks tahanan politik (Tapol) PKI di Sulawesi Selatan. Dengan menggunakan metodologi sejarah dan menekankan pada proses, studi ini membuktikan bahwa produksi memori tapol diekspresikan melalui catatan-catatan harian, surat-surat, dan sketsa. Memori tersebut kemudian ditransmisikan ke generasi post-memori melalui cerita-cerita keluarga, gambar dan prilaku seharihari. Selanjutnya, generasi post-memori mereproduksi dan menerjemahkan ulang warisan memori tersebut di tengah perubahan-perubahan sosial politik. Konteks ini mengindikasikan bahwa pada masa Orde Baru, memori eks tapol hanya menjadi bagian dari domestic memory, kemudian berubah menjadi public memory yang diartikulasikan secara terbuka di era reformasi. Akan tetapi, terdapat cara-cara yang berbeda setiap tapol dalam memproduksi dan mentransmisikan memorinya. Latar belakang eks tapol; Pendidikan, kehidupan keluarga, dan aktivitas di masa lalu, memberi pengaruh signifikan terhadap pilihan-pilihan dalam menentukan model transmisi memori.Kata kunci: memori, post-memory, tahanan politik, Sulawesi Selatan.
<p>Pergeseran politik dari rezim orde baru ke era reformasi pada dasarnya telah memberi ruang gerak lebih<br />luas kepada ilmuwan sosial terutama sejarawan untuk melakukan berbagai penelitian, termasuk tema<br />penelitian yang secara politik sensitif pada masa orde baru. Sejarah tahanan politik yang dilihat dari<br />berbagai perspektif di berbagai daerah mulai mendapat perhatian dan pelan-pelan menjadi alternatif<br />dari sejarah orde baru cendrung militeristik. Sejarah dari mereka yang tidak memiliki sejarah (people<br />without history) pada masa orde baru telah mendapat ruang di era reformasi. Tukisan ini mencoba<br />menganalisis sejarah alternatif Tanah Merah (Mongcongloe, Sulawesi Selatan). Melalui pengalaman<br />sehari-hari (daily experiences) masyarakat tahanan politik dalam kamp pengasingan yang mencoba<br />bertahan hidup di bawah perbudakan militer, artikel ini menangkap trayektori sejarah dari proses<br />dialektika antara kontrol militer orde baru di kamp tahanan Tanah Merah dengan respon yang diberikan<br />oleh masyarakat tahanan politik selama 1965-1978. Ada interelasi hubungan yang dinamis, berfluktiatif,<br />saling memberi pengaruh dari satu periode ke periode lainnya antara kontrol militer dengan respon<br />masyarakat tahanan politik.</p>
AbstrakPenelitian ini bertujuan menjelaskan kontrol pemerintah dan politik resistensi tahanan politik Partai Komunis Indonesia (PKI) pasca pembebasan dengan mengambil kasus pada komunitas tahanan politik Moncongloe di Sulawesi Selatan. Metode yang dipergunakan adalah metode sejarah, dengan tahap; pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber mencakup kritik eksteren yang menyangkut otentisitas atau keabsahan sumber dan kritik interen yang menyangkut kredibilitas atau bisa tidaknya sumber dipercaya, interpretasi atau penafsiran atas data, dan yang terakhir adalah penyajian kisah sejarah atau historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca pembebasan, persoalan komunitas tahanan politik Moncongloe tidak berakhir. Mereka dihadapkan pada kontrol pemerintah melalui perangkat konstitusi dan penjurusan negatif pada diri tahanan politik sebagai orang “tidak bersih lingkungan”. Akibatnya, melahirkan sebuah komunitas yang terpinggirkan dalam bidang sosial, politik dan ekonomi. Setelah reformasi, ruang perjuangan eks tahanan politik mulai terbuka lebar dengan berdirinya berbagai organisasi-organisasi yang memperjuangkan hak-hak mereka yang selama ini diabaikan oleh pemerintah. AbstractThis study aims to explain the control of the government and political resistance performed by post-released prisoners of Partai Komunis Indonesia (PKI). This is a case study of the Moncongloe community of political prisoners in South Sulawesi. The author conducted history method, covering heuristics (collecting sources), source criticism (including external criticism concerning the authenticity or validity of sources as well as internal criticism regarding the credibility of the sources, and interpretation of the data), and historiography (the presentation the story). The results showed that the issue of Moncongloe political prisoners has not come to an end even though they have already been released. The post-released prisoners are facing the government control through the constitution and negative image on political prisoners as not having "clean environment". As a result, they are socially, politically and economically marginalized. After the reform, they had a wide opportunity to struggle because there were many organizations established to fight for the rights of those who have been ignored by the government.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.