Indonesia merupakan negara rawan bencana, dilihat dari banyaknya kejadian bencana yang setiap tahun terjadi di Indonesia, baik itu bencana alam maupun bencana sosial. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah letusan gunung api, dikarenakan letak geografis Indonesia yang berada pada tiga lempeng, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng India. Salah satu kejadian bencana gunung api yang terjadi adalah letusan Gunung Raung di Provinsi Jawa Timur tahun 2015. Atas banyaknya kejadian bencana di dunia, maka seluruh negara bergabung dan menyusun sebuah kerangka dalam menghadapi dan menghindari, mengurangi resiko akibat terjadinya bencana yang tertuang di dalam Hyogo Frame Work, dimana di dalamnya terdapat kewajiban bagi setiap negara untuk berusaha dalam upaya pengurangan resiko bencana. Negara Indonesia dalam upaya mengurangi dampak bencana dan penanggulangan bencana diatur dalam UU no 24 tahun 2007 dimana dinyatakan bahwa setiap masyarakat berhak atas pendidikan, pelatihan, ketrampilan menghadapi bencana. Salah satu media yang dapat dipakai dalam usaha mengurangi resiko bencana adalah dengan memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi (TI), yaitu dengan adanya Smartphone atau Handphone Canggih, dimana salah satu fitur yang banyak dipakai oleh masyarakat adalah media sosial. Media sosial adalah media yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dua arah, pada dua orang atau lebih, dan media sosial yang paling digemari di Indonesia adalah Facebook (FB), yang sampai pada saat ini hanya digunakan untuk berkomunikasi. Pengguna FB sangat beragam salah satunya adalah Guru. Dalam hal ini menggabungkan antara profesi Guru sebagai ujung tombak pendidikan dan pemanfaatan FB sebagai media KI kesiapsiagaan menghadapi bencana, diharapkan mampu menjadi orang yang dapat memberi informasi dan mendidik masyarakat sekitar. Dengan pemberian intervensi modul bencana gunung api kepada guru khususnya guru SD diharapkan akan memberikan pondasi pendidikan kepada murid, murid memberi tahu oang tua, orang tua dapat memberi tahu orang sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu modul pembelajaran yaitu suatu pendekatan, strategi pembelajaran guna meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana Gunung Raung, yang sesuai untuk guru dan bisa diaplikasikan menggunakan media FB.Kata kunci: Guru, Modul, Kesiapsiagaan gunung api, Facebook
Background: Anesthesia service for emergency surgery aims to provide anesthesia depth quickly and adequately for surgery. A preliminary survey from October to December 2017 in the elective operating room of Dr. Soetomo Hospital revealed that more than 30% patients spent more than 60 minutes between arrival in operating room and surgical manipulations. Meanwhile, the international benchmark time is less than 45 minutes. Objective: To analyze the Anesthesia Ready Time (ART) in anesthesia service in the emergency surgery room of Dr. Soetomo Hospital, Surabaya. Methods: 254 subjects with patient status ASA 1-4 who underwent emergency surgery in Dr. Soetomo Hospital during April 2018 were involved in this study.. Time was recorded since monitor installation, anesthesia induction, invasive procedure installation, and declaration of patient readiness for surgical manipulation. Difficulties and obstacles that occur since monitor installation until declaration of readiness for surgery were alsorecorded. Results: ART in the emergency surgery room of Dr. Soetomo Hospital is 22.73 minutes for PS ASA 1; 22.98 minutes for PS ASA 2; 29.14 minutes for PS ASA 3; 25.00 minutes for PS ASA 4; 23.34 minutes for SAB; 36.67 minutes for epidural; 21.71 minutes for Arterial Blood Pressure (ABP) installation; and 21.25 minutes for CVC installation. Factors influencing ART length were waiting operator arrival (42.5%), installation of invasive anesthesia procedures (7.3%), and waiting for arrival of senior resident accompany anesthesia induction process (5.2%). Conclusion: ART in emergency surgery room at Dr. Soetomo Hospital has approached the international benchmark. ABSTRAKLatar Belakang: Pelayanan anestesi untuk operasi darurat bertujuan memberikan kedalaman anestesi secara cepat dan adekuat untuk dilakukan pembedahan. Survei pendahuluan di kamar operasi elektif RSUD Dr. Soetomo pada Oktober hingga Desember 2017 menunjukkan bahwa pada lebih dari 30% pasien, waktu sejak masuk kamar operasi hingga manipulasi pembedahan mencapai lebih dari 60 menit, sedangkan waktu benchmark internasional adalah kurang dari 45 menit. Tujuan: Untuk menganalisis Anesthesia Ready Time (ART) dalam pelayanan anestesi di kamar operasi darurat IGD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Metode: 254 subyek dengan Pasien Status (PS) ASA 1-4 yang menjalani operasi darurat di RSUD Dr. Soetomo selama April 2018 yang terlibat dalam penelitian ini. Waktu dicatat sejak pemasangan monitor, waktu induksi anestesi, waktu pemasangan prosedur invasif, dan deklarasi pasien siap dilakukan manipulasi bedah. Kesulitan dan kendala yang terjadi dari pemasangan monitor hingga deklarasi siap operasi juga dicatat. Hasil: ART di kamar operasi darurat IGD RSUD Dr. Soetomo 24,00 menit untuk PS ASA 1;22,08 menit untuk PS ASA 2;29,03 menit untuk PS ASA 3;25,00 menit untuk PS ASA 4;23,34 menit untuk Sub Arachnoid Block (SAB); 36,67 menit untuk epidural; 21,71 menit untuk pemasangan ABP ; dan 21,25 menit untuk pemasangan Central Venous Catheter (CVC). Faktor yang mempengaruhi lamanya ART adalah menunggu...
The quality of basic life support training given by medical students to the public, using methods from the Faculty of Medicine, Airlangga University, appears to be effective. There is hope that it will affect the success rates of resuscitation by non-medical personnel. This study uses a quasi-experimental design, with total subjects of 1,378 persons. We compared the level of attitudes using a pre-post test, then linked this to the skill level in performing basic life support after training. The correlation test results show a significant relationship between attitude and skill. Basic life support training for non-medical personnel, using methods from the Faculty of Medicine at Airlangga University, enhances the level of attitude and skill of all participants. 26
Background: Thoracic trauma causes 20% of all deaths from trauma. One that has high morbidity and mortality is flail chest and the sternum fracture is a small part of the cause of flail chest. Given its extremely rare occurrence, a sternum fracture is often a forgotten diagnostic trap in flail chest. Case Report: There were 2 cases reported with thoracic trauma. The first case is multitrauma with 50 Injury Severity Score (ISS), head trauma, abdominal trauma and limb trauma. After hemodynamic stabilization for 3 days, the patient is difficult to wean from mechanical ventilation. After no longer found a source of bleeding and hemodynamically stable patients were immediately prepared for emergency surgery and the cause was found to be a sternum fracture that was not identified before. The second case is thoracic trauma with ISS 17, clinically seen as flail chest and normal anteroposterior chest X-ray. After continued CT scan thorax found a sternum fracture that causes inadequate breathing. External fixation was immediately carried out and the results were satisfactory. Discussion: Sternum fractures are often caused by severe anterior thoracic trauma mechanisms and can cause flail chest manifestations so as to increase morbidity and mortality even more so when accompanied by trauma to other organ systems and the use of long-term mechanical ventilators and sepsis. The incidence of sternum fractures is very rare and lateral chest X-rays in cases of trauma are also rarely performed so that sternum fractures are often not identified. By knowing the mechanism of trauma, clinical symptoms that do not match the antero-posterior chest X-ray picture and the difficulty of weaning from mechanical ventilation, the use of ultrasound for screening is expected to help avoid the trap of late identification of sternal fractures. Conclusion: In thoracic trauma with a chest failure, early diagnostics followed by 43 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 Jurnal Anestesiologi Indonesia external fixation will reduce morbidity and mortality in patients with sternal fractures. ABSTRAKLatar Belakang: Trauma toraks menyebabkan 20% dari semua kematian akibat trauma. Salah satu yang memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi adalah flail chest dan fraktur sternum merupakan sebagian kecil dari penyebab flail chest. Mengingat kejadiannya yang sangat jarang maka fraktur sternum sering menjadi jebakan diagnostik yang terlupakan pada flail chest. Laporan Kasus: Terdapat 2 kasus yang dilaporkan dengan trauma toraks. Kasus pertama adalah multitrauma dengan Injury Severity Score (ISS) 50, trauma kepala, trauma abdomen dan trauma ekstremitas. Setelah dilakukan stabilisasi hemodinamik selama 3 hari, pasien sulit disapih dari ventilasi mekanik. Setelah tidak ditemukan lagi sumber perdarahan dan hemodinamik stabil pasien segera disiapkan operasi darurat dan ditemukan penyebabnya adalah fraktur sternum yang tidak teridentifikasi sebelumnya. Kasus kedua adalah trauma toraks dengan ISS 17, secara klinis tampak flail chest dan foto toraks antero-posterior yang normal. S...
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.