ABSTRAKKanker payudara merupakan kanker paling umum pada wanita di seluruh dunia dan merupakan kanker paling banyak terjadi pada wanita. WHO telah merekomendasikan klasifikasi IMT termasuk derajat underweight atau overweight berhubungan dengan peningkatan risiko beberapa penyakit tidak menular. Differensiasi tingkat keganasan untuk kanker payudara, menggunakan kriteria WHO yaitu system grading Nottingham (juga disebut modifikasi Elston_Ellis dari sistem grading Scarff-Bloom-Richardson). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Index Massa Tubuh dengan Grading pada kanker payudara. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain Cross Sectional untuk mempelajari hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Grading kanker payudara. Karaktersitik berdasarkan umur minimum 28 tahun dan usia maksimum 64 tahun, berat badan pasien minimum 40 kg dan maksimum 75 kg. Tinggi badan pasien minimum 141 cm dan maksimum 163 cm,skor IMT minimum 17.22 dan maksimum 31.18. Berdasarkan IMT dalam kategori Underwight ada 2 orang (6,7%), IMT dalam kategori normowight ada 18 orang (60,0%), dan pasien dengan IMT dalam kategori overwight ada 10 orang (33.3%), dengan demikian responden mayoritas dengan hasil pengukuran IMT dalam kategori normowight. Derajat diferensiasi sel dalam kategori Grade I ada 2 orang (6,7%), derajat diferensiasi sel dalam kategori Grade II ada 8 orang (26,7%), dan derajat diferensiasi sel dalam kategori Grade III ada 20 orang (66.7%), dengan demikian responden mayoritas dengan hasil pengukuran derajatdiferensiasiseldalam kategori Grade III. Pasien dengan grading kanker payudara grade 1 dengan IMT underweight ada 1 orang dan normowight ada 1 orang, pada grading kanker payudara grade II yang normoweight ada 7 orang dan overweight ada 1 orang, dan pada grading kanker payudara grade III dengan IMT underweight ada 1 orang normoweight ada 10 orang dan overweight ada 9 orang. IMT overwight lebih berisiko terhadap tingginya grade pada grading kanker payudara, nilai koefisen korelasi sebesar 0,396 dengan nilai p=0,045 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara Index Masa Tubuh dengan Grading pada kanker payudara. Kata Kunci: Kanker Payudara, Index Masa Tubuh, Differensiasi Histopatologi ABSTRACT Breast cancer is the most common cancer in women worldwide and is the most common cancer in women. WHO has recommended the classification of IMT including underweight or overweight degree related to increased risk of some non-infectious diseases. Differentiation of malignancy stages for breast cancer, using the WHO criteria of Nottingham's grading system (also called Elston_Ellis modification of the Scarff-Bloom-Richardson grading system). This study aims to determine the relationship of Body Mass Index with Grading on breast cancer. This study is an analytic observational study with Cross Sectional design to study the relationship of Body Mass
Peningkatan berat badan atau Body Mass Index (BMI) bisa meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita gemuk dengan kanker payudara berisiko 30% lebih tinggi mengalami rekurensi dan 50% lebih tinggi berisiko mengalami kematian akibat kanker payudara dibandingkan wanita dengan berat badan normal. Obesitas pada pasien kanker payudara dengan reseptor hormonal negatif dan HER-2 memiliki prognosis yang lebih buruk. Kami ingin mengetahui hubungan obesitas dengan reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/Neu pada pasien kanker payudara di RS X Surakarta. Subjek penelitian adalah wanita pra dan pasca menopause yang diperiksa di Klinik Bedah Onkologi RS X Surakarta, dengan total sampel sebanyak 105 orang. Sampling kebetulan digunakan sebagai teknik pengambilan sampel. Jenis penelitian ini adalah analisis korelasi dengan desain penelitian cross sectional. Sumber data primer dikumpulkan dengan pengukuran langsung tinggi badan, berat badan, dan pemeriksaan reseptor hormonal dan HER-2/Neu dengan Immunohistokimia (IHC) dari biopsi langsung Jaringan payudara responden. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik non parametrik karena data ordinal dan menggunakan analisis korelasi untuk mendapatkan hubungan antara 2 jenis variabel. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara obesitas dengan reseptor estrogen positif (RE) dan ekspresi reseptor HER-2/Neu. Namun, ada hubungan yang signifikan antara ekspresi obesitas dan ekspresi progesteron positif (RP). Tidak ada hubungan yang signifikan antara obesitas dengan reseptor hormon ER (p= 0,991 dan OR1,005) dan ekspresi hormon HER-2/Neu (p= 0,853 dan OR 1,007). Namun, ada hubungan yang signifikan antara obesitas dengan reseptor hormonal PR (p= 0,026 dan OR 2,46). Kata kunci: kanker payudara, obesitas, reseptor hormonal, ekspresi HER-2/Neu
Background: One of the goals of colorectal cancer surgery is to facilitate the digestive tract to function properly. Surgery performed can lead new problems such as infection, sepsis, postoperative pain, and nausea vomiting. Modulation of perioperative nutrition of intestinal microbiota such as probiotics is more and more applied as a strategy to reduce complications of elective surgical infection and accelerate the improvement of gastrointestinal symptoms such as flatus and defecation. The purpose of this study was to analyze the effect of giving probiotics on digestive function in patients after colorectal cancer surgery. Subjects and Methods:The subjects of this study were postoperative patients with colorectal cancer, with a total sample of 20. The sampling technique used non-random sampling. This type of the study is quasi experimental design with Post-test Only Control Design method. In this design, the sample is divided into two groups namely, group I was given probiotics and group II was not given probiotics then the follow up treatmen was conducted to assess the effect on the digestive function of patients after colorectal cancer surgery. Results: The majority of post-operative colorectal cancer patients were> 50 years (85%). The sex of post operative patients with colorectal cancer balanced between men and women, which was equally 50%. There was a significant difference between intestinal bowel surgery after colorectal cancer surgery which was given probiotics with no probiotics given (p <0.05). Similarly, post operative flatus colorectal cancer patients also had significant differences with the values (p <0.05). As for the defecation patients of post-surgery colorectal cancer , there was also a significant difference between the defecation patients of post-surgery of colorectal cancer surgery given probiotics and those not given probiotics with values (p <0.05). Conclusion: statistically, there was an effect of giving probiotics to digestive function including bowel sound, flatus, and defecation of post-surgery patient of colorectal cancer.
ABSTRAKApendisitis menjadi salah satu kasus bedah abdomen yang paling sering terjadi di dunia.Apendisitis perforasi berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Peradangan akut pada apendiks perforasi memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi berbahaya. Tindakan pascabedah sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi lanjutan. Pemasangan drain diharapkan mampu menurunkan risiko komplikasi abses intra-abdominal, meskipun demikian, drain intraabdomen setelah operasi apendisitis dalam kasus apendisitis perforasi masih kontroversi. Ada beberapa ahli bedah yang memilih untuk tidak memasang drain pasca bedah. Penelitian ini untuk mengetahui ada perbedaan penggunaan drain dan tanpa penggunaan drain intra abdomen terhadap lama perawatan pascaoperasi laparotomi apendisitis perforasi. Subjek penelitian ini adalah pasien apendisitis perforasi yang pasca-apendiktomi, dengan total sampel 20. Teknik sampling menggunakan random sampling. Jenis penelitian ini desain eksperimen semu (quasi experiment) dengan metode Posstest-Only Control Design. Dalam rancangan ini sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok I dilakukan pemasangan drain intra abdomen dan kelompok II tidak dilakukan pemasangan drain kemudian dilakukan follow up untuk menilai lamanya perawatan pascaoperasi pada apendisitis perforasi. Mayoritas pasien pascaoperasi apendisitis perforasi berumur antara 40-60 tahun (45%). Penyembuhan luka dan terjadinya komplikasi pasien pascaoperasi apendisitis perforasi baik yang dipasang drain maupun yang tidak dipasang drain semuanya mengalami proses penyembuhan luka dengan baik (100%) dan tidak ada yang mengalami komplikasi (100%). Lama perawatan pasien tanpa dipasang drain tercepat perawatan 4 hari dan paling lama 6 hari, sedangkan yang dipasang drain cenderung lebih lama, yaitu tercepat 5 hari dan terlama 8 hari. Ada perbedaan yang signifikan antara lama perawatan pasien pasca operasi apendisitis perforasi dengan yang dipasang drain dengan yang tidak dipasang drain dengan nilai p=0,001. Secara statistik terdapat hubungan yang sangat signifikan antara lama perawatan pasien pascaoperasi apendisitis perforasi dengan yang dipasang drain dengan yang tidak dipasang drain. Kata Kunci: Drain Apendisitis Perforasi, Lama Perawatan
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.