Latar belakang. Infeksi saluran pernapasan akut merupakan suatu permasalahan penyakit infeksi yang umum terjadi yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Di Amerika Serikat, pasien yang datang berobat dengan gejala ISPA menerima resep antibiotik. Peresepan antibiotik pada anak-anak muncul dengan perkiraan berjumlah 421 resep per 1000 populasi. Frekuensi pemberian antibiotik yang terus meningkat dapat meningkatkan peluang insiden penggunaan antibiotik yang tidak rasional yang mengakibatkan timbulnya bakteri yang resisten.Tujuan. Untuk mengetahui hubungan penggunaan antibiotik dengan kekambuhan ISPA pada balita di layanan primer Kota Ternate tahun 2022.Metode. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan cross sectional, melibatkan 161 sampel yang diambil dengan teknik random sampling dari total populasi, dan dilakukan uji analisis chi square dan uji statistik SPSS.Hasil. Dari total 161 sampel yang dianalisis, diperoleh hasil penggunaan antibiotik pada balita yang terdiagnosis ISPA sebanyak 65,8% dan balita yang mengalami kekambuhan 49,7%. Hasil uji Chi square diperoleh nilai p value 0,040 (p=<0,05).Kesimpulan. Adanya hubungan bermakna antara penggunaan antibiotik dengan kekambuhan ISPA pada balita.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan secara umum oleh infeksi mikroorganisme yang dikenal sebagai sumber morbiditas dan mortalitas penyakit menular pada saluran pernapasan baik atas (ISPaA) maupun bawah (ISPbA). Terapi pada infeksi saluran napas pada umumnya adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien terdiagnosis ISPbA pada rumah sakit di Kota Ternate. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengambilan data secara observasinal retrospektif. Sampel penelitian berjumlah 38 rekam medis pasien terdiagnosis ISPbA. Hasil penelitian menunjukkan penderita ISPbA lebih banyak diderita oleh laki-laki (57,9%) dengan kelompok umur 18-65 tahun (60,6%) dan diagnosis terbanyak adalah Pneumonia (73,7%). Penggunaan antibiotik terbanyak adalah antibiotik ceftriaxone (42,1%), diikuti antibiotik Levofloxacin dan kombinasi Cefotaxime-Gentamycin yang masing-masing (15,8%). Antibiotik yang paling sedikit digunakan adalah Azytromysin (1%). Dapat disimpulkan bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan adalah ceftriaxone yang merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ke-3. Dari hasil ini terlihat bahwa ceftriaxone dapat menjadi pilihan terapi pada pasien terdiagnosis ISPbA.
Penelitian ini berjudul : “Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler Pada Mahasiswa Baru Program Studi Ilmu Kelautan Tahun Ajaran 2019/2020 Di Universitas Khairun”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada mahasiswa baru program studi Ilmu Kelautan tahun ajaran 2019/2020 di Universitas Khairun Penelitian akan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Tempat penelitian di Klinik Pratama Universitas Khairun dan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2019. Populasi penelitian adalah Mahasiswa Baru Program Studi Ilmu Kelautan tahun ajaran 2019/2020 dengan sampel penelitian berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik wawancara dan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan berupa data primer.Kata Kunci : Faktor Resiko Kardiovaskuler , Mahasiswa, Ilmu Kelautan, Universitas Khairun
Introduction: Pseudomonas aeruginosa is an opportunistic pathogen and causes of nosocomial infections in hospitals. Due to high antibiotic resistance and the ability to develop new resistance during antibiotic treatment, Pseudomonas aeruginosa infection is difficult to eradicate because the physical treatment becomes difficult and ineffective. This study was conducted to evaluate the antibiotic sensitivity pattern of Pseudomonas aeruginosa strains at two different hospital in Makassar. Methods: This study is a cross-sectional study from March to May 2021. The research samples were taken from the results of culture and antibiotic sensitivity tests conducted at two different hospital, Hasanuddin University Hospital and Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital for the period January 1 to September 30, 2019. A total of 84 samples were cultured and tested for antibiotic sensitivity of Pseudomonas aeruginosa. Results: Antibiotic sensitivity of Pseudomonas aeruginosa was best with aminoglycoside antibiotics, gentamicin (100%) at Hasanuddin University Hospital and amikacin (95.8%) at Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital. At Hasanuddin University Hospital followed by antibiotics amikacin (92.3%) and meropenem (84.6%). At Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital, Pseudomonas aeruginosa also showed good sensitivity to gentamicin (91.5%) and meropenem (77.5%). The sensitivity of Pseudomonas aeruginosa was lowest to piperacillin/tazobactam. Conclusions: This study shows that the level of effectiveness of the antibiotics meropenem, amikacin and gentamicin is high enough and it can be used as a treatment option in Pseudomonas aeruginosa infection. This study can help as a reference to prevent mortality and morbidity associated with Pseudomonas aeruginosa infection.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.