No abstract

A good public space must be accommodative for everyone included the marginal, the forgotten, the silent (Badshah, 1996), and an undesirable people. "Cities for the Citizen '(Douglas & Friedmann, 1998) serves a slogan. Accommodative public space for marginal people and marginal activities can be created when physical aspects of space can accommodate the space needs of the Forgotten (Badshah, 1996). Thus, the society will be educated to learn and share, to respect the rights of other users in the city, and consequently the physical quality of the visual city will be better because there are no annexation of space and overlapping activities.

<span style="color: #444444; font-family: HelveticaNeue, 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 11.9px; line-height: 21px;">Kota Semarang merupakan daerah pantai atau daerah pesisir yang terletak di dataran rendah, dan dialiri beberapa sungai penting, seperti Kali Semarang, Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur, serta sungai-sungai yang lain. Sejak jaman pendudukan Belanda, banjir sudah menjadi fenomena alam dan bencana tahunan di Kota Semarang. Banjir genangan dan banjir pasang air laut, menggenangi bagian utara dan bagian tengah Kota Semarang, termasuk Kawasan Perdagangan Johar Semarang. Kawasan perdagangan Johar Semarang merupakan pusat perdagangan regional yang mendapat ancaman banjir dan rob setiap tahunnya. Ancaman banjir dan rob ini akan sangat mempengaruhi kebertahanan aspek ekonomi kawasan yang ada sebagai pusat komersial dan jasa. Tidak bagusnya infrastruktur kawasan serta penurunan muka tanah juga memberi pengaruh terhadap kontinuitas banjir dan rob ini. Kondisi kawasan yang semakin kumuh, tenggelam, dan mengalami degradasi fisik visual menjadi alasan untuk ditinggalkan. Bangunan konservasi menjadi rusak, dan kawasan  semakin kehilangan identitasnya. Untuk itulah, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi dan masalah kawasan rawan banjir di Semarang , ditinjau dari aspek fisik dan non fisik. Dari pemetaan potensi dan masalah kawasan rawan banjir dan analisis pendukung lain, diharapkan bisa disusun dari model pengaruh banjir dan rob  terhadap kebertahanan aspek ekonomi kawasan. </span><span style="color: #444444; font-family: HelveticaNeue, 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 11.9px; line-height: 21px;">Kota Semarang merupakan daerah pantai atau daerah pesisir yang terletak di dataran rendah, dan dialiri beberapa sungai penting, seperti Kali Semarang, Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur, serta sungai-sungai yang lain. Sejak jaman pendudukan Belanda, banjir sudah menjadi fenomena alam dan bencana tahunan di Kota Semarang. Banjir genangan dan banjir pasang air laut, menggenangi bagian utara dan bagian tengah Kota Semarang, termasuk Kawasan Perdagangan Johar Semarang. Kawasan perdagangan Johar Semarang merupakan pusat perdagangan regional yang mendapat ancaman banjir dan rob setiap tahunnya. Ancaman banjir dan rob ini akan sangat mempengaruhi kebertahanan aspek ekonomi kawasan yang ada sebagai pusat komersial dan jasa. Tidak bagusnya infrastruktur kawasan serta penurunan muka tanah juga memberi pengaruh terhadap kontinuitas banjir dan rob ini. Kondisi kawasan yang semakin kumuh, tenggelam, dan mengalami degradasi fisik visual menjadi alasan untuk ditinggalkan. Bangunan konservasi menjadi rusak, dan kawasan  semakin kehilangan identitasnya. Untuk itulah, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi dan masalah kawasan rawan banjir di Semarang , ditinjau dari aspek fisik dan non fisik. Dari pemetaan potensi dan masalah kawasan rawan banjir dan analisis pendukung lain, diharapkan bisa disusun dari model pengaruh banjir dan rob  terhadap kebertahanan aspek ekonomi kawasan. </span>

Disaster is one of the most significant global challenges confronting the society and environment in recent days. It poses a threat to the cultural heritage of conservation areas, including Malay Kampung (Kampung Melayu) Semarang. Today, it is experiencing physical, social and economic degradation, triggered by environmental factors and disasters such as flooding. This research therefore aims to identify the areas of residual disasters and monitor its impact on spatial expression and the resilience patterns. New adaptation and spatial expression develop when there is prolonged contact between flood disaster and the environment. Hence, a spatial expression transformation due to disaster adaptation occurs this expression is a type of resiliency pattern vulnerable in the area. During flood disasters, this pattern is essential to observe and understand the resiliency along with the sustainability of the cultural heritage of these affected areas. This research used qualitative method, Descriptive analysis technique conducted in this study to determining the research area delineation, identifying phenomena of flood disasters in Malay Kampung Semarang, analyzing spatial expression of Malay Kampung Semarang, and determining flood effects on spatial expression. Banjar Kampung was then chosen to represent the entire Semarang Malay Kampung. The spatial expression affected the building conditions, resulting in damage to some inhabited and non-inhabited buildings though some were not severely affected (are in good condition), and however, the buildings can be renovated. Out of the 57 buildings, in the region, 41 are in good condition and 16 others are in damaged condition. The result obtained from the study indicated that the flood phenomenon that occurred is now improved. The occurrence, depth, affected areas and duration of flood has improved as shown in this study.

No abstract