Perubahan global dari pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) dapat mengganggu layanan penyelamatan hidup yang kritis seperti imunisasi rutin, sehingga meningkatkan kerentanan populasi terhadap wabah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Ketika kasus COVID-19 meningkat dan pemerintah menerapkan pembatasan sosial, kunjungan pasien rawat jalan menurun secara signifikan. Hal ini mengakibatkan penurunan angka imunisasi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil capaian imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan sebelum dan selama pandemi COVID-19, profil capaian imunisasi rutin di 34 provinsi serta hubungannya dengan status zona risiko pandemi. Data yang dianalisis pada studi observasional deskriptif dengan desain potong lintang ini adalah laporan rutin pelayanan imunisasi Sub Direktorat Imunisasi, Kementerian Kesehatan RI. Kajian terhadap capaian imunisasi 34 provinsi menunjukkan terjadi penurunan praktik pelayanan imunisasi dasar sebesar -17,0% (p < 0,0005) dan imunisasi lanjutan -12,9% (p < 0,0005) dibandingkan sebelum masa pandemi. Uji statistik menyatakan profil capaian imunisasi dasar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) terhadap peningkatan kasus di suatu wilayah, namun berkorelasi lemah berlawanan (-0,5 < r < -0,3). Penurunan cakupan imunisasi lanjutan yang terjadi selama pandemi COVID-19 berkorelasi sangat lemah berlawanan (r > -0,3) dan tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p > 0,05) dengan zona risiko pandemi. Dalam situasi pandemi, petugas kesehatan dihadapkan pada tantangan tambahan untuk mempertahankan dan memperkuat imunisasi rutin seperti kondsi sebelum pandemi. Peningkatan upaya komunikasi mengenai pentingnya vaksinasi akan bermanfaat, karena efek pandemi COVID-19 telah menyoroti ancaman penyakit menular dan meningkatkan kesadaran akan praktik imunisasi rutin. The global progression of the coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic may disrupt critical life-saving services such as routine immunization, thus increasing the susceptibility of population to outbreaks of vaccine-preventable diseases (VPDs). As COVID-19 cases increased and government implemented stay-at-home orders, outpatient visits declined significantly. This condition may decrease the rates of childhood immunization. This study aims to determine the profile of basic immunization and follow-up immunization achievements before and during the COVID-19 pandemic, the profile of routine immunization outcomes in 34 provinces and their relationship to the pandemic risk zone status. The data analyzed in this descriptive observational study with a cross-sectional design were routine reports on immunization services at Sub Directorate of Immunization, MoH. Profile on immunization coverages showed a decrease in basic immunization service practices by -17.0% (p <0.0005) and advanced immunization -12.9% (p <0.0005) compared to before the pandemic period. Statistical test showed that the basic immunization achievement profile had a statistically significant relationship (p <0.05) with the increase in cases in a region, but had a weak correlation (-0.5 <r <-0.3). The decrease in advanced immunization had a very weak correlation (r> -0.3) and had no statistically significant relationship (p> 0.05) with an increase in COVID-19 cases. During pandemic situation, health providers are presented with the additional challenge of maintaining and strengthening routine vaccination as previously done before pandemic. Increasing communication efforts regarding the importance of vaccination will be worthwhile, as the effect of the COVID-19 pandemic has highlighted the threat of an infectious disease and has increased awareness of the routine immuization practices.
Background Despite the reduction phenomenon of asthma
Belum adanya Unit Pengelola Air Susu Ibu (ASI) atau Bank ASI di Indonesia, membuat pendonor ASI menggunakan media sosial sebagai jalur informal untuk berbagi ASI. Artikel ini memperlihatkan karakteristik pendonor ASI dalam praktik berbagi ASI di media sosial karena belum banyak studi yang mengangkat topik ini. Studi ini memiliki desain deskriptif potong lintang dan pengambilan total sampel dilakukan dengan menyebarkan tautan Google form kepada responden yang melakukan praktik berbagi ASI di media sosial. Dari total 154 responden pada studi ini, 79 (51,3%) responden memilki satu orang anak, 125 (81,2%) responden penelitian memiliki gelar S1, 104 (67,5%) responden statusnya bekerja dan 112 (72,7%) pendonor ASI mengetahui manfaat mengenai pasteurisasi ASI. Dalam hal mengenali penerima donor ASI, metode yang paling banyak digunakan adalah dengan menelusuri latar belakang para penerima donor dan dilakukan oleh 105 (68,2%) responden. Sebanyak 139 (90,3%) responden menginformasikan riwayat konsumsi obat/suplemen dan 113 (73,4%) pendonor menginformasikan mengenai riwayat penyakit kronis mereka kepada pendonor ASI. Agama juga memerankan hal penting dalam praktik berbagi ASI sehingga 139 (90,3%) responden menginformasikan hal tersebut. Profil pengguna media sosial yang melakukan praktik mendonorkan ASI di Indonesia sesuai dengan studi yang telah dilakukan di luar negeri. Pemahaman pendonor ASI sudah cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi terutama mengenai penyakit yang ditularkan melalui ASI, keterlibatan tenaga kesehatan dan penanganan ASI yang baik.
Latar belakang. Berbagi Air Susu Ibu (ASI) menjadi alternatif solusi apabila ibu tidak bisa menyusui. Penggunaan ASI donor di Indonesia meningkat 3-5 kali lipat tahun 2007-2012, dan sering dilakukan melalui media daring karena tidak adanya bank ASI. Tujuan. Penelitian ini ingin mengenali karakteristik pengguna media daring dan mengetahui pemahaman pendonor/penerima ASI donor terhadap kaidah praktik berbagi ASI. Metode. Penelitian deskriptif ini memiliki desain potong lintang dan pengambilan sampel dilakukan dengan menyebarkan tautan Google Form kepada responden yang melakukan praktik berbagi ASI di media daring seperti Instagram, Facebook, Twitter dan WhatsApp pada bulan November 2020 sampai dengan Januari 2021.Hasil. Responden terdiri dari 154 pendonor dan 22 penerima ASI donor, 51,7% di antaranya baru memiliki anak pertama, 77.8% menyandang gelar S1 dan 69% responden adalah ibu bekerja. Dalam hal mengenali pihak pendonor/penerima, 68.2% pendonor dan 90.9% penerima ASI donor menelusuri latar belakang para penerima/pendonor. Jenis kelamin dan agama merupakan informasi yang diberikan 94,8% dan 90.3% pendonor serta ingin diketahui oleh 81,8% dan 72.7% penerima. Kesimpulan. Profil pengguna media daring yang melakukan praktik berbagi ASI di Indonesia terbanyak adalah ibu satu anak, berpendidikan S1 dan bekerja. Pemahaman terhadap kaidah praktik berbagi ASI masih perlu ditingkatkan lagi.
Perkembangan kognitif anak salah satunya dapat ditunjang dengan pemberian ASI eksklusif. ASI mengandung asam lemak Arachidonic acid (AA) dan Docosehaxaenoic acid (DHA) yang dibutuhkan untuk perkembangan otak. Tujuan studi ini untuk mengetahui gambaran perkembangan kognitif pada bayi usia 3-24 bulan di Puskesmas Grogol Petamburan Jakarta Barat yang mendapatkan ASI eksklusif dan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif serta mengetahui hubungan anatara pemberian ASI eksklusif terhadap perkembangan kognitif pada bayi usia 3-24 bulan. Studi analitik observasional dengan desain cross-sectional ini dilakukan pada 109 nayi usia 3-24 bulan yang dipilih dengan teknik non probability sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara berdasarkan kuesioner dan formulir Denver Developmental Screening Test (DDST) yang berisi pertanyaan mengenai identitas pasien, riwayat pemberian ASI eksklusif, interaksi ibu dan anak serta pertanyaan seputar perkembangan anak dalam aspek bahasa, sosial kemandirian, motorik halus dan motorik kasar. Dari 109 responden terdapat 70 anak mendapatkan ASI eksklusif dan 39 anak tidak mendapatkan ASI eksklusif. Hasil studi mendapatkan 12,8% anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki perkembanghan kognitif abnormal. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan kognitif anak dengan nilai p= 0,110 pada uji Fisher’s Exact Test dan rasio prevalens 3,824 yang berarti responden yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki prevalensi 3,824 kali lebih tinggi untuk mengalami perkembangan kognitif yang abnormal dibandingkan yang mendapat ASI eksklusif. Kesimpulan dari studi ini adalah pemberian ASI eksklusif tidak bermakna secara statistik tetapi bermakna secara epidemiologi dalam mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia 3-24 bulan di Puskesmas Grogol Petamburan Kota Jakarta Barat.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.