ABSTRAKPampang merupakan sebuah tempat yang didaulat menjadi sebuah desa wisata budaya di Kota Samarinda Kalimantan Timur. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan yang dilakukan oleh sebagian penduduknya yaitu berkesenian. Setiap hari minggu pukul 14.00 Wita di Lamin, diadakan sebuah pertunjukan tari tradisi suku Dayak Kenyah yang diiringi oleh tiga buah sape atau sapeq. Eksistensi kegiatan ini menjadi cikal bakal terbentuknya Desa Wisata Budaya Pampang. Sebuah pelembagaan kuat yang mampu mengonstruksi sebuah desa memiliki predikat "desa budaya". Pada penelitian ini, penulis membahas tentang proses dan dinamika akibat pelembagaan di Desa Budaya Pampang menggunakan pendekatan fase kebudayaan van Peursen dan analisis komodifikasi, industri budaya oleh mazhab Frakfurt dan juga mediatisasi. Kata kunci: proses, transformasi, pelembagaan, Desa Wisata Budaya Pampang ABSTRACT Pampang is a cultural tourism village in
Mamanda Kutai was a traditional theatre which owned by Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Now, Kutai Kartanegara just has one group of Mamanda Kutai, namely Mamanda Panji Berseri. Typically of Mamanda Kutai, there is Ladon (pantun that we humming) first of the show. This research aims to know the characterization text (theme-rheme ) musically from Ladon. The study used a qualitative approach analysis descriptive. This research uses Linguistic Functional Systemic (LFS) approach and musicology. Pantun that made become lyrics, Ladon have Theme and rheme. The Pantun have four-line and every line have four words. Ladon was sung by adding some words to follow the central melody. The structure or arrangement of the word sung (Ladon) is different from the original Pantun. In structure, musical use the musicology approach to variable or characteristic melody. Abstrak: Mamanda Kutai merupakan teater tradisional yang dimiliki oleh Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Saat ini, Kutai Kartanegara tinggal memiliki satu kelompok Mamanda Kutai, yaitu Mamanda Panji Berseri. Ciri khas Mamanda Kutai, yaitu adanya Ladon (pantun yang disenandungkan) pada awal pertunjukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik teks (tema-rema) dan musikal pada Ladon. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dan Musikologi. Pantun yang dijadikan lirik Ladon memiliki tema dan rema. Pantun tersebut memiliki empat baris dan setiap barisnya memiliki empat kata. Ladon dinyanyikan dengan menambahkan beberapa kata mengikuti melodi utama. Struktur atau urutan kata dinyanyikan (Ladon) berbeda dengan bentuk pantun aslinya. Secara struktur musikal menggunakan pendekatan Musikologi mengenai variabel atau karakteristik nada.
East Kalimantan is a province rich in natural resources and the diversity of its traditional arts. The diversity of traditional art forms, particularly traditional music, can be observed in the Outback, Coastal, and Palace Music (Kedaton Kutai)—which is still being maintained—of course, cannot be separated from the continuity and changes that accompany it. This study aims to form a collective awareness of the community through a space of contemplation on the sustainable preservation of traditional music with the importance of involving practitioners, artists, communities, cultural observers, academics, and the government as a strengthening of the sustainable literacy movement. Strengthening literacy in traditional music includes documentation, archiving, and recording of WBTB, cultural dissemination, and regeneration processes. This research uses a qualitative approach through case studies. The study results indicate that literacy strengthening in IKN East Kalimantan related to development policies and culture must go hand in hand so that the continuity and change of arts and culture are more dynamic. Kalimantan Timur merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam maupun keragaman seni tradisinya. Keragaman bentuk kesenian tradisi, khususnya musik tradisi, dapat diamati pada musik Pedalaman, Pesisir, dan musik Istana (Kedaton Kutai)—yang hingga kini masih terus dipertahankan—tentu tidak terlepas dengan adanya kontinuitas dan perubahan yang menyertainya. Penelitian ini bertujuan membentuk kesadaran kolektif masyarakat melalui ruang kontemplasi terhadap pelestarian musik tradisi yang berkelanjutan dengan pentingnya melibatkan praktisi, seniman, masyarakat, budayawan, akademisi dan pemerintah, sebagai penguatan gerakan literasi berkelanjutan. Penguatan literasi pada musik tradisi di antaranya: pendokumentasian, pengarsipan, dan pencatatan WBTB, diseminasi budaya dan proses regenerasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguatan literasi di IKN Kalimantan Timur terkait kebijakan pembangunan dan kebudayaan harus berjalan seiring, agar kontinuitas dan perubahan seni dan budaya di IKN lebih dinamis.
Turonggo Budoyo Mugirejo is a Kuda Lumping group Gagrak Blitaran in the city of Samarinda through the transmigration process. Gagrak Blitaran, on its own, was the identity of this group. The process of learning culture alone played a crucial role in preserving Kuda Lumping Gagrak Blitaran in Samarinda. This study aims to explain the characteristics of Gagrak Blitaran’s music; describe the process of self-study at the Turonggo Budoyo Mugirejo. The study employs qualitative methodologies by applying three phases, some of which define the location of research, data collection techniques, and analysis. Determination of the location aims to focus on the object of research. Data-collection techniques include library studies, informers, interviews, and documentation. The last one is the analysis technique by utilising field data. The study results in accord with the background of the problem and the purpose of the study. Gagrak Blitaran’s music characteristic have been achieved through the four rhythms of sampak, gangsaran, dua-satu (pegon and dangdutan), and satu-satu. The instruments on which these rhythms are based are the kenong, kempul, gong suwukan, and gong ageng. The process of learning its own culture includes internalisation, socialisation and enculturation. The three processes allow each member of the company to have a deeper understanding of Kuda Lumping. It involves a dance technique, beating the Gamelan according to the characteristic of Kuda Lumping Gagrak Blitaran.
Mamanda Kutai (Ladon) music is a crucial aspect of Mamanda Kutai's performance. This is because, without the music, Mamanda Kutai is just an ordinary drama. Mamanda is a show originating from South Kalimantan. Mamanda arrived in East Kalimantan because Kutai was one of the areas controlled by the Banjarmasin Sultanate. The heyday of Mamanda Kutai occurred when this art was performed regularly by Kutainese society (not only in the Kutai Kartanegara Ing Maradipura Sultanate as the Karesmenan Aji). In its heyday, every village in Kutai Kartanegara had Mamanda Kutai group. Nowadays, there is only one group left, namely Mamanda Panji Berseri. This study aims to find out how to preserve Mamanda Kutai music by the Mamanda performer and the government. This study used a descriptive analysis method by collecting several sources of text and interview. The sustainability of Mamanda Kutai has degenerated in terms of the existing group’s quantity. This is due to the lack of preservation of the Mamanda Kutai musical ecosystem. Some of the challenges faced by Mamanda Kutai are (1) the lack of teachers with cultural literacy; (2) the lack of economic welfare of the Kutai Mamanda performer; (3) the absence of the documentation of this art; and (4) the lack of broadcasting of Mamanda Kutai's performances. ABSTRAK Musik Mamanda Kutai (Ladon) menjadi aspek yang sangat penting pada pertunjukan Mamanda Kutai. Hal ini dikarenakan, tidak adanya Musik Mamanda Kutai maka pertunjukan ini hanya sebagai drama biasa. Mamanda merupakan pertunjukan yang berasal dari Kalimantan Selatan. Mamanda sampai di Kalimantan Timur dikarenakan Kutai menjadi salah satu daerah yang dikuasai Kesultanan Banjarmasin. Masa kejayaan Mamanda Kutai pada saat kesenian ini dipertunjukan di masyarakat (tidak hanya di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Maradipura sebagai Keresmenan Aji). Pada masa kejayaannya, setiap desa di Kutai Kartanegara memiliki kelompok Mamanda Kutai. Pada saat ini hanya tersisa satu kelompok saja, yaitu Mamanda Panji Berseri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara preservasi musik Mamanda Kutai oleh pelaku dan pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan mengumpulkan beberapa sumber literasi dan data wawancara. Keberlanjutan Mamanda Kutai mengalami kemunduran dilihat dari kuantitas kelompok yang ada. Hal ini disebabkan oleh kurangnya preservasi ekosistem musikal dari Mamanda Kutai. Beberapa tantangan yang dihadapi Mamanda Kutai yaitu (1) kurangnya guru pembawa kebudayaan; (2) kurangnya kesejahteraan ekonomi para pelaku Mamanda Kutai; (3) tidak adanya pengarsipan dari kesenian ini; dan (4) kurangnya penyiaran pertunjukan Mamanda Kutai.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.