Pumpkin and sorghum flour ratio on the characteristics of gluten-free cookies was carried out. The treatment design consisted of a comparison of pumpkin flour with sorghum p1 (3:1), p2 (2:1), p3 (1:1), p4 (1:2), p5 (1:3), and p0 as control. The results of the preliminary study showed that the mixing time for 8 hours obtained a spread ratio of 56.85% and a yield of 92.14%. The main results of the study showed that the ratio of pumpkin flour with sorghum flour had an effect on the chemical response (water content, ash content) and organoleptic response (color, aroma, taste, and texture). Based on the results of chemical analysis and organoleptic, the treatment was p5 (the ratio of pumpkin flour with 1:3 sorghum flour) had tannin content of 0.26%, crude fiber content of 11%, and beta-carotene content of 0.44 ppm.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari suhu pengeringan dan jenis jagung yang berbeda terhadap karakteristik teh herbal rambut jagung dengan metode pengeringan. Manfaat dari penelitian adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai pembuatan teh herbal rambut jagung. Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3x2 dengan 4 kali pengulangan. Faktor pertama adalah suhu pengeringan 50oC, 60oC dan 70oC, dan faktor kedua adalah jagung manis dan jagung hibrida. Respon kimia dilakukan terhadap vitamin C, kadar abu serta uji organoleptik meliputi warna, rasa dan aroma dari seduhan teh herbal rambut jagung menggunakan uji hedonik. Kemudian dilakukan uji flavonoid terhadap produk terpilih.Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan rambut jagung umur 8 minggu dan waktu pengeringan 5 jam terpilih untuk penelitian utama. Hasil analisis data menunjukkan bahwa faktor suhu pengeringan berpengaruh terhadap vitamin C dan warna seduhan teh herbal rambut jagung. Faktor jenis jagung berpengaruh terhadap vitamin C, warna, rasa dan aroma seduhan teh herbal rambut jagung, serta interaksi antara suhu pengeringan dan jenis jagung berpengaruh terhadap vitamin C, warna, rasa dan aroma seduhan teh herbal rambut jagung. Perlakuan terpilih adalah s2j1 (suhu pengeringan 60oC dan jenis jagung manis) memiliki kadar abu 4.31%, kadar vitamin C sebesar 1.40% dan memiliki kandungan flavonoid sebesar 0.04 % (b/b).
The purpose of this study was to determine the effect of modification of flour ganyong with temperature variations and heating time can improve the characteristics of flour ganyong and increase its use in food processing. The experimental design used in this study is a 3 x 3 factorial pattern in Randomized Block Design (RBD) and replication conducted three times, resulting in 27 experimental units. Factors used in the study were Heat Moisture Treatment (HMT) heating temperature (80°C, 90°C and 100°C) and Heat Moisture Treatment (HMT) heating time (1 hour, 2 hours and 3 hours). The main research responses include chemical responses: pasting properties, moisture content, amylose content and crude fiber content. Based on the result of the research, Heat Moisture Treatment (HMT) heating temperature has an effect on pasting properties, moisture content, amylose content and crude fiber content. Heat Moisture Treatment (HMT) heating time has an effect on pasting properties, moisture content, amylose content and crude fiber content. The interaction between temperature and heating modification time of Heat Moisture Treatment (HMT) has an effect on pasting properties, moisture content, amylose content and crude fiber content. The result of this research is the sample of m3n3 (heating temperature 100°C and heating time 3 hours) with average water content 5,47%, amylose 27,07% and viscosity setback 856,7 Cp. The preparation of cookies from selected modified ganyong flour is carried out by the organoleptic response test. Based on the test results of ganyong flour cookies modification Heat Moisture Treatment (HMT) is preferred in terms of taste, color and texture.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh perbandingan Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) dan filtrat Daun Rambutan (Naphelium lappaceum L) terhadap karakteristik pada minuman fungsional. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan terhadap dunia penelitian, pendidikan, dan masyarakat mengenai proses pemanfaatan sumber pangan lokal yang dapat dijadikan sebagai minuman fungsional menjadi suatu produk yang bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari perbandingan sari buah mengkudu, filtrat daun rambutan, pemanis dan penstabil yang terdiri dari 6 taraf. Variabel percobaan terdiri dari 1 faktor yaitu pengaruh perbandingan sari buah mengkudu : filtrat daun rambutan yang terdiri dari 6 taraf yaitu : m1 = 4 : 1, m2 = 3 : 1, m3 = 2 : 1, m4 = 1 : 1, m5 = 1 : 2, m6 = 1 : 3. Rancangan respon yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji organoleptik dan pengukuran aktivitas antioksidan, kadar Tanin, dan analisis kadar vitamin C. Hasil penelitian pendahuluan yaitu didapatkan hasil bahwa konsentrasi penambahan gula stevia yang disukai oleh kebanyakan panelis pada uji hedonik tidak berpengaruh nyata, sehingga konsentrasi yang digunakan pada penelitian utama adalah konsentrasi yang paling efisien yaitu 1%. Hasil penelitian pendahuluan aktivitas antioksidan yaitu didapatkan hasil bahwa aktivitas antioksidan yang terbaik terdapat pada buah mengkudu dengan nilai IC50 yaitu 1979,246, nilai IC50 pada sari buah mengkudu pasca fermentasi adalah 1123,1076 ppm. Pada penelitian utama analisis antioksidan produk terpilih adalah nilai IC50 pada sari buah mengkudu yaitu 1523,308 ppm. Hasil penelitian pendahuluan terhadap kadar Tanin pada daun rambutan adalah 0,0347 % dan hasil penelitian utama terhadap kadar Tanin pada produk terpilih adalah 0,0657%. Hasil penelitian utama terhadap analisis kadar vitamin C, dapat disimpulkan bahwa pengaruh perbandingan sari buah mengkudu : filtrat daun rambutan tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan uji hedonik pada penelitian utama didapatkan produk terbaik yaitu perbandingan sari buah mengkudu : filtrat daun rambutan yaitu 1 : 3.
One way to use food industry wastes is to feed the livestock and poultry. Applying appropriate management methods for the optimal use of agricultural waste in the preparation of livestock and poultry feed increases productivity and reduces damage to agricultural and conversion industries and the use of new resources in animal and poultry feed. In this paper, in order to investigate the possibility of recycling food waste as poultry feed, the waste produced in a restaurant has been used. The parameters of fat percentage were measured using Soxhlet extractor, percentage of dry matter using the oven, percentage of protein in it using Kjeldahl method, and also the percentage of calcium and phosphorus with the standard beard. Comparing them with the usual diet used in poultry feed shows that the average values of calcium, protein, and fat content of food waste are 0.14%, 5.65%, 7.34% higher than the average diet of poultry, respectively. Also, the average amount of phosphorus and dry matter of food waste is 0.48% and 60% less than the average diet of poultry, respectively.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.