This study explored the way in which Elementary School teachers used Indonesian folklore in their English classes to help students improve their analytical and critical reasoning skills. Visual culture theory was employed to examine data from interviews through the use of pictures. Moreover, Kress’ (1991) social-constructionist method was applied to investigate the additional realities of folktales as a cultural reality. A descriptive qualitative research method was implemented. The data used were the five English teachers’ teaching strategies. The study revealed that the teachers’ final goal was for students to understand the moral message in the folklore. The teachers were innovative in their teaching materials and approach in their EFL classes by integrating illustrations and other visual media related to folklore in language teaching. Visual media was believed to help language development and vice versa. The strategies included the use of videos with English subtitles, reading texts, questions and examples from real life. The teachers’ efforts were aimed at sharpening students’ analytical reasoning skills. Students needed to answer questions that strengthened their critical reasoning skills, identifying inequities and providing feasible solutions. Teachers, who had a crucial role in maximizing the advantage of using folklore, needed to tailor the story’s discussion to the students’ level of understanding. The outcome of the study inferred that the use of English translations of Indonesian folktales in the classroom potentially affected students’ English language development.
Murid akan menjadi penerus bangsa, maka murid perlu memiliki karakter yang baik dan benar. Karakter baik ini akan tumbuh bila guru menerapkan pembelajaran yang baik dan benar. Namun banyak guru yang masih belum menerapkan proses pembelajaran dan penerapan disiplin yang benar. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan cara menerapkan disiplin kepada murid kelas I-A SD dengan menggunakan prinsip disiplin positif dan integrasi Iman Kristen pada siswa kelas I-A SD di Sekolah Dasar Kristen ‘X’ Surabaya. Melihat kasus kekerasan oleh guru dengan alasan disiplin, diharapkan penelitian ini memberi gambaran baru akan pola disiplin yang tidak menggunakan kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Guru Bahasa Inggris di kelas I-A menjadi subjek penelitian. Peneliti melakukan observasi terhitung dari bulan Agustus hingga bulan November, dan melakukan wawancara kepada subjek penelitian. Peneliti juga mengkonfirmasi data bersama wali kelas sebagai informan. Data tersebut diolah dengan menggunakan teori disiplin positif dan disiplin positif dari sudut pandang Iman Kristen dan analisis dari peneliti. Peneliti menguji apakah penerapan dapat diterima oleh murid dengan baik atau tidak, peneliti membagikan kuisioner untuk melihat respon dari murid kelas I-A. Peneliti memberi pertanyaan mengenai “apakah murid sudah mentaati peraturan yang berlaku?” sebanyak 90% menjawab sudah mentaati. 10% belum, peneliti melihat hasil observasi dan wawancara dengan subjek penelitian, melihat ada faktor dari diri murid yang membuat murid belum bisa mentaati peraturan. Perolehan data murid yang mampu mentaati perturan menunjukkan lebih dari 50%. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan yang dilakukan guru Bahasa Inggris di kelas I-A ini mampu menolong murid memiliki sikap disiplin.
Penelitian kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan wali kelas dalam membina karakter kristiani Murid. Teori yang digunakan adalah teori tentang peran wali kelas sebagai pembimbing, teladan dan motivator bagi murid. Subjek dalam penelitian ini adalah wali kelas 4 di SD “Y”. Data penelitian didapatkan dari hasil observasi dan wawancara berupa tindakan dan perkataan wali kelas. Dalam pembinaan karakter, wali kelas merancang kegiatan homeroom dan melakukan perannya sebagai pembimbing, teladan dan motivator untuk membina karakter keberanian, kedisiplinan dan kejujuran murid. Karakter keberanian murid ini berkaitan dengan keberanian dalam memimpin pujian, doa dan membagikan firman Tuhan. Kedisiplinan dan kejujuran murid berkaitan dengan bagaimana murid menerapkan kesepakatan homeroom. Dalam pembinaan karakter ini, wali kelas menjadikan firman Tuhan sebagai landasan pembinaan karakter murid sesuai dengan visi dan misi yang telah ditentukan sekolah. Kesimpulannya adalah, wali kelas berperan sebagai pembimbing, teladan dan motivator untuk melakukan pembinaan karakter kepada murid sehingga murid memiliki karakter Kristiani sesuai dengan kehendak Tuhan.
Guru Kristen memiliki peran dalam menolong murid kelas IV yang kecanduan gawai. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran guru tersebut dalam menggunakan metode disiplin asertif. Peran guru yang digunakan adalah sebagai pendidik karakter, pelayan, gembala, dan pemegang otoritas di dalam kelas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wali kelas sebagai subyek penelitian dan keempat murid berserta orang tuanya sebagai informan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan subyek penelitian dan mengonfirmasi data dengan informan. Peneliti menggunakan teori disiplin asertif, prinsip guru Kristen dalam mendisiplin murid, dan kecanduan gawai yang diintegrasikan dengan Iman Kristen untuk mengolah data yang ditemukan. Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan bahwa peran guru Kristen dalam menggunakan metode disiplin asertif tidak dapat menolong murid yang kecanduan gawai. Guru Kristen dapat menggunakan metode lainnya seperti konseling keluarga. Guru Kristen juga dapat mempertimbangkan tingkat kecanduan dan latar belakang pendidikan keluarga murid untuk memilih metode yang tepat. Dengan demikian, guru Kristen dapat menolong murid yang kecanduan gawai dengan lebih efektif.
Pada zaman sekarang, ada cukup banyak kasus kekerasan yang dilakukan murid-murid terhadaptemannya. Hal ini merupakan hal yang kurang baik bagi keterampilan berelasi murid terhadapsesamanya. Guru dalam dunia pendidikan memiliki kesempatan untuk membimbing murid dalammemiliki relasi yang baik dengan sesamanya. Sayangnya, guru-guru pada umumnya hanyalah seorangyang memberikan dan mengajarkan materi pembelajaran kepada murid-murid. Relasi yang terjadihanyalah sebatas guru dan murid, dan tidak lebih dari itu. Guru memiliki peran untuk membimbing,menolong, dan mendidik murid. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran guru untuk meningkatkanketerampilan berelasi murid dalam pendidikan Kristen di sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan denganmenggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian ini meneliti tiga macam kegiatan pembelajaran,yaitu PACE time, area time, dan devotion time. Peneliti menyelidiki bagaimana guru berperan dalam menerapkanpendidikan Kristen melalui tiga kegiatan ini untuk meningkatkan keterampilan berelasi murid. Dari pengamatanpeneliti, guru berperan sebagai seniman, pemahat, fasilitator, pembimbing, gembala, dan pemberi teladan bagimurid-murid. Guru memikirkan cara yang terbaik untuk meningkatkan keterampilan berelasi murid. Salahsatunya adalah dengan membimbing murid-murid melalui kesempatan-kesempatan untuk menerapkan nilai-nilaiyang telah dipelajari. Melalui teladan guru, guru melatih keterampilan berelasi murid dengan Tuhan dantemannya sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.