Smoking increases the production of angiotensin II as an effect of renin secretion stimulated by the efferent sympathetic system through beta-1 adrenergic stimulation of the juxtaglomerular apparatus. Angiotensin II will cause tubular and glomerular injuries through the mechanism of pressure-induced renal injury and ischemia-induced renal injury as a secondary result of intrarenal vasoconstriction and decreased renal blood flow. In addition, there is secondary tubular injury due to angiotensin-induced proteinuria. Angiotensin II activates renal fibroblasts to undergo differentiation into myofibroblasts, stimulates TGF-ß profibrotic cytokines, induces oxidative stress, stimulates chemokines and osteopontin which can cause local inflammation, and stimulates mesangial cell proliferation and hypertrophy. Glomerular capillary hypertension causes an increase in glomerular permeability resulting in an increase in albumin filtration which will further trigger kidney damage through various pathways, including induction of tubular chemokine expression and activation of complement leading to infiltration of inflammatory cells in the interstitium and trigger fibrogenesis. This phenomenon involves endothelial cells and glomerular podocytes and will trigger exacerbation of proteinuria and glomerulosclerosis with the end result in the formation of kidney scar tissue and a decrease in glomerular filtration rate (GFR).Keywords: smoking; renal function; TGF-ß; glomerular filtration rate (GFR) Abstrak: Merokok akan meningkatkan produksi angiotensin II sebagai efek dari sekresi renin yang distimulasi oleh sistim simpatik eferen melalui stimulasi beta-1 adrenergik pada aparatus jukstaglomerular. Angiotensin II akan menyebabkan cedera tubulus dan glomerulus melalui mekanisme pressure-induced renal injury dan ischemia-induced renal injury sebagai akibat sekunder dari vasokonstriksi intrarenal dan penurunan aliran darah ginjal. Selain itu terjadi cedera tubulus sekunder dari proteinuria yang diinduksi angiotensin. Angiotensin II akan mengaktifkan fibroblas ginjal berdiferensiasi menjadi miofibroblas, menstimulasi sitokin profibrotik TGF-ß, menginduksi stres oksidatif, menstimulasi kemokin dan osteopontin yang dapat menyebabkan inflamasi local, dan menstimulasi proliferasi dan hipertrofi sel mesangial. Hipertensi kapiler glomerulus akan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus sehingga terjadi peningkatan filtrasi albumin yang selanjutnya memicu kerusakan ginjal melalui berbagai jalur, diantaranya induksi ekspresi kemokin tubulus dan aktivasi komplemen yang akan mengarah pada infiltrasi sel-sel inflamasi pada interstisium dan memicu fibrogenesis. Fenomena ini melibatkan sel endotel dan podosit glomerulus dan akan mencetuskan eksaserbasi proteinuria dan glomerulosklerosis dengan hasil akhir berupa terbentuknya jaringan parut ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).Kata kunci: merokok; fungsi ginjal; TGF-ß; laju filtrasi glomerulus (LFG)
It is estimated that there are two billions people ever infected by hepatitis B virus (HBV) and there are around 350 milllions people suffering from chronic hepatitis B; 20-25% of them are going to develop chronic liver diorders and hepatocellular carcinoma (HCC). Development in vaccination programs and therapy of hepatitis B infection might trigger the genom mutation in part of viral adaptation to stress (mutant HBV). The characteristic of mutant HBV cases is negative results of anti-HBs and HBsAg, meanwhile other infection markers showed the occurence of HBV infection. Antigenic determinant mostly used to detect this infection is determinant “a” of HbsAg located in the position of 124-127. Changes in that location will disturb detection of HbsAg caused by decreased reactivity against several comercial kits, therefore, the sensitivity will decrease and be undected. Mutant HBV causes difficulty in patient detection and evaluation of blood donor. Besides that, mutation will influence the result of vaccination or therapy due to uneffectiveness of several managements.Keywords: hepatitis B infection, vaccination and therapy, mutant HBV Abstrak: Diperkirakan sekitar 2 milyar penduduk pernah terinfeksi virus hepatitis B (HBV) dan saat ini sekitar 350 juta penduduk sedang menderita infeksi hepatitis B kronis dan 20-25% diantaranya akan berkembang menjadi penyakit hati kronis serta karsinoma hepatoseluler (HCC). Berkembangnya program vaksinasi serta berbagai terapi untuk infeksi hepatitis B memungkinkan timbulnya mutasi pada genomnya sebagai bagian dari adaptasi virus terhadap tekanan (HBV mutan). Karakteristik untuk kasus HBV mutan ini ialah negatifnya anti-HBs dan HBsAg, sednagkan petanda infeksi yang lain menunjukkan adanya infeksi HBV. Determinan antigenik yang banyak digunakan untuk mendeteksinya ialah determinan “a” dari HbsAg yang terletak di posisi 124-127. Perubahan pada daerah tersebut akan mengganggu deteksi adanya HbsAg, karena berkurangnya reaktivitas terhadap berbagai kit komersial sehingga sensitivitasnya menjadi semakin menurun yang berakibat tak terdeteksi. HBV mutan menyebabkan kesulitan pada deteksi penderita serta penapisan donor darah. Selain itu adanya mutasi akan berpengaruh pada hasil vaksinasi atau terapi karena menyebabkan tidak efektifnya berbagai penanganan yang dilakukan.Kata kunci: infeksi virus hepatitis B, vaksinasi dan terapi, HBV mutan
Biologi sel di sekolah penting untuk bekal di jenjang pendidikan tinggi tetapi menjadi materi sulit dipelajari oleh peserta didik dan guru karena materi bersifat abstrak. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan pengayaan konsep biologi sel kepada komunitas Guru Biologi Grup Ciputra Pendidikan. Metode kegiatan dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi melalui aplikasi Zoom. Kegiatan berhasil dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang disepakati. Kegiatan ini diikuti oleh 15 orang guru biologi. Hasil kegiatan adalah peserta kegiatan telah mendapatkan materi biologi seluler mengenai siklus sel dan pembelahan sel, fisiologi pembentukan sperma (spermatogenesis) dan kontraksi otot. Peserta mendapatkan gambar shutterstock dan video dari Youtube yang telah diseleksi untuk menjadi media mengajar di kelas. Refleksi peserta setelah kegiatan ini adalah peserta dapat menghubungkan materi sel dengan kehidupan sehari-hari, peserta dapat menghubungkan kaitan topik sel dengan topik sistem organ, metabolisme sel, materi genetik di kurikulum biologi SMP dan SMA, peserta tidak bingung bahwa pembelahan sel sebenarnya bagian dari tahapan siklus sel. Rekomendasi untuk kegiatan selanjutnya dari peserta adalah kegiatan ini diadakan lagi dengan topik hubungan sel dan penyakit, perlu dilakukan pengukuran pengetahuan peserta, dan perlu evaluasi manfaat gambar dan video tersebut setelah diterapkan di kelas.
Abstrak: Leukemia mieloid kronis (chronic myeloid leukemia/CML) adalah penyakit klonal dari sel induk hematopoietik, secara sitogenetik ditandai dengan adanya kromosom Philadelphia (t[9,22][q34;q11]), yang merupakan fusi BCR-ABL1 onkogen. Nilotinib, generasi kedua inhibitor kinase tirosin, merupakan turunan aminopirimidin yang menghambat aktivitas kinase tirosin protein BCR-ABL. Dengan aktivitas penghambatan yang 10-60 kali lebih besar daripada imatinib, pada terapi lini pertama standar untuk CML, nilotinib efektif untuk CML fase kronik dan akselerasi yang resisten terhadap imatinib, namun terapi kombinasi nilotinib dengan agen lainnya masih diperlukan untuk pasien dengan CML krisis blas. Nilotinib aktif terhadap beberapa mutan BCR-ABL yang resisten terhadap imatinib, kecuali mutan T315I. Mutasi spesifik E255K/V, Y253H/F, F359C/V, dan L248V umumnya kurang sensitif terhadap nilotinib. Sebagai terapi lini pertama pada pasien CML fase kronik dengan Ph+ yang baru terdiagnosis, nilotinib menunjukkan CCyR dan MMR yang lebih tinggi serta pengembangan menjadi fase akselerasi/krisis blas serta resiko kematian yang lebih rendah, bila dibandingkan dengan imatinib. Simpulan penelitian ini ialah nilotinib lebih unggul dibandingkan dengan imatinib sebagai terapi lini pertama pada pasien CML fase kronik dengan Ph+ yang baru terdiagnosis,Kata kunci: chronic myeloid leukemia (CML), nilotinib, imatinib, terapi lini pertama Abstract: Chronic myeloid leukemia (CML) is a clonal disease of the hematopoietic stem cells, cytogenetically characterized by Philadelphia chromosome (t[9,22][q34;q11]) leading to the fusion of BCR-ABL1 oncogene. Nilotinib, the second-generation tyrosine kinase inhibitor (TKI), is an aminopyrimidine derivative that inhibits the tyrosine kinase activity of the chimeric protein BCR-ABL. Its inhibitory activity is 10-60 times that of imatinib, therefore, as the standard first-line therapy for CML, nilotinib is effective in the case of CML-CP and CML-AP with imatinib resistant or intolerant. Albeit, novel approaches with nilotinib-based combinations are required for patients in CML-BP. Nilotinib is active against several imatinib-resistant BCR-ABL mutants with the exception of T315I. Specific mutations that are less sensitive to nilotinib include E255K/V, Y253H/F, F359C/V, and L248V. As the first-line therapy of patients with newly diagnosed Ph+ CML-CP, nilotinib has higher rates of CCyR and MMR, lower rates of progression to AP or BC, and lower risk of CML related death when compared with imatinib. In conclusion, nilotinib is superior to imatinib as the the first-line therapeutic option in newly diagnosed Ph+ CML-CP patients.Keywords: chronic myeloid leukemia (CML), nilotinib, imatinib, first line therapy
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.