<p>Parijoto <em>(Medinilla speciosa)</em> tumbuh subur dan tumbuh liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan pada tanah yang berhumus tinggi dan lembab di lereng gunung mulai pada ketinggian 700 hingga 2.300 meter diatas permukaan laut. Salah satu lokasi paling banyak ditemukan tanaman parijoto terdapat di lereng Pegunungan Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Buah parijoto mengandung senyawa fenolik dan flavonoid yang tinggi, diharapkan buah parijoto dapat digunakan sebagai alternatif pengganti antioksidan sintetik seperti <em>Buttylated Hydroxyanisol</em> (BHA) dan <em>Butilated Hydroxytoluen</em> (BHT). Senyawa BHA dan BHT sejak lama belum diterima sepenuhnya oleh konsumen karena dianggap berbahaya bagi kesehatan tubuh karena dianggap mengandung zat karsinogenik. Penggunaan buah parijoto sebagai antioksidan alami ke dalam makanan, minuman atau produk lainya dalam bentuk utuh maupun irisan sangat tidak efisien. Untuk itu perlu dilakukan tahap ekstraksi buah parijoto. Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) adalah salah satu metode ektraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik. metode ini adalah metode alternatif ekstraksi non-termal yang lebih efisien, lebih cepat, dan memungkinkan pengurangan pelarut, sehingga menghasilkan ekstrak murni dan yield yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstraksi konvesional. Untuk dapat meningkatkan efek yang optimum penggunaan ekstrak parijoto, diperlukan kondisi bahan yang baik, yaitu seperti bentuk sediaan nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan partikel koloid padat dengan diameter 1-1000 nm. Dengan ukuran tersebut, globul-globul dapat terpenetrasi baik dan menembus lapisan pori bahan yang akan dicoating, sehingga ekstrak parijoto yang terlarut dalam globul akan banyak berpenetrasi. Sifat fisik dan stabilitas emulsi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi emulgator. Jenis emulgator, Tween 80 dipilih dalam penelitian ini. Adanya emulgator yang ditambahkan akan menghasilkan monolayer yang mengelilingi droplet. Komposisi dari emulgator akan dikaji lebih lanjut, dimana Tween 80 yang memiliki nilai HLB 15 akan ditambahkan dengan beberapa variasi konsentrasi.</p>
Bahan pangan lokal tinggi karbohidrat seperti labu kuning berpotensi sebagai substitusi terigu. Substitusi pasta labu kuning dan penambahan pewarna alami dalam pembuatan mie kering mempengaruhi sifat tekstur dan kualitas pemasakan mie. Tujuan penelitian adalah mencari formulasi mie kering substitusi pasta labu kuning dan penambahan pewarna alami dan menganalisa karakteristik sifat tekstur dan kualitas pemasakan mie kering. Penelitian ini menggunakan RAK satu faktor yaitu perbandingan tepung terigu dan konsentrasi pasta labu kuning dengan 6 level yaitu : 100% tepung terigu dan 0% pasta labu kuning dengan penambahan dan atau tanpa penambahan sari wortel, 90% tepung terigu dan 10% pasta labu kuning hingga 60% tepung terigu dan 40% pasta labu kuning dengan penambahan sari wortel. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4x. Parameter yang diamati yaitu: kekerasan, kekompakan, kekenyalan, kelengketan, daya kunyah, daya rehidrasi serta cooking loss. Hasil yang didapat menunjukkan penambahan pasta labu kuning dan sari wortel tidak berpengaruh terhadap kekerasan, kekompakan, kelengketan dan daya kunyah, akan tetapi berpengaruh terhadap kekenyalan, daya rehidrasi serta cooking loss mie kering. Substitusi pasta labu kuning 20% dan penambahan sari wortel dalam pembuatan mie merupakan formulasi terbaik karena nilai cooking loss rendah, daya rehidrasi tinggi dan sifat tekstur yang sama dengan mie dari tepung terigu.
The most used fish feed in cultivation activities is commercial feed that spends most of total cultivation cost. One of the effort to solve this problem is providing homemade fish food. The pellet based on local waste raw materials can reduce dependency of commercial fish feed. One of the local wastes that can be used is soy residue and shrimp waste. Tapioca is used as a binding agent for fish pellet. The aim of the research was to study the effect of raw material composition and binding agent concentration on proximate value, performance and mechanical strength. The research was conducted in several steps such as raw materials pretreatment, the experiment of raw materials and binding agent formulation, mixing, extrusion, prilling process, drying process, and product analysis (proximate and performance analysis). There are five formulations of raw materials and three different of formulation on binding agents. The drying process was done in 50°C and the product was then analyzed. The result shows that formulation with 30% soy residue, 60% shrimp waste and 10% binding agent resulted in a product with good proximate value (11.23% moisture content, 17.64% ash, 1.33% fat, 25.10% fiber, 29.54% protein). Increasing the percentage of binding agents resulted in higher mechanical strength and higher performance.
<p class="BasicParagraph">Salah Satu sumber pangan lokal yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Umbi gadung <em>(Discorea hispida dennst.)</em>. Komposisi kimia dalam gadung tersusun dari protein 2,1%, lemak 0,2 %, karbohidrat 23,2 % dan air 73,5 % serta kalsium besi 0,6 mg/100g, 20,0 mg/100g dan fosfor 69,0 mg/100g. Masih tingginya kandungan nutrisi umbi gadung berpotensi menjadi sumber karbohidrat. Saat ini, pemanfaatan umbi gadung tekendala dalam hal kandungan asam sianida (HCN) yang dapat mengakibatkan keracunan pada manusia maupun binatang. Sianida akan keluar jika bahan makanan dihancurkan, dikunyah dan mengalami pengirisan atau rusak. Kadar sianida dalam makanan jika melebihi dari (<100 mg/kg) dapat dikategorikan sangat beracun. Sedangkan kandungan sianida alami yang terdapat dalam umbi gadung secara teori berkisar antara 50 - 400 mg/kg. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses tertentu dan penelitian lebih lanjut agar nantinya umbi gadung dapat dimakan dengan aman. Salah satunya dengan penyerapan racun HCN menggunakan abu gosok dan air kapur. Dalam penelitian ini, didapatkan hasil terbaik perlakuan penyerapan kadar HCN pada variable kapur 15 % dengan waktu perendaman selama 24 jam dapat diturunkan sebesar 84.15 %. Hal ini disebabkan karena larutan kapur dapat menurunkan pH (basa kuat) hingga menetralkan kandungan asam pada HCN dan merusak dinding sel sehingga mengalami irisan umbi gadung mengalami plasmolisis (pecahnya membran sel karena kekurangan air). Pada penelitian ini penggunaan bahan penyerap kapur lebih baik daripada bahan penyerap abu gosok, sehingga penggunaan kapur dalam penurunan kadar HCN paling baik. Selain itu, alternatif lain dalam pengolahan umbi gadung adalah dengan menjadikan tepung. Karena secara tidak langsung dapat memperpanjang umur simpan dikarenakan rendahnya kadar air yang terkandung. Manfaat lain penepungan adalah untuk mendiversifikasikan dan meningkatkan daya fleksibilitas tepung umbi gadung sebagai bahan baku olahan, keuntungan lainya jika dilakukan penepungan adalah mudahnya dalam pengemasan, dapat memperluas area pemasaran dan dapat meningkatkan harga dasar umbi gadung menjadi lebih bagus sehingga dapat berdampak positif kepada petani umbi gadung. Selain itu, kelebihan lainya adalah tepung umbi gadung nantinya juga dapat digunakan sebagai subtitusi tepung terigu dan dapat digunakan dalam berbagai bahan baku industri</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.