Pada pemilihan umum 2014 komunitas tunanetra menandatangani petisi untuk abstain karena mereka tidak mendapatkan hak informasi. Tahun 2019 Indonesia mengadakan Pemilu Serentak untuk pertama kalinya. Pemerintah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan aksesbilitas informasi tunanetra dalam pemilu tersebut, tetapi informasi yang diberikan hanya informasi yang menurut pemerintah diperlukan oleh tunanetra. Melihat hal tersebut fokus penelitian ini ada pada analisis kebutuhan informasi dengan tujuan untuk meningkatkan literasi informasi komunitas Pertuni pada pemilu selanjutnya. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kebutuhan informasi dilihat dari empat dimensi yaitu function, form, agents dan mechanisms. Pada dimensi function diketahui kebutuhan informasi tentang Pemilu Serentak 2019 muncul karena mereka menyadari peran mereka sebagai warga negara dan sebagai anggota komunitas Pertuni. Pada dimensi function ditemukan ada empat kebutuhan informasi utama yaitu tata cara pemilu, template suara braille, advokasi, dan latar belakang calon legislatif. Dimensi agents berkaitan dengan pihak mana yang berperan sebagai produsen informasi, pencari, dan prosesor. Produsen informasi adalah KPU, pencari informasi adalah Komunitas Pertuni Malang, dan prosesor adalah MCW dan pengurus Pertuni. Dimensi mechanisms berkaitan dengan bagaimana kebutuhan informasi tersebut dipenuhi, yaitu melalui televisi dan melalui komunikasi dengan pengurus pertuni.