“…Secara geometris Arah kiblat dapat didefenisikan sebagai arah azimuth dari jarak terpendek yang menghadap titik perpotongan antara lingkaran ufuk dan lingkaran besar yang melintas pada arah zenit dan ka'bah di kota makkah (Saksono et al, 2018). Dengan demikian dalam perspektif orang Indonesia, arah kiblat dapat dipahami sebagai arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Makkah ke lokasi atau kota yang bersangkutan (seperti Jakarta, Makassar, dan Ambon), dimana arah yang paling dekat dengan dengan Makkah adalah ke arah barat yang cenderung miring ke utara (Ni'am et al, 2021) Agama Islam menempatkan arah kiblat sebagai salah satu unsur yang sangat penting, sebab jika seseorang melaksanakan shalat tanpa menghadap ke arah kiblat maka shalatnya dapat dianggap tidak sah (Hamdani et al, 2020) , karena menghadap kiblat (Istikbal-I Qibla) adalah salah satu dari enam syarat sahnya shalat. Dengan kata lain, jika seseorang tidak memalingkan wajahnya ke arah kiblat pada kemiringan yang dapat dibenarkan, maka menurut kesepakatan ulama shalatnya tidak sah (İlçi et al, 2018) .…”