Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen pada manusia yang menyebabkan penyakit kulit khususnya bisul. Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan bakteri oleh Staphylococcus aureus selama hidupnya, dari infeksi kulit yang kecil sampai infeksi yang tidak bisa disembuhkan. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik, maka dibutuhkan penemuan obat baru. Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari senyawa bioaktif seperti fenol, alkaloid dan flavonoid yang banyak terkandung dalam tanaman, salah satunya adalah alga laut jenis Sargassum muticum. Senyawa bioaktif hasil metabolisme sekunder yang dapat dijadikan sebagai antibakteri alami dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat (semi polar) dan etanol (polar). Ekstrak S. muticum diuji efetivitasnya sebagai antibakteri dengan konsentrasi 500, 400, 300, 200 dan 100 (mg/mL) kemudian dimasukkan dalam sumuran 7 mm sebanyak 50 µl yang telah ditumbuhi S.aureus dan diinkubasi pada 370 C selama 24 jam. Pengukuran Luasnya zona bening merupakan bukti kepekaan S.aureus terhadap bahan atau senyawa antibakteri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil ekstraksi terbesar terdapat pada ekstrak dengan pelarut etanol 96% (2.5%) diikuti etil asetat (1%) dan n-heksanan (0.5%). Konsentrasi hambatan minimum ekstrak etanol S. muticum sebesar 100 mg/mL dengan diameter hambat 2 mm. Sedangkan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etil asetat adalah sebesar 100 mg/mL dengan diameter hambat sebesar 2 mm serta konsentrasi hambat minimum ekstrak n-heksana sebesar 100 mg/mL sebesar 1.5 mm. Dapat disimpulkan bahwa jenis pelarut pada proses ekstraksi berpengaruh terhadap hasil ekstraksi dan aktivitas antibakteri S. muticum. Berdasarkan ketiga jenis pelarut yang digunakan ekstrak etanol S. muticum merupakan ekstrak yang paling efektif jika dibandingkan ekstrak etil asetat dan n-heksana.