Artikel ini bertujuan untuk menggali proses pemulihan dua perempuan penyintas kekerasan berbasis gender siber (KBGS) dan upaya-upayanya dalam mempertahankan penghidupannya. Artikel ini mengungkap kelindan kekerasan yang dialami penyintas dengan ruang-ruang kehidupannya serta strategi penghidupan yang dilakukan. Metode yang digunakan adalah kualitatif perspektif feminis dengan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam melalui daring. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan kerangka Space, Time, and Violence (STV) oleh Elias dan Rai, yang melihat ketidaksetaraan dalam kehidupan perempuan berdasarkan 3 aspek, yakni ruang, waktu, dan kekerasan. Hasil penelitian menunjukkan dua temuan utama: pertama, kekerasan berbasis gender siber (KBGS) yang dialami berkelindan dengan peran dan ruang hidup perempuan. Perempuan mendapatkan dampak ekonomi, psikis, penyalahan (victim blaming) dan stigma negatif dari lingkungan. Kedua, perempuan penyintas mengupayakan berbagai strategi koping yang berbeda-beda untuk bertahan maupun pulih, seperti membatasi akses komunikasi, melakukan upaya teknis, hingga melapor pada pihak berwenang. Sayangnya, negara tidak menjamin pemulihan penyintas KBGS, sehingga ada kerugian dan biaya yang harus ditanggung oleh penyintas itu sendiri.