Salah satu doktrin hukum yang diadopsi adalah apa yang dikenal dengan arbitrase Ex Aequo et Bono. Menurut doktrin ini, arbiter dapat memeriksa dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya dengan tidak berdasarkan ketentuan hukum materiil dan formil yang berlaku, melainkan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kepatutan di luar koridor ketentuan hukum, seperti prinsip etika dan moral apabila sang arbiter diotorisasi oleh para pihak yang bersengketa. Tujuan penelitian untuk menganalisis kewenangan arbiter dalam menerapkan asas Ex Aequo et Bono dalam memutus sengketa bisnis pada arbitrase, dan perbandingan penerapan asas Ex Aequo et Bono pada Arbiter BANI dan Hakim Pengadilan Negeri. Penelitian ini adalah penelitian normatif bersifat deskriptif analisis dan digunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Kewenangan arbiter dalam memutus perkara arbitrase secara Ex Aequo et Bono terdapat pada pasal 1 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999, pelaksanaan putusan arbitrase yang menggunakan asas ini muncul apabila para pihak menyepakatinya dan arbiter untuk menyelesaikan perkara menggunakan keadilan dan kepatutan di luar Undang-undang. Apabila arbiter diberi kewenangan untuk menggunakan asas ini, maka arbiter harus menggali keadilan tidak hanya dalam Undang-undang, namun berdasarkan norma objektif yang tidak tertulis, keyakinan agama, akal sehat dan hati nurani. Namun begitu akal sehat dan hati nurani yang digunakan tentu saja tidak bersifat subjektif sehingga akan mendapatkan putusan yang tidak adil dan benar.