“…Penelitian sebelumnya menemukan bahwa: 1) Dalam pelaksanaan TAT terdapat ketidaksamaan persepsi antara aparat yang berwenang di bidang hukum dalam penanganan tersangka penyalahguna narkotika, kekuatan hukum yang mengatur mengenai TAT dinilai masih belum cukup, berserta minimnya anggaran dalam pelaksanaan TAT tersebut (Hidayat & Heryanto, 2019); 2) Diperlukan koordinasi yang terpadu antara aparat penegak hukum dengan pihak lainnya. Diperlukan kesamaan persepsi dari penyidik, penuntut umum, dan BNN bahwa pemidanaan tidak menjadi satu-satunya cara untuk menimbulkan penjeraan, namun pecandu perlu menjalani program rehabilitasi medis dan sosial (Afrizal & Anggunsuri, 2019), 3) Penelitian TAT di Jakarta Selatan menyebutkan bahwa terdapat sejumlah hal yang mempengaruhi program TAT, yaitu sosialisasi, pemahaman, sasaran program, dan hasil akhir yang ingin dicapai serta pentingnya koordinasi yang terpadu antara pihak yang terlibat (Supratman, Nugroho, & Wijayanti, 2020), 4) Tujuan dari asesmen terpadu sangat bagus namun, kurang efektif apabila IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) atau Lembaga Rehabilitasi Milik Pemerintah belum siap melaksanakan program rehabilitasi bagi pecandu narkotika (Huda, Saefuddin, Gumira, & Sumarji, 2020).…”