A. PENDAHULUANPersediaan airtanah dari akuifer karst dari waktu ke waktu dianggap semakin berharga dan semakin penting untuk penyediaan air minum (Adji dan Haryono-1999; Bahkan, di banyak tempat di seluruh penjuru dunia, airtanah karst menjadi satu-satunya sumber daya air minum yang tersedia. Faktanya, sekitar seperempat dari kebutuhan total air minum pada populasi global dunia dipasok oleh air karst (Goldscheider, 2002).Akuifer karst memiliki sifat hidrogeologi yang kompleks dan unik jika dibandingkan dengan akuifer di kawasan lain, karena memiliki tiga sifat porositas (triple porosity) yaitu porositas berukuran kecil (diffuse), menengah (fissure), dan besar (conduit). Tiga sifat yang didasarkan pada besar kecilnya perkembangan porositas atau lorong ini tergantung dari tahapan dan intensifnya pelarutan batuan gamping oleh air (Domenico and Schwartz, 1990). Akibatnya, tingkat heterogenitas akuifer karst sangat tinggi dan bersifat anisotropis; serta pada karst yang telah berkembang akan memiliki konduktivitas hidraulik yang tinggi (White and Elizabeth, 2003; Ford and William, 2007). Karena kondisi inilah, maka daerah karst merupakan salah satu jenis akuifer terbaik di muka bumi dalam hal menyimpan air hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian dialirkan untuk menyuplai sungai bawah tanah (SBT) atau mataair dengan sifat pengaliran tergantung dari tingkat perkembangan porositasnya (Adji, 2010). Namun, sistem airtanah di akuifer secara umum diasumsikan terdiri dari berbagai komponen terpisah, yang sangat mempengaruhi infiltrasi dari permukaan ke bawah permukaan, yaitu air yang berasal atau tersimpan di zone epikarst dan zona vadose. Komponen-komponen ini sangat rentan terhadap kontaminasi akibat infiltrasi yang cepat yang kemudian tertransportasikan melalui porositas akuifer yang telah berkembang yang sering dikenal sebagai sistem jaringan saluran (Leibundgut, 1998). Komponen simpanan airtanah di akuifer karst yang paling penting adalah yang tersedia di zone epikarst. Epikarst ini secara lugas didefinisikan sebagai suatu bentuk simpanan air yang tersimpan dekat dengan permukaan batuan gamping, yang menyimpan dan selanjutnya menjadi komponen utama penyebaran air menuju sungai bawah tanah (SBT) atau mataair karst melalui tiga jenis lorong atau porositas yang berkembang di akuifer karst (Mangin 1975; Williams 1983), sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 1. Di sisi lain, hampir semua kegiatan manusia di permukaan karst, misalnya pertanian, peternakan, permukiman atau pertambangan adalah penyebab bagi menyebarnya berbagai jenis kontaminasi dari zone epikarst menuju sungai bawah tanah (SBT) dan mataair karst. Dalam hal ini, Margat (1968) memperkenalkan istilah kerentanan airtanah karst terhadap kontaminasi (vulnerability of karst groundwater to contamination) untuk membedakan dengan istilah kerentanan secara umum. Berkaitan dengan teori kerentanan karst tersebut, maka penting untuk dipahami sejauh mana tingkat perkembangan lorong karst