Benthic Habitat Mapping by Combining Lyzenga’s Optical Model and Relative Water Depth Model in Lintea Island, Southeast Sulawesi

Hafizt, Muhammad; Manessa, Masita Dwi Mandini; Adi, Novi Susetyo; Prayudha, Bayu

doi:10.1088/1755-1315/98/1/012037

Cited by 19 publications

(12 citation statements)

References 10 publications

Supporting

Mentioning

Contrasting

Unclassified

Order By: Relevance

“…Informasi tersebut dapat dianalisis dari data spasial, sebagai contoh untuk wilayah pesisir melalui peta persebaran habitat pada suatu ekosistem. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk menyediakan informasi mengenai ekosistem pesisir seperti habitat bentik dan mangrove hingga saat ini terus berkembang (Hafizt & Danoedoro, 2015;Hafizt et al, 2017aHafizt et al, , 2017bKamal et al, 2015;Long & Skewes, 1996;Suyarso et al, 2011) seiring ketersediaan data resolusi tinggi yang mudah diperoleh (ESA, 2015;LSDS-1574LSDS- V1, 2015. Sebagai contoh, akurasi yang dihasilkan dari penggunaan data penginderaan jauh yang mudah didapat yaitu LANDSAT ETM+ dapat mencapai 60 hingga 75% (Goodman et al, 2013).…”

Section: Pendahuluanunclassified

Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Analisis Nilai Ekonomi Ekosistem Pesisir. Studi kasus: Desa Teluk Limau, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung

Prayudha¹,

Hafizt²,

Vimono³

2020

OLDI

View full text Add to dashboard Cite

The Application of Remote Sensing and Geographical Information System (GIS) for Economic Value Analysis of Coastal Ecosystem. Case Study: Teluk Limau Vilage, Jebus District, West Bangka Regency, Bangka Belitung Province. Coral reefs, seagrass, and mangroves are important ecosystems as the source of nutrients and as the habitat provider for marine biotas. Sustainability of those ecosystems is important for Indonesians while many of them lived in the coastal region. However, information on those ecosystems is still lacked, because most of the area is difficult to reach. Remote sensing would provide a possibility to address the problem. Remote sensing can present a spatial description of a certain area, so it gives a better understanding for the policy maker to manage their area. One of the utilization of this information is to calculate the economic value of coastal ecosystems. The valuation would involve spatial parameters of both the extent of habitat and the length of ecosystem-protected coastline as a multiplier factor. Those parameters can be obtained quickly, easily and accurately using remote sensing. The purpose of this research is to apply remote sensing data for the economic valuation of coastal ecosystems. The method used was the combination of image processing of LANDSAT-8 satellite data and GIS to calculate spatial parameters of habitat, and surrogate market prices approach to assess the economic value of the ecosystems. The research was conducted in Teluk Limau Village, Jebus District, West Bangka Regency, Babel Province. This research has mapped four habitat classes of the coastal ecosystem including coral, macroalgae bed, bare substrate, and mangrove. Based on the spatial information of the map, the economic value of coral reef and mangrove was 141.4 billion rupiahs and 31.1 billion rupiahs respectively.

show abstract

Section: Pendahuluanunclassified

Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Analisis Nilai Ekonomi Ekosistem Pesisir. Studi kasus: Desa Teluk Limau, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung

Prayudha¹,

Hafizt²,

Vimono³

2020

OLDI

View full text Add to dashboard Cite

show abstract

“…Penelitian terkait pemanfaatan teknologi penginderaan jauh khususnya pada penyediaan informasi spasial habitat bentik perairan dangkal telah banyak dilakukan (Siregar, 2010;Phinn et al, 2011;Selamat et al, 2012a;Selamat et al, 2012b;Siregar et al, 2013;Anggoro et al, 2015;Wahidin et al, 2015;Zhang, 2014). Beberapa pemetaan habitat bentik di wilayah perairan Wakatobi telah dilakukan terkait dengan pemetaan luasan, distribusi spasial maupun geomorfologi terumbu karang (COREMAP, 2001;Adji, 2014;Yulius et al, 2015;Hafizt et al, 2017). Pemetaan habitat bentik, dalam penerapannya masih terdapat permasalahan yaitu adanya pengaruh permukaan perairan dan kedalaman perairan terhadap reflektansi dasar perairan (Lyzenga, 1981).…”

Section: Pendahuluanunclassified

“…Pemetaan habitat bentik di perairan wakatobi telah dilakukan, namun rata-rata masih terbatas pada pemetaan luasan, distribusi maupun geomorfologi terumbu karang. Pemetaan habitat bentik Di Wakatobi telah dilakukan oleh Hafizt et al (2017) dengan memetakan habitat bentik di perairan pulau Lentea Kabupaten Wakatobi menggunakan model depth invariant index (DII) dan relative water depth index (RWDI) dan proses klasifikasi habitat bentik menggunakann metode ISO-DATA yang tergolong dalam unsupervised classification yang dilakukan terpisah pada habitat bentik perairan dangkal dan perairan dalam sehingga menghasilkan akurasi keseluruhan tertinggi sebesar 83,93% pada 7 kelas habitat bentik.…”

Section: Pendahuluanunclassified

Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 Di Perairan Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi

Mastu¹,

Nababan²,

Panjaitan³

2018

J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis

View full text Add to dashboard Cite

Penelitian pemetaan habitat bentik di Pulau Wangi-wangi masih sangat sedikit dilakukan, sehingga ketersediaan data spasial habitat bentik di daerah ini sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan habitat bentik perairan dangkal menggunakan citra Sentinel-2 dengan metode klasifikasi berbasis objek/OBIA dan menghitung tingkat akurasi hasil klasifikasi habitat bentik di perairan Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Wangi-wangi, khususnya perairan Sombu Dive dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan data satelit Sentinel-2 dengan resolusi spasial 10x10 m2 yang diakuisisi pada tanggal 4 April 2017 dan pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Maret - April 2017. Klasifikasi citra dengan metode OBIA menggunakan metode contextual editing pada level 1. Level 2 menggunakan klasifikasi terbimbing dengan beberapa algoritma klasifikasi yaitu support vector machine (SVM), decision tree (DT), Bayesian, dan k-nearest neighbour (KNN) dengan input themathic layer dari data lapangan. Klasifikasi habitat bentik dilakukan pada 12 dan 9 kelas dengan penerapan optimasi skala segmentasi yaitu 1, 1,5, 2, dan 2,5. Berdasarkan metode OBIA, habitat bentik dapat dipetakan dengan tingkat akurasi sebesar 60,4% dan 64,1% pada citra klasifikasi 12 dan 9 kelas secara berturut-turut pada nilai optimum skala segmentasi 2 dengan algoritma SVM.

show abstract

“…In this study, there are four steps of data processing which is atmosferic and radiometric correction, water column correction using depth invariant index (DII), classification with maximum likelihood, and accuracy assessment with confussion matrix. In the data preprocessing the imagery of Landsat and Sentinel are correctid with semu-automatic classification, After the correction, the imagery can be coreccting with the water column correction with depth invariant index (DII) in the next step [13].…”

Section: Data Pre-processingmentioning

confidence: 99%

Spatio-temporal pattern of seagrass distribution and the relation with human activities in Banten Bay

Daud

Handayani

2018

E3S Web Conf.

View full text Add to dashboard Cite

Seagrass meadows are important ecosystem due to their structural and functions role as a place for various nutrient cycles, feeding area, and breeding for a variety of marine species. Increased human activity in the form of shipping, sand mining, reclamation, and the development of tourism sector is reported causing disturbed seagrass condition. Therefore, spasio-temporal monitoring of the seagrass condition is important to understand the relationship between the seagrass condition and the stresses from human activity. This research was conducted to analyze the change of seagrass distribution in Banten Bay and its relation with human activity using multi temporal Landsat data from 2008 to 2018. Landsat data is processed using Depth Invariant Index method and classified using Maximum Likelihood with field data. The results of this study indicate a reduction of 74,28 ha seagrass area in the Banten Bay from 2008 to 2018 due to increased human activity.

show abstract

Benthic Habitat Mapping by Combining Lyzenga’s Optical Model and Relative Water Depth Model in Lintea Island, Southeast Sulawesi

Cited by 19 publications

References 10 publications

Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Analisis Nilai Ekonomi Ekosistem Pesisir. Studi kasus: Desa Teluk Limau, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung

Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Analisis Nilai Ekonomi Ekosistem Pesisir. Studi kasus: Desa Teluk Limau, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung

Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 Di Perairan Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi

Spatio-temporal pattern of seagrass distribution and the relation with human activities in Banten Bay

Contact Info

Product

Resources

About