“…Akuntansi pertanian yang kapitalistik mengubah perilaku pelaku pertanian pula, sehingga tampak kini agrikultur (dari culture yang mengisyaratkan pertanian dibentuk berbasis budaya) menuju agribisnis. Petani berbasis budaya semakin terpinggirkan dan tergantikan oleh perusahaan multinasional yang sarat modal (Kurniawan, Mulawarman, & Kamayanti, 2014) Jika mundur jauh ke belakang, sebelum masa Renaissance, ketika Islam masih menjadi mercusuar peradaban dunia, akuntansi tidak hanya berhubungan dengan aktivitas perdagangan, tetapi merupakan bagian dari akuntabilitas Ilahiah, baik itu pedagang, peternak, petani, bahkan negara, semuanya untuk perhitungan zakat (Zaid, 2004). Pertanian (dalam arti luas) seperti budidaya tanaman dan peternakan merupakan bagian yang mendominasi pencatatan dan pelaporan akuntansi negara seperti didokumentasikan Al Khawarizwy tahun 365 H (976 M) dan praktik akuntansi masyarakat Muslim yang didokumentasikan Al Mazendarany 765 H (1363 M).…”