<p>Government of Indonesia has allocated food sovereignty’s budget through the 2016 state budget (APBN) which places the cooperation of Ministry of Cooperatives and SME’s with Ministry of Agriculture, when developing the farmer cooperatives’ corporatization. Global food sovereignty is contested by: (1) civil society in which one of the actors is cooperatives, (2) the government which is part of the Food and Agriculture Organization of the United Nations (UN FAO), and (3) the global private sector which is part of the World Trade Organization (WTO).This paper analyzes Karya Nugraha Jaya Multipurpose Cooperative in Kuningan (KSU KNJ)’s partnership which supplies 90% of good quality raw milk from its members to PT Ultra Jaya Milk (54%) and Diamond Milk (36%), two business actors who has implemented the WTO’s and FAO’s Codex Alimentarius for the sake of fulfilling food safety standards for worldwide food trade. These international institutions forced to revoke the word ‘mandatory’ and the article on ‘sanctions’ from Indonesia’s Ministry of Agriculture’s regulation if business actors do not enter into partnerships with farmers & cooperatives. This study shows that KSU KNJ, which is one of 9,703 Indonesian agricultural cooperatives, is an aggregator of the milk produced by its members. A strategy is needed to increase the partnership of dairy cooperatives with private companies. The possible seven strategies are: (1) Wait and see first group; (2) Driving group; (3) Chain integration group, (4) Cooperation specialist group; (5) Free specialist group; (6) Diversification cooperation group; and (7) Free cooperation group.</p><p>Keywords: Food sovereignty, codex alimentarius, dairy, cooperatives, partnership</p><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><p><strong>KEMITRAAN KOPERASI DENGAN PERUSAHAAN SUSU BERDASARKAN </strong><strong>CODEX ALIMENTARIUS DALAM MEWUJUDKAN KEDAULATAN </strong><strong>PANGAN DI INDONESIA</strong></p><p>Pada tahun 2016 Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran kedaulatan pangan melalui APBN yang memposisikan Kemenkop UKM harus bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dalam mengembangkan korporatisasi koperasi petani. Kedaulatan pangan telah menjadi isu global karena diperebutkan oleh tiga aktor: (1) Masyarakat sipil yang mana salah satu aktornya adalah koperasi, (2) Pemerintah yang tergabung pada Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO), dan (3) Swasta global yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tulisan ini menelaah dan menganalisis kemitraan pada Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Jaya (KSU KNJ) di Kuningan yang memasok 90% susu segar berkualitas dari para anggotanya ke PT Ultra Jaya Milk (54%) dan Diamond Milk (36%), dua pelaku usaha yang sudah menerapkan Codex Alimentarius versi WTO dan FAO demi memenuhi standar keamanan pangan untuk perdagangan dunia. Institusi internasional ini menjadi salah satu acuan bagi Indonesia dalam membuat Peraturan Menteri Pertanian No 33 tahun 2018 yang mencabut kata ‘wajib’ dan pasal ‘sanksi’ jika pelaku usaha tidak melakukan kemitraan dalam dua aturan sebelumnya. Hasil telaah dan analisis menunjukan KSU KNJ yang merupakan salah satu dari 9.703 koperasi pertanian Indonesia telah berperan sebagai agregator produksi susu anggotanya. Diperlukan strategi guna meningkatkan kemitraan koperasi susu dengan perusahaan swasta. Terdapat tujuh strategi tersebut mencakup: (1) Kelompok menunggu dan lihat-lihat dahulu; (2) Kelompok penggerak; (3) Kelompok pengintegrasi rantai, (4) Kelompok spesialis kerja sama; (5) Kelompok spesialis bebas; (6) Kelompok kerja sama diversifikasi; dan (7) Kelompok kerja sama bebas.</p><p>Kata kunci: Kedaulatan pangan, codex alimentarius, susu, koperasi, kemitraan</p>