Pendahuluan. Ruangan tekanan positif terstandarisasi tidak tersedia secara luas di Indonesia. Pada beberapa rumah sakit swasta, praktik terbaik adalah mengadmisi pasien pada ruang rawat semi-isolasi dengan prosedur protektif tambahan. Walaupun terbatas, praktik ini dinilai cukup aman dan dapat menguntungkan pasien Leukemia Mieloid Akut (LMA). Studi ini bertujuan untuk menganalisis profil leukemia dan kesintasan pasien LMA yang diadmisi pada ruang rawat semi-isolasi.
Metode. Studi kohort retrospektif ini menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien yang terdiagnosis LMA padaMochtar Riady Comprehensive Cancer Center tahun 2018-2020. Pasien dibagi menjadi kelompok ruang rawat semiisolasi dan kelompok tidak dirawat pada ruang semi-isolasi. Pada kelompok pasien dirawat dalam ruang semi-isolasi dan mendapatkan kemoterapi standar dilakukan analisis lanjutan berupa komplikasi, luaran terapi, dan kesintasan.Hasil. Kami mendokumentasikan 45 pasien LMA, 53,3% wanita, 42,2% pasien masuk dalam kelompok usia 40-59 tahun, dan 28,9% pasien adalah LMA-M2. Lima belas pasien mendapatkan regimen kemoterapi standar meliputi D3A7, FLAG, ATRA-Daunorubicin-Sitarabin di ruang rawat semi-isolasi, 60% dari mereka mendapatkan remisi komplet setelah selesai pengobatan. Pasien yang tidak dirawat pada ruang semi-isolasi mendapatkan terapi konservatif berupa hidroksiurea, mercaptopurine, sitarabin sitoreduksi, dan decitabine. Di antara pasien ruang rawat semi-isolasi, sebanyak 41,2% mengalami sepsis dan 29,4% mengalami syok sepsis, dengan sumber terbanyak berasal dari infeksi aliran darah (80%) dan Acinetobacter baumanii merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan. Luaran terapi menunjukkan median Progression Free Survival (PFS) 11 bulan, kesintasan 1 tahun 47%, dan kesintasan 2 tahun 27%.Kesimpulan. Pada negara dengan keterbatasan ruang rawat isolasi terstandarisasi, penatalaksanaan pasien LMA di ruang rawat semi-isolasi dengan protokol kontrol infeksi dapat dipertimbangkan agar pasien tetap mendapatkan regimen kemoterapi induksi yang seharusnya. Walaupun terdapat risiko infeksi, kebijakan isolasi yang ketat menghasilkan respons yang baik (60% complete remission).