Correlation Between Palatal Depth and Duration of Upper Airway Obstruction Since Diagnosis in Children

Abstract

Objective: To analyze the correlation between palatal depth and duration of the upper airway obstruction since diagnosis among children with habitual mouth breathing. Material and Methods: This cross-sectional analytical study was conducted using the consecutive sampling method on boys and girls who were habitual mouth breathers and presented with allergic rhinitis, adenoid hypertrophy, obstructive sleep apnea, rhinosinusitis, and nasal polyp. Information about the duration of upper airway obstruction was obtained from the medical records of the patients. The patients divided into two groups: those diagnosed with upper airway obstruction for < 4 years, and those diagnosed with upper airway obstruction for > 4 years. Hard palate measurements were obtained from upper arch study models using a caliper with a precision of ± 0,1 mm. Results: A strong positive correlation was noted between the duration of the upper airway obstruction since diagnosis and palatal depth in children (r=0.623; p<0.05). Furthermore, the depth of the palates was found to be greater than 40 mm when the duration of upper airway obstruction since diagnosis was more than four years. Conclusion: The finding of this study indicates that upper airway obstruction can result in high palates in children with habitual mouth breathing.

Correlation between the upper airway volume and the hyoid bone position, palatal depth, nasal septum deviation, and concha bullosa in different types of malocclusion: A retrospective cone-beam computed tomography study

“…24 This is in contrast with a recent study showing that a smaller palatal depth was correlated with the airway obstruction in children. 25 The cause of such conflicting results may be the different age ranges of patients.…”

Mouth breathing and dentocraniofacial changes in children

“…29 Anak yang bernapas melalui mulut cenderung memiliki lengkung rahang atas berbentuk V yang sempit dan palatum yang tinggi. Penelitian oleh Kusumaningrum et al, 30 Acharya et al, 28 Molina et al, 5 Chambi-Rocha et al, 31 Indiarti et al, 32 dan Ijeoma et al, 33 menunjukkan hasil yang sama, yaitu mouth breathing memengaruhi dimensi vertikal palatum anak yang mengalaminya yaitu memiliki kedalaman palatum yang tinggi. Mouth breathing menginduksi perubahan morfologi pada palatum durum karena tidak ada tekanan negatif di rongga hidung yang mencegah penurunan palatum dan kerja tulang wajah serta otot lain yang membantu dalam menekan lengkung rahang atas bagian luar, sehingga pertumbuhan lebih menonjol secara vertikal.…”

“…Mouth breathing menginduksi perubahan morfologi pada palatum durum karena tidak ada tekanan negatif di rongga hidung yang mencegah penurunan palatum dan kerja tulang wajah serta otot lain yang membantu dalam menekan lengkung rahang atas bagian luar, sehingga pertumbuhan lebih menonjol secara vertikal. 32 Penelitian oleh Kusumaningrum 30 dan Indiarti et al 32 dilakukan untuk menganalisis keterkaitan antara kebiasaan mouth breathing dengan perubahan dimensi palatal dan didapatkan hubungan yang positif. Penelitian ini dilakukan pada anak dengan mouth breathing serta riwayat obstruksi jalan napas di Indonesia.…”

“…Dimensi palatal diukur menggunakan jangka sorong pada model studi rahang atas. Kusumaningrum 30 mengatakan bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara durasi obstruksi jalan napas atas sejak diagnosis dan kedalaman palatal pada anak, yaitu kedalaman palatal ditemukan lebih besar dari 40 mm ketika durasi obstruksi jalan napas atas sejak diagnosis lebih 4 tahun. Indiarti et al 32 mengatakan bahwa berdasarkan indeks tinggi palatal, ditemukan perubahan dimensi palatal pada anak dengan mouth breathing yang mungkin terkait dengan durasi mouth breathing; anak memiliki palatum tinggi pada 57% kasus (>3 tahun), 14% memiliki palatum sedang (2-3 tahun), dan 29% memiliki palatum rendah (1-2 tahun).…”