Dampak aplikasi kumatetralil dan Sarcocystis singaporensis terhadap serangan hama tikus di perkebunan kelapa sawit

Abstract

Pengendalian hama tikus di perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan rodentisida atau secara biologi dengan memanfaatkan musuh alami, maupun integrasi antar keduanya. Pada penelitian ini dilakukan efikasi dua jenis bahan aktif rodentisida yaitu kumatetralil dan Sarcocystis singaporensis terhadap serangan tikus pohon Rattus tiomanicus pada tanaman kelapa sawit menghasilkan. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri 3 perlakuan dan 6 blok/ulangan. Dosis perlakuan kumatetralil yaitu 1 blok per pohon sedangkan dosis perlakuan S. singaporensis yaitu 2 pelet per pohon. Aplikasi umpan rodentisida dilakukan dengan interval lima hari sekali 4 ulangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa persentase kejadian serangan tikus mengalami penurunan di seluruh blok percobaan. Kejadian serangan tikus pada blok aplikasi Kumatetralil secara nyata lebih rendah dibandingkan blok kontrol pada pengamatan 5 dan 10 hari setelah aplikasi (hsa), sedangkan pada blok aplikasi S. singaporensis hanya terlihat pada 5 hsa. Rerata laju penurunan serangan tikus selama aplikasi pada perlakuan Kumatetralil, S. singaporensis, dan kontrol adalah berturut-turut sebesar 53,80%; 38,58%; dan 21,86%. Intensitas serangan tikus pada bunga jantan sebelum aplikasi cukup tinggi yakni sebesar 31,87% - 40,64% sedangkan intensitas serangan tikus pada buah kelapa sawit hanya bekisar antara 4,85% - 7,52%. Penurunan kejadian dan intensitas serangan tikus selaras dengan penuruan umpan yang dimakan. Pada perlakuan kumatetralil umpan yang dimakan turun dari 75,02% menjadi 57,03%, sedangkan pada perlakuan S. singaporensis turun dari 61,38% menjadi 47,20%. Pada pengujian ini, nilai efikasi terbaik diperoleh pada perlakuan kumatetralil di 5 has sebesar 56,68%.

The role of birds diversity in increasing oil palm productivity at PT Permata Sawit Mandiri, West Kalimantan

“…The impact of caterpillar attacks is a decrease in production to 69% in the first year and 27% in the second year after the attack; in fact, oil palm plants cannot bear fruit for 1-2 years if the attack is heavy [36]. According to [37] in [38] a caterpillar consumes a leaf area of 300-500 cm². [39] explained that the more species of birds that eat insects in an ecosystem, the more effective it will be in pest control efforts.…”

Genus Curvularia and Pestalotiopsis as the primary pathogen of leaf spot disease on oil palm seedlings throughout Indonesia

“…In most cases, seedling mortality is common when leaf spots emerge in the pre-nursery (PN) stage up to the first three months in the main nursery (MN) [1]. The probability of plant death increases when the leaf spot coexists with the anthracnose disease [2]. At severe disease intensity, the affected seedlings will lose many leaves and thereby require a longer time to recover before being transplanted to the field.…”

“…These include the genus Cercospora, Curvularia, Drecshlera, Neopestalotiopsis, Nigrospora, Oxydothis, Pestalotiopsis, Phoma, and Phyllosticta [3][4][5][6][7][8][9][10]. In Indonesia, genus Curvularia is frequently reported as the primary pathogen of leaf spot disease in oil palm nurseries in Sumatra and Kalimantan [2]. Meanwhile, there is a lack of information on the pathogen of leaf spot disease in the oil palm nursery on other islands such as Java, Sulawesi, Maluku, and Papua.…”

Arthropod Community Structure in Oil Palm Nurseries

“…In the area, there is much of information about insect pests that attack oil palm, including Thosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Thosea bisura (Febriani et al 2020), Metisa plana and Mahasena corbeti (Riady et al 2020), Rattus sp. (Tarmadja et al 2018), Oryctes rhinoceros (Andre et al, 2020;Efendi 2020;, Valanga nigricornis (Susanto et al 2010).…”