Ketahanan pangan nasional tetap membutuhkan beras dalam memenuhi kecukupan pangan, namun demikian tekanan terhadap peningkatan produksi padi terkendala oleh permasalahan konversi lahan pertanian, kerusakan jaringan irigasi, perubahan iklim, dan serangan hama penyakit. Kemampuan memprediksi masa yang akan datang akan membuat petani bisa mengambil keputusan yang tepat dalam mengantisipasi keadaan di masa depan. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) telah banyak digunakan dalam prediksi, termasuk dalam bidang pertanian. JST bilangan kompleks (JSBK) memiliki struktur pemrosesan bilangan kompleks sehingga memiliki kemampuan pelatihan yang lebih baik, kemampuan generalisasi yang lebih baik, konvergensi yang lebih cepat, kompleksitas yang lebih baik, dan data pelatihan yang lebih sedikit. Pada JST dengan arsitektur multi-layer perceptron (MLP) biasa yang bernilai real, nilai dari parameter yang ada, yaitu elemen dari matriks bobot dan vektor bias, dinyatakan dalam bilangan real, sedangkan pada JST bernilai kompleks, nilai dari parameter yang ada dinyatakan dalam bilangan kompleks. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) bilangan kompleks dengan algoritma Backpropagation, umumnya digunakan dalam data citra atau suara, namun pada pada penelitian ini digunakan untuk memprediksi produksi padi tahun 2015 di 34 provinsi Indonesia. Data produksi padi diperoleh dari dari Badan Pusat Statistik (BPS), sedangkan data curah hujan, suhu, kelembaban, tekanan udara diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Atribut masukan pada pelatihan JST pada penelitian ini adalah data iklim dari 34 propinsi di Indonesia dari tahun 2011-2015, yaitu nilai dari : curah hujan, kelembaban, rata-rata suhu, dan rata-rata tekanan udara. Atribut keluaran JST adalah nilai produktifitas padi. Berdasarkan hasil pengujian, JST Backpropagation bilangan kompleks berhasil memprediksi produksi padi tahun 2015 dengan sangat baik pada 32 provinsi (jika tidak menyertakan data provinsi Kepulauan Riau dan DKI Jakarta) dengan rata-rata akurasi 98,9 %.