Salam sejahtera,
Tahun 2020 ini menandakan awal dari akhir sebuah dekade dimana terjadi berbagai perubahan sosial dan teknologi. Pertama, diketahui bahwa teknologi internet dan media sosial ternyata memang mempengaruhi perilaku manusia di berbagai konteks. Dalam perilaku politik, misalnya, data-data yang diberikan oleh individu di berbagai platform media sosial ternyata dimanfaatkan untuk kepentingan politisi – sebagaimana tercatat dalam skandal Facebook – Cambridge Analytica pada 2015 silam (Davies dalam The Guardian, 11 Desember 2015). Berbagai berita palsu atau fake news dan hoax juga menjadi masalah yang berdampak pada masalah sosial dan stabilitas ekonomi di beberapa negara. Belum lagi jika kita perhitungkan masalah adiksi internet dan media sosial di level individu. Namun, tidak selamanya perkembangan teknologi seperti internet dan media sosial memicu dampak negatif. Dari sisi lain, teknologi membantu kita untuk mempermudah hidup juga. Komunikasi antar individu, antar identitas, dan antar kelompok terjadi lebih mudah dan cepat. Terjadi juga transformasi yang cukup substansial pada perilaku konsumen, seiring dengan pemanfaatan platform-platform media sosial dan aplikasi di smartphone untuk memperdagangkan produk dan jasa. Dalam berbagai domain, riset-riset tentang perilaku siber masih sangat diperlukan di Indonesia.
Kedua, satu dekade terakhir ini juga ditandai dengan eskalasi konflik antar identitas yang terjadi di seluruh dunia. Mulai dari polarisasi politik di beberapa negara, konflik berkaitan dengan imigrasi di Eropa dan Amerika Serikat, sampai pada kasus-kasus ekstremisme dan terorisme. Permasalahan global ini memicu pertanyaan, “bagaimana seharusnya kita hidup secara bersama-sama?” Riset-riset tentang intergrup dan multikulturalisme baik dari segi konlik antar kelompok, kontak dan relasi antar kelompok, sampai pada riset-riset tentang kepemimpinan dalam kelompok multikultural. Tidak hanya itu, eksplorasi tentang nilai-nilai budaya dari masyarakat non-WEIRD (Western, Educated, Industrialized, Rich, dan Democratic) juga masih dibutuhkan (Henrich, Heine, & Norenzayan, 2010) untuk memberikan informasi mengenai budaya-budaya yang belum banyak diteliti sebelumnya; sehingga kita bisa memahami dinamika psikologis dan sosial yang terjadi pada budaya selain Eropa Barat dan Amerika Utara. Ini penting agar psikologi sosial tidak berusaha menggeneralisasi teori tanpa memahami terlebih dulu konteks-konteks emic.
Ketiga, organisasi, industri, dan workforce juga terus dituntut untuk beradaptasi seiring dengan cepatnya arus informasi dan laju perkembangan teknologi. Penting bagi individu untuk beradaptasi mengikuti perkembangan-perkembangan itu. Di level individual, para pekerja perlu memiliki kesiapan untuk berubah agar bisa beradaptasi dengan perubahan organisasi. Mereka juga perlu untuk senantiasa mengevaluasi apakah kompetensi mereka memang masih sesuai dengan kebutuhan di organisasi. Keempat, isu perubahan iklim dan penyelamatan lingkungan semakin mendesak tindakan dari berbagai elemen masyarakat. Usaha menyelamatkan lingkungan juga menuntut peranan dari psikologi sosial, karena melibatkan perilaku-perilaku yang masuk dalam kajian psikologi sosial selama ini seperti aksi kolektif, perilaku berkelanjutan (sustainable behavior), aktivisme, dan perilaku mengorbankan diri demi suatu identitas atau kelompok.
Sesuai dengan perkembangan kondisi global yang terjadi, Jurnal Psikologi Sosial (JPS) berusaha mempublikasikan naskah-naskah yang relevan dengan perubahan sosial dan teknologi pada dekade terakhir ini. Sehingga, JPS senantiasa berusaha berkontribusi dengan memberikan wawasan-wawasan teoretis yang sesuai dengan perkembangan zaman. Meski begitu, JPS tetap mengutamakan aspek kebaruan teoretis dari setiap naskah. Tiga naskah mendemonstrasikan temuan terkait penggunaan teknologi siber dan kaitannya dengan adiksi (Rahardjo, Qomariyah, Andriani, Hermita, & Zanah, 2020), penyesuaian diri secara sosial (Malay & Nataningsih, 2020), dan perilaku konsumen (Amalia & Sekarasih, 2020). Dua naskah berikutnya membicarakan topik budaya dan kaitannya dengan kepemimpinan (Hidayat, Sumertha, & Istiana, 2020) serta nilai-nilai lokal lintas etnis (Nashori, Nurdin, Herawati, Diana, & Masturah, 2020). Kemudian, dua naskah terakhir membahas mengenai kesiapan berubah (Mardhatillah & Rahman, 2020) dan kompetensi saat terjadi ketidaksesuaian latar belakang pendidikan (Wardani & Fatimah, 2020) dalam konteks organisasi.
Melalui kesempatan ini, JPS juga menginformasikan bahwa Temu Ilmiah Nasional Ikatan Psikologi Sosial ke-10 (TEMILNAS IPS X) akan diadakan pada 13-15 April 2020. Sesuai dengan mendesaknya isu lingkungan global, dalam pertemuan akbar tahunan tersebut diangkat tema “Kontribusi Psikologi Sosial dalam Masalah Lingkungan: Proteksi, Konservasi, dan Kualitas Interaksi Sosial”. Narasumber keynote dari acara ini adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar dan Profesor dengan kepakaran psikologi sosial dari University of Queensland, Australia yaitu Professor Winnifred Louis, Ph.D. TEMILNAS IPS X akan diadakan di Golden Tulip Galaxy Hotel, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Partisipasi dari para akademisi dan praktisi di bidang Psikologi Sosial atau bidang terkait tentunya sangat diharapkan.
JPS senantiasa berusaha untuk berkontribusi dalam mengembangkan teori-teori psikologi sosial lewat temuan-temuan empiris di Indonesia. Namun, JPS juga tidak lupa bahwa perubahan sosial dan teknologi yang cepat terus terjadi sehingga psikologi sosial juga perlu terus menginvestigasi topik-topik yang relevan dengan perkembangan zaman.