Ethical Code of Islamic Psychotherapy in Indonesia

Abstract

Islamic psychotherapy has been an interesting discussion over the past few years. This is indicated by the number of studies on Islamic psychotherapy, both literature studies and experiments. As a method of psychotherapy, Islamic psychotherapy cannot be separated from ethics code. However, Islamic psychotherapy is based on two principles, namely the science of psychology and Islamic religion. It leads to debate about the form of ethical code of Islamic psychotherapy. This study aimed to provide suggestions for the formulation of a code of ethics in Islamic psychotherapy using literature study. The result is a clear formulation of ethical code of Islamic psychotherapy. The formulation is based on psychology ethics which is then interpreted according to the context of Islamic psychotherapy. It is intended that the perception and implementation of Islamic psychotherapy can be standardized and not leading to ethical violations

Religiositas Lansia Muslim di UPTD Griya Werdha Surabaya

“…Dalam konsep syariah Islam, seseorang akan melakukan ritual peribadatan seperti sholat, puasa, bersedekah dan sebagainya sebagai bentuk implementasi dari keyakinan yang dianutnya (Ancok & Suroso, 2011). Dimensi praktik agama atau ritual akan membawa seseorang untuk melakukan ibadah-ibadah yang diajarkan sebelumnya oleh orang lain atau lingkungan sosial (Saifuddin, 2020). Hal ini berkaitan dengan kondisi manusia yang secara fitrah memiliki sistem nilai yang telah diyakininya dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan dipertahankan terus dan diwujudkan dalam segala tindakan yang dilakukannya.…”

“…Bertingkah laku dan melakukan ritual keagamaan merupakan suatu bentuk religiositas dan simbol keshalihan seseorang (Kahmad, 2011). Artinya semakin religius seseorang maka akan semakin taat pula pada ajaran dan keyakinannya untuk diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari (Saifuddin, 2020).…”

“…Religiositas adalah suatu keyakinan seseorang akan adanya keberadaan Tuhan. Religiositas ditunjukkan dalam bentuk perilaku yang baik atau akhlak yang terpuji dan melakukan ritual peribadatan (Saifuddin, 2020). Spiritualitas merupakan sebuah potensi batiniah manusia yang mendorong manusia untuk melakukan kebajikan (Jalaluddin, 2012).…”

“…Berdasarkan teori religiositas yang dikemukakan Glock dan Stark meliputi beberapa dimensi yaitu keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan dan pengamalan (Ancok & Suroso, 2011;Saifuddin, 2020). Thouless mengemukakan bahwa religiositas seseorang bisa berada pada kategori tinggi dan rendah oleh karena adanya faktor sosial, faktor alami, konflik moral dan emosional (Saifuddin, 2020).…”

“…Berdasarkan teori religiositas yang dikemukakan Glock dan Stark meliputi beberapa dimensi yaitu keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan dan pengamalan (Ancok & Suroso, 2011;Saifuddin, 2020). Thouless mengemukakan bahwa religiositas seseorang bisa berada pada kategori tinggi dan rendah oleh karena adanya faktor sosial, faktor alami, konflik moral dan emosional (Saifuddin, 2020). Berbeda dengan jiwa keagamaan pada fase sebelumnya, yakni agama masih dominan menjadi tujuan sosial dan orientasi perubahan untuk kehidupan dunia dan tidak sepenuhnya untuk kehidupan akhirat (Noor, 2020).…”