Fenomena Bunuh Diri Di Kabupaten Gunung Kidul

Abstract

Fenomena bunuh diri berawal dari gangguan mental sebagai penyebab paling umum, gejala yang terjadi berbagai kondisi kejiwaan adalah merasa tertekan. Kondisi mental tersebut meliputi putus asa, kesepian, kecemasan, depresi dan hal ini banyak terjadi di Kabupaten Gunungkidul. Metode penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus dengan Informan ditentukan secara purposive sampling, teknik pengumpulan data yaitu observasi di lokasi kejadian bunuh diri, wawancara dengan berbagai informan dari stakeholders seperti kepolisian, dinas terkait dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dalam pencegahan bunuh diri. Hasil penelitian tentang fenomena bunuh diri sebagai tragedi kemanusiaan yang sering terjadi di Gunungkidul, pelaku bunuh diri berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Pelaku bunuh diri paling banyak akibat dari depresi dan penyakit menahun. Depresi akibat dari kehilangan pekerjaan, tidak mencukupi kebutuhan keluarga, perceraian, perselingkuhan hingga putus cinta. Sedangkan pelaku bunuh diri pada lanjut usia akibat dari penyakit menahun dan kesepian karena ditinggal anggota keluarga. Hampir seluruh lokasi kejadian bunuh diri berada di rumah dalam kondisi sepi, bisa di kamar tidur, kamar mandi, dapur artinya rumah merupakan tempat yang paling banyak sebagai tempat bunuh diri. Tipe bunuh diri di Gunungkidul cenderung egoistik, bunuh diri yang dilakukan seseorang karena merasa kepentingan sendiri lebih besar dari kepentingan kesatuan sosialnya. Upaya mencegah dan mengurangi bunuh diri dengan melakukan identifikasi yang dilakukan psikolog nantinya akan ditempatkan di setiap puskesmas.Memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait pencegahan bunuh diri, diperlukan cara yang lebih komunikatif dengan warga. Salah satunya melalui tokoh agama yang terus melakukan sosialisasi kepada warga melalui kegiatan keagamaan. Membentuk tim reaksi cepat penanganan bunuh diri, respon cepat berasal dari informasi masyarakat sekitar sehingga dapat ditangani secara serius dan sedini mungkin.

Perceptions of Death and Recommendations for Suicide Prevention Policies: A Case Study of Suicide Case in Gunung Kidul

“…Among the methods of suicide that took place in Gunungkidul, the choice of death by hanging was the most frequently used. Between 2015-2017, Andari [5] stated that 91% of the victims chose the method of death by hanging. One of the informants, Sis (52) considered that death by hanging was a very successful method so it was likely to be chosen as he said:…”

“…Research on perceptions of death is not a novel topic, yet this is quite the opposite for the case that has and continues to occur in Gunungkidul, making it essential to re-examine the instances. In between 2015 -2017, Gunungkidul was named the area with the highest suicide rate in Indonesia [5]. Moreover, there exists a myth known as pulung gantung which is described as a celestial object that resembles a blue long-tailed fireball.…”

The Characteristics of Suicide in Gunungkidul Indonesia

“…For decades it can be said that the incidence of suicide in Gunungkidul has not decreased. According to Andari's report (2017) there were 330 suicides cases from 2003 to 2012 (6).…”

“…Apart from that, other minor factors were also mentioned, such as chronic illness, social & geographic isolation, drought & barren land, and low education levels. The cultural approach was also applied by several researchers who found and suspected that the decision to commit suicide is affected by a) shame (wirang), b) social costs, and c) strong social ties (5,6).…”

“…Mental health issues began to be mentioned to explain the phenomenon of suicide in Gunungkidul. Based on the police investigation report, the cause of suicide in Gunungkidul related to depression and mental illness (52%), chronic illness (24%), financial problems (5%), family problems (4%), and others (15%) (6). Even though the data is weak because the mode concluded by the police is a trigger for suicide and not a causative factor, it can indicate a shift in discourse on suicide into psychosocial and health problems (8)(9)(10).…”