2021
DOI: 10.22435/jek.v20i2.4908
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Gambaran Sosial Budaya Suku Anak Dalam Tentang Malaria Dan Pengendaliannya Di Provinsi Jambi

Abstract: ABSTRACT The malaria control program is focused on achieving malaria elimination as an effort to create a healthy living community, free from malaria transmission, which process is carried out in stages until 2030. The Suku Anak Dalam (SAD) currently still have a fairly large population  and they are stillclassified as isolated communities, because most of them live nomadic (moving) in the forest with a culture that is still underdeveloped, still not free from malaria. This article is to provide informat… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1

Citation Types

0
0
0
1

Year Published

2022
2022
2024
2024

Publication Types

Select...
2

Relationship

0
2

Authors

Journals

citations
Cited by 2 publications
(1 citation statement)
references
References 9 publications
0
0
0
1
Order By: Relevance
“…Dilihat dari jenis pekerjaan, ada beberapa populasi kelompok pekerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap penularan malaria, misal; pekerja di perkebunan, pekerja tambang ilegal, perambah hutan, pengumpul rotan, polisi hutan, nelayan, anggota militer, peneliti di hutan dan wisatawan, dikarenakan karakteristik pekerjaan serta komunitas suku adat terpencil yang karena budayanya. [13][14][15] Mengenai masalah penularan malaria di hutan dan hubungannya dengan LLIN, para pengunjung hutan dan pekerja migran berkomentar bahwa mereka sering tidak mengetahui distribusi LLIN dan tidak memiliki akses ke LLIN gratis. Dengan memastikan bahwa warga yang berpindahpindah/populasi berisiko tersebut perlu diperhatikan pemberian distribusi LLIN juga yang sesuai dengan kondisi lapangan, misal kelambu hammock berinsektisida/ LLIN untuk tempat tidur gantung.…”
Section: Pembahasanunclassified
“…Dilihat dari jenis pekerjaan, ada beberapa populasi kelompok pekerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap penularan malaria, misal; pekerja di perkebunan, pekerja tambang ilegal, perambah hutan, pengumpul rotan, polisi hutan, nelayan, anggota militer, peneliti di hutan dan wisatawan, dikarenakan karakteristik pekerjaan serta komunitas suku adat terpencil yang karena budayanya. [13][14][15] Mengenai masalah penularan malaria di hutan dan hubungannya dengan LLIN, para pengunjung hutan dan pekerja migran berkomentar bahwa mereka sering tidak mengetahui distribusi LLIN dan tidak memiliki akses ke LLIN gratis. Dengan memastikan bahwa warga yang berpindahpindah/populasi berisiko tersebut perlu diperhatikan pemberian distribusi LLIN juga yang sesuai dengan kondisi lapangan, misal kelambu hammock berinsektisida/ LLIN untuk tempat tidur gantung.…”
Section: Pembahasanunclassified