“…Tindak pidana penistaan agama yang dilakukan secara langsung tanpa melalui media elektronik seperti pada poster, spanduk, baliho, ujaran lisan, dan lain sebagainya diatur dalam Pasal 156 KUHP dengan ketentuan lex generalis, sedangkan tindak pidana penistaan agama yang dilakukan dengan media elekrtonik seperti media sosial, website, blog, e-mail, dan lain sebagainya diatur dalam UU ITE dengan ketentuan lex specialist (Bachari, 2020). Sehingga untuk dapat mendudukkan suatu fakta hukum terkait pelanggaran UU ITE diperlukan beberapa pandangan ahli di antaranya; (1) ahli hukum pidana, yaitu untuk melihat apakah suatu tindakan yang dilakukan memenuhi unsur pidana atau tidak, (2) ahli ITE, yaitu untuk melihat apakah benar telah terjadi suatu peristiwa hukum terkait informasi dan transaksi elekrtonik, (3) ahli bahasa, yaitu untuk melihat apakah muatan informasi dalam bentuk bahasa tersebut bermuatan sesuatu (seperti; penistaan, pengancaman, berita bohong, ujaran kebencian, hasutan, fitnah, dan lain-lain), serta ahli-ahli lainnya terkait pelanggaran hukum yang terjadi (Syahid, Sudana, & Bachari, 2021). Dalam data kasus penelitian ini, cyberbullying yang mengandung unsur SARA atau penistaan agama dilakukan melalui media sosial, sehingga pasal-pasal yang dapat diterapkan adalah pasal UU ITE, yaitu Pasal 28 ayat (2) Jo.…”