ABSTRAKPendahuluan. Menegakkan diagnosis pneumonia pada pasien usia lanjut seringkali sulit mengingat gejala dan tanda klinis sering tidak lengkap dan manifestasi klinis yang tidak khas serta pemeriksaan penunjang yang sulit diinterpretasi. Hal ini mengkibatkan under ataupun over diagnosis dengan konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Data faktorfaktor yang berhubungan dengan diagnosis pneumonia baik manifestasi khas ataupun tidak khas pada pasien usia lanjut belum banyak tersedia.Metode. Penelitian diagnostik dilakukan terhadap 158 pasien usia lanjut dengan kecurigaan pneumonia yang dirawat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada kurun waktu Januari-Oktober 2010. Hubungan data klinis, laboratoris serta radiologis yang mencakup manifestasi spesifik (batuk, sputum produktif, sesak napas, demam, ronki, leukositosis , infiltrat) dan manifestasi tidak spesifik (intake sulit, jatuh, penurunan status fungsional inkontinensia urin) dengan diagnosis pneumonia komunitas dianalisis dengan regresi logistik. Kemudian, ditentukan kontribusi masing-masing determinan diagnosis terhadap diagnosis pneumonia. Kemampuan C-reactive protein dalam menegakkan diagnosis pneumonia dinilai dengan membuat kurva ROC dan menghitung AUC.Hasil. Dari 158 subjek, 106 didiagnosis pneumonia sesuai kriteria baku emas. Pada model akhir regresi logistik didapatkan tiga faktor yang berhubungan dengan diagnosis pneumonia yaitu batuk, ronki dan infiltrat dengan nilai p masing-masing secara berturut-turut yaitu <0,0001; 0,02; dan 0,0001. Nilai AUC yang diperoleh dari metode ROC untuk mengetahui kemampuan CRP dalam mendiagnosis pneumonia adalah 0,57 (IK 95%; 0,47-0,66).Simpulan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan diagnosis pneumonia pada usia lanjut adalah batuk, ronki dan infiltrat. Sementara itu, c-reactive protein tidak memiliki peran dalam memprediksi diagnosis pneumonia pada pasien usia lanjut.