Industri penerbitan buku saat ini memiliki pola yang bergeser, yakni mulai menerbitkan ebook atau electronic book. E-book diharapkan mampu menjadi sarana membaca yang lebih mudah diakses ketimbang buku cetak. iPusnas hadir sebagai sarana aplikasi perpustakaan digital yang dapat diakses tanpa batas. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana iPusnas dapat mempengaruhi pergeseran budaya baca. Dengan melakukan studi kasus terhadap pembaca e-book yang mengakses dari iPusnas, diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang menjawab pertanyaan penelitian.
PENDAHULUANRendahnya minat baca bagi masyarakat Indonesia adalah rahasia umum yang telah diketahui bersama. Apabila disodorkan antara gadget atau buku, masyarakat akan lebih memilih gadget sebagai sarana untuk menghabiskan waktu. Baik media cetak maupun elektronik ketika membahas mengenai budaya baca di Indonesia akan selalu menyelipkan hasil survei yang menyebutkan bahwa masyarakat kita bukan lah masyarakat yang gemar membaca. Survei ini bahkan diperkuat dengan hasil penelitian dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya sekitar 0,001. Itu artinya hanya ada satu orang yang minat membaca dalam seribu orang masyarakat Indonesia (Liputan6.com, 2017). Perlu digaris bawahi, data ini hanya menyebutkan minat baca. Belum tentu satu orang tersebut gemar membaca apalagi menjadikannya budaya. Pun, belum tentu bacaan yang dibacanya adalah tulisantulisan berkualitas. Serupa dengan data penelitian dari UNESCO tersebut, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pun menyebutkan bahwa kemampuan membaca, berhitung, dan pengetahuan sains anak-anak Indonesia masih jauh dibawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Tidak hanya OECD, berdasarkan studi "Most Littered Nation in The World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia menduduki peringkat buncit, peringkat 60 dari 61 negara mengenai minat baca. Padahal infrastruktur Indonesia berada diurutan ke 34, masih lebih unggul dari Jerman, Portugal, Selandia Baru, dan Korea Selatan (Kompas.com, 2016).Budaya dengar dan budaya lisan dikalangan masyarakat Indonesia dianggap menjadi penyebab rendahnya minat dan bahkan budaya baca di Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih senang mendengarkan pengajian, khotbah, dan orasi dibanding membaca. Selain itu, masyarakat Indonesia juga senang bicara.Mulai dari talkshow di televisi hingga membicarakan hal-hal tidak penting seperti gosip. Sehingga budaya baca dan tulis tidak populer di kalangan masyarakat Indonesia. Sejarah pun mencatat, budaya baca-tulis pada Zaman Kolonial di Indonesia hanya dimiliki oleh "kaum literati" yang tinggal di lingkungan istana. Jadi, budaya ini pun dianggap sebagai budaya elit (Kompas.com, 2016).