Kasus perceraian di Indonesia sendiri masih sangat tinggi dan menduduki peringkat ke-7 di Asia dengan kasus fatherless paling tinggi ke-3 di dunia. Sebagaimana diketahui bahwa perceraian dapat berdampak pada kondisi psikologis anak dalam jangka panjang. Perceraian yang terjadi pada saat usia remaja, biasanya akan sulit untuk dimaafkan. Sebagaimana data survei menunjukkan bahwa 73% dari 20 anak korban perceraian belum memaafkan orang tuanya. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana forgiveness pada perempuan dewasa awal yang dibesarkan tanpa kehadiran ayah akibat perceraian. Penelitian kualitatif digunakan agar dapat melihat dan menggambarkan dengan jelas dinamika yang ingin diketahui. Kemudian, paradigma interpretif digunakan dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan fenomenologis yang berfokus pada pemahaman mendalam tentang bagaimana individu merasakan, memahami, dan menginterpretasikan dunia mereka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling, dengan karakteristik subjek perempuan dewasa awal (20-40 tahun); tidak tinggal serumah dengan ayah sejak perceraian orang tua dan tinggal bersama nenek, kakek, serta ibu; perceraian orang tua terjadi karena perselingkuhan dari pihak ayah; dan perceraian terjadi ketika masa remaja (9-12 tahun). Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini yaitu dua orang. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan instrumen Heartland Forgiveness Scale dengan teknik analisa data yaitu analisis tematik. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terkait aspek forgiveness, kedua partisipan telah memaafkan dari segi aspek forgiveness of self dan forgiveness of situation. Sedangkan, pada aspek forgiveness of others terdapat perbedaan dari masing-masing partisipan.