Kepastian Hukum Harta Bersama bagi Istri Pertama dalam Perkawinan Poligami

Abstract

This study aimed to analyze the legal certainty of shared property as well as the urgency of marriage agreements on the shared property for first wives in polygamous marriages. The research used the statute approach. The provisions of the law on joint property in polygamous marriage based on Article 94 of the compilation of Islamic law did not provide legal certainty to the first wife, thus the creation of a marriage treaty deed on joint property under Law Number 1 of 1974 on Marriage became one of the efforts to obtain legal certainty. The urgency of the marriage agreement on the joint property for the first wife in a polygamous marriage was related to the legal protection of the first wife when the husband was influenced by the second wife in the future.

Hak Gugat Harta dalam Perkawinan Poligami

“…Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pengadilan dilihat dari kondisi istri adalah (Budianto & Sulistyarini, 2021) :…”

“…Sakit jiwa/ gila. Sedangkan yang menjadi pertimbangan pengadilan berdasarkan kondisi suami adalah (Budianto & Sulistyarini, 2021) :…”

“…Undang-Undang perkawinan membagi harta benda perkawinan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu harta bersama atau biasa disebut dengan harta gonogini, dan harta bawaan atau harta asal. (Budianto & Sulistyarini, 2021) Harta benda perkawinan adalah harta yang terdapat dalam suatu perkawinan, yang merupakan gabungan dari harta asal suami, harta asal istri dan harta bersama Harta benda perkawinan merupakan harta yang diperoleh suami dan atau istri dalam perkawinan yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang telah dibina. Harta yang diperoleh suami dan istri selama perkawinan secara otomatis menjadi harta bersama.…”

“…Klausul kebolehan poligami di dalam Undang-Undang Perkawinan sebenarnya hanyalah pengecualian dan untuk itu pasal-pasalnya mencantumkan asalan-alasan yang membolehkan tersebut. Dalam pasal 4 Undang-Undang Perkawinan dinyatakan bahwa seorang suami yang dapat beristri lebih dari satu apabila: (Budianto & Sulistyarini, 2021) 1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; 2.…”

“…Harta tersebut merupakan harta bawaan masing-masing yang ada sebelum perkawinan terjadi ataupun harta yang diperoleh masingmasing atas usahanya sendiri, dimana termasuk harta yang diterima karena hibah, warisan, atau hadiah setelah terjadinya perkawinan. (Budianto & Sulistyarini, 2021) Pengaturan harta benda perkawinan dalam KUH Perdata memiliki ketentuan hukum yang berlainan dengan Undang-Undang Perkawinan. Menurut ketentuan pasal 119 KUH Perdata, mulai saat dilangsungkannya perkawinan, maka demi hukum berlaku persatuan bulat antara kekayaan harta suami dan istri.…”