Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan keanekaragaman bentang alam salah satunya perairan umum daratan yaitu danau. Danau Ayamaru merupakan Danau karst yang terletak di wilayah Provinsi Papua Barat dan memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat disekitarnya. Namun kondisi Danau Ayamaru semakin memprihatinkan karena terjadi kekeringan dan penurunan debit air yang signifikan. Oleh karena itu perlu dilakukan revitalisasi untuk mengembalikan fungsi Danau Ayamaru dengan cara membangun bendung di area DAS. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan revitalisasi rentan terhadap risiko sehingga perlu dilakukan analisis risiko pada pelaksanaan proyek ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi faktor risiko pada pelaksanaan proyek kemudian melakukan penilaian risiko unuk mendapatkan risiko dominan dan melakukan respon risiko sebagai upaya mitigasi terhadap risiko dominan yang ada serta menentukan pihak yang menaggung risiko dominan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Angket kuesioner akan disebarkan kepada 24 responden yang terdiri dari pihak konsultan dan kontraktor namun sebelumnya divalidasi terlebih dahulu oleh tiga orang pakar. Setelah divalidasi maka akan dilakukan identifikasi risiko dan penilaian risiko dengan skala likert’s untuk mendapatkan risiko dominan dan selanjutnya dilakukan analisis menggunakan skala penerimaan risiko. Risiko dominan yang telah didapatkan kemudian divalidasi kembali oleh tiga orang pakar untuk mendapatkan hasil akhir berupa respon risiko serta pihak yang bertanggung jawab untuk menaggung risiko dominan yang ada baik dari pihak kontraktor maupun konsultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 faktor risiko yang teridentifikasi yaitu faktor risiko politik, lingkungan, ekonomi, alami, proyek, teknis, manusia dan keselamatan. Selain itu didapatkan 7 risiko dominan dari hasil penelitian ini yaitu rumitnya masalah perizinan, kesalahan estimasi waktu, pekerja tidak kompeten, budaya pekerja, kemampuan komunikasi pekerja, keterbatasan jumlah tenaga kerja, dan gangguan keamanan di lokasi proyek